Dua puluh satu

2K 194 15
                                    

Bantu aku riview yaa..., Aku akan up maraton, terimakasih
.
.
.
***

Ada yang tidak Sonia mengerti. Kenapa sekarang Darel begitu  posessive dan sensitif. Ia sering marah enggak jelas, dan mengekang Sonia---dengan sedemikian rupa.

Bahkan ketika Sonia ingin pergi bersama Lintang-pun---Bara melarangnya. Padahal Lintang adalah adiknya sendiri.

"Kakak kenapa sih? Sonia kan mau pergi sama Lintang, ko, enggak boleh?". Karena terlalu kesal dengan sikap Darel, akhirnya Sonia memberanikan dirinya.

Darel hanya terdiam, ia menatap Sonia dalam. Meraih tangannya dan mengecup punggung nya.

"Ayo pulang. Kamu enggak boleh ke mana-mana! Kalau Kakak gak maen ke rumah kamu. Kamu enggak boleh keluar, ya...".

Sonia tertegun, enggak boleh keluar? Kalau ke rumah Bara apa boleh? Ah, pasti boleh. Bara kan sahabatnya Sonia.

"Dan aku enggak suka kamu pergi sama Bara!"

"Hah!".

Sonia terdiam. Ia menghentikan langkahnya. Dan membiarkan Darel pergi mendahuluinya.

Merasa Sonia tak ada di sampingnya. Darel berbalik. "Ada apa?".

"Kenapa Sonia enggak boleh pergi sama Bara?". Gadis itu menatap penuh tanya.

Darel menarik napas dalam, ia meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya hangat.

"Aku cemburu! Aku enggak suka Bara atau siapapun berada di dekat kamu. Aku hanya mau. Aku saja yang selalu berada di dekat kamu!". Tatapan Darel, syarat akan penegasan. Membuat Sonia menelan salivanya susah payah.

"Tapi Bara kan sahabatnya aku. Kami udah dekat sejak lama, Kakak enggak boleh pisahin aku sama Bara."

Tatapan memohon Sonia terasa mencubit hatinya. Membuahkan rasa perih dan sesak di dadanya. Apakah Bara begitu berarti untuk Sonia? Darel mengeraskan rahangnya. Ia maju satu langkah. Memegang ke-dua bahu gadis itu lembut. Namun ke-dua matanya menatap tegas, seakan tak mau di bantah.

"Sekali aku bilang jangan! Ya jangan! Bisa ngerti gak?". Sonia menunduk, kenapa kali ini Darel terlihat berbeda.

"Ayo pulang!". Darel segera menarik gadis itu, dan mengajaknya ke parkiran.

          Sesampainya di rumahnya. Sonia langsung berlari ke kamarnya. Ia menangis, karena merasa kesal. Ia tidak suka di bentak atau di atur oleh siapapun. Misya yang melihatnya di ruang tamu tadi hanya menggeleng saja. Putrinya itu sepertinya sedang tidak baik-baik saja.

Karena ia cemas. Misya menghampiri putrinya itu ke kamarnya. Ia melihat Sonia sedang menangis memeluk Teddy Bearnya.

"Anak Mamah kenapa hem?". Misya duduk di tepi ranjang. Mengusap pelan punggungnya.

Sonia pada Misya memang tidak ada rahasia. Apapun yang di rasakannya---Sonia akan menceritakannya tanpa terlewat. Perlahan Sonia bangun. Dengan masih terisak, dan wajahnya yang memerah.

Ia duduk menyandar di kepala ranjang, dengan Teddy Bear. Masih di pelukannya. "Sonia kesel..." Ungkapnya, dengan suara isakan.

"Iya, Sonia kesel kenapa?". Misya mengusap kepala putrinya itu.

"Masa Kak Darel larang Sonia buat deket-deket sama Bara! Tadi Kak Darel bentak Sonia! Mamah..." Gadis itu kembali menangis.

Misya meraih putrinya itu ke dalam pelukannya."memangnya kenapa Darel larang Sonia hem?".

"Dia bilang, dia cemburu. Tapikan Sonia sama Bara cuma sahabatan. Enggak seharusnya Kak Darel kaya gitu..." Sonia mengusap air matanya yang terus mengalir. "Sonia kan baru baikan sama Bara. Sonia enggak mau jauh lagi sama Bara, Mamah...".

Misya mengusap pundak gadis itu."memangnya kenapa Sonia enggak mau jauh dari Bara?".

Misya sengaja ingin mendengar langsung jawaban dari putrinya itu.

"Karena Sonia enggak mau aja!"

"Sonia sayang Bara?". Lagi, Misya ingin tahu seperti apa isi hati putrinya itu.

"Dari dulu juga Sonia sayang Mamah. Barakan sahabat Sonia!".

"Bukan itu. Ini seperti Sonia   menyayangi seorang laki-laki. Bukan sahabat? Kalau Sonia bisa sampai menangis seperti ini karena enggak mau jauh dari Bara. Mamah enggak yakin, kamu beneran sayang Bara seperti kamu sayang pada seorang sahabat".

Misya mendorong perlahan putrinya, menatapnya penuh perhatian. "Jujur pada hati kamu. Siapa sebenernya yang kamu butuhin? Darel atau Bara? Jangan sampai kamu memilih pilihan yang salah. Mamah enggak mau, kamu menyesal akhirnya, karena kamu tidak berpikir dengan matang!".

"Mah..."

"Kamu sudah dewasa. Kamu harus bisa memilih salah satu di antara mereka. Karena kamu enggak akan bisa meraih ke-duanya." Perlahan Misya beranjak. Kemudian pergi setelah mengusap lembut kepala Putri semata wayangnya tersebut.

***

"Lo kenapa? Lo baik-baik aja kan?". Sedari tadi Bara melihat dari jauh. Kalau Sonia sempoyongan. Sepertinya ada yang sedang ia rasa. Bara takut, Sonia datang bulan. Dan lupa minum obat. Karena setahunya, Sonia akan menangis setiap datang bulan---kalau gadis itu tidak segera meminum obatnya.

Sonia menatap Bara, sudah beberapa hari ini mereka jarang bertemu langsung seperti ini. Kalau tidak di dalam kelas saja. Itu juga mereka tidak bisa ber-interaksi bebas. Karena sedang belajar.

Darel terus membatasi dirinya untuk bertemu sahabatnya itu. Darel sengaja membuat Sonia datang telat dan pulang cepat, bahkan waktu istirahat-pun. Darel selalu menjemputnya, tanpa memberikan sedikitpun waktu untuk Sonia bersama laki-laki itu.

Ingin sekali Sonia menangis. Kalau ia amat merindukan sahabatnya itu.

"Hey..." Sapa Bara, karena gadis itu hanya terdiam saja.

"Eh, Bar."

"Lo kenapa? Ada yang sakit? Atau lo lagi..."

Bara hampir menempelkan punggung tangannya di kening Sonia. Ketika ada tangan lain yang menariknya. Kemudian segera berdiri di antara ia dan Sonia.

"Gue bisa urus pacar gue sendiri!". Darel segera membawa Sonia dengan lembut. "Kamu kenapa yang?". Darel membantu Sonia berjalan ke arah UKS. Meninggalkan Bara yang mematung perih. Menatap gadisnya di ambil orang lain. Membuahkan sesak yang begitu berat.

Apa Lo bahagia Sonia? Apa gue harus tinggalin lo?...

***

Sesampainya di UKS. Darel perlahan mendudukkan Sonia di brangkar. Namun kedua matanya menatap Sonia tegas. "Aku enggak suka kamu terus ber-interaksi sama dia! Kamu bisa kan ngertiin aku sedikit aja! Biasakan?".

"Kak tadi..."

"Katakan kamu ingin kita bagaimana? Aku sayang kamu! Aku harus bagaimana SONIA!".

Teriakkan Darel, membuat gadis itu memejamkan kedua matanya. Ia gemetar dengan kedua matanya yang perlahan basah. Ia tidak pernah menyangka Darel akan se-marah ini, hanya karena ia bertemu Bara secara tidak sengaja.

Melihat Sonia yang gemetar seperti itu, Darel segera memeluknya hangat. "Maaf... Maafkan aku. Tapi Sonia sekali lagi aku katakan sama kamu. Jauhi Bara! Tolong..."

Sonia mengangguk lemah. Dengan kedua matanya yang mengalir.

Maaf Bara...

Tbc...

Doakan biar Sonia kalian berhasil, Aamiinnn...

My Dear Sonia (Sudah Tersedia Versi Ebook Di Google Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang