Dua puluh tiga

2.6K 234 38
                                    

Luka karena tonjokkan tak akan membuatku sakit. Tapi melihat air matamu, lukaku menganga. Aku tak sanggup, karena tak akan ada dokter yang bisa menyembuhkannya

***

Setelah Darel pergi, Sonia bangun dari tidurnya. Ia turun menuju lantai bawah dengan kepalanya yang terasa amat berat. Misya yang melihat tingkah anaknya itu segera menghampirinya.

"Sayang kamu sakit! Kamu mau kemana?" Misya cemas. Ia memegang gadis itu lembut.

"Sonia mau ketemu Bara Mamah..." gadis itu terisak.

"Kamu mau ketemu Bara? Ya udah Mamah panggilin. Kamu masuk gih, yaa... Mamah takut kamu jatuh!"

Sonia menggeleng, "enggak mau, Sonia mau ketemu Bara!" Gadis itu melepaskan tangan Misya. Kemudian menuruni tangga meski terhuyung karena kepalanya yang terasa amat sakit dan berat.

"Sonia..." Misya mengejarnya.

Sonia terus berlari, hingga sampai di depan pintu kamar laki-laki itu. Sejenak ia menarik napas. Ia begitu pusing. Badannya semakin panas. Kedua matanya terasa berkunang-kunang. Tapi ia harus ketemu sama Bara, ia harus meminta maaf pada laki-laki itu.

Dengan kekuatan yang masih tersisa. Sonia membuka pintu kamar laki-laki itu. Namun sayang Bara tidak ada di sana. Kemudian dengan isak tangis, ia membuka pintu balkon.

Sonia lega, ia melihat Bara tengah berdiri membelakanginya.

Sonia segera berlari dan memeluk punggung laki-laki itu, dengan kedua matanya yang basah.

"Bara..."

Bara kaget, punggungnya terasa panas. Sonia benar-benar demam tinggi. Perlahan Bara memutar dirinya dan menatap gadis itu.

"Lho Sonia? Kamu sakit, kenapa kamu ke sini hem?"

Sonia menggeleng, ia terisak. "Maafin gue...". Perlahan Sonia mengusap rahang Bara bekas tonjokan Darel tadi. "Ini sakit?" Air mata gadis itu jatuh untuk ke sekian kalinya.

Bara mengangguk pelan, kenapa gadis itu datang padanya dengan tatapan seperti itu. Membuat Bara tidak yakin bisa melepaskannya.

"Maafin gue... Maaf..." Sonia menubruk laki-laki itu dan memeluknya erat. Membasahi dada Bara dengan tangisan pilunya.

"Lo kenapa hem? Lo sakit? Kenapa ke sini?" Bara mengusap lembut punggung Sonia penuh sayang.

"Gue kangen lo... Gue..." Gadis itu terdiam. Tangisannya kembali mengambil alih dirinya.

Bara tersenyum, gue juga kangen... Kangen banget malah..._hanya di dalam hati, Bara bisa menjawabnya.

Perlahan Bara mendorong gadis itu. Ia ingin meyakinkan dirinya. Apa sebenarnya yang ingin Sonia sampaikan padanya. Bara ingin melihat jawaban dari kedua matanya. Bukan dari mulutnya--yang kadang bisa berbohong dan mengelak pada sebuah perasaan.

"Lo kenapa?" Bara mengusap lembut air mata gadis itu.

"Jangan marah sama gue Bara. Gue denger lo mau pindah sekolah. Lo mau ninggalin gue, kenapa lo tega..." Ia kembali terisak.

Bara lama menatap ke-dua mata itu. "Kenapa memangnya? Kenapa gue enggak boleh pergi?"

Sonia gelagapan,"gue..." Gadis itu menunduk. Ia kehilangan kalimatnya.

Bara tersenyum, perlahan ia mengangkat dagu gadis itu. Mengusap bibirnya lembut. Menatap kedua matanya dalam. Seperti sebuah sugesti tatapan itu membuat Bara maju lebih dekat.

Lebih dekat!

Dan lebih dekat!

Kemudian detik berikutnya, Bara mencium bibir Sonia lembut. Mendekap tubuhnya hangat. Memberi rasa yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sonianya, miliknya, itulah sebabnya Bara tak pernah bisa melepaskannya. Karena sejak awal hati Bara hanya terbuka dan di isi oleh gadis itu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Dear Sonia (Sudah Tersedia Versi Ebook Di Google Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang