Perkataan Davin malah membuat Kevin semakin membencinya karena sudah berani-beraninya, dia mengungkit luka lama yang dengan susah payah Kevin sembuhkan walupun hasilnya tidak pernah ada alias nihil.
"Apa kamu sudah selesai?. saya lelah, saya tidak punya waktu untuk mengurus hal yang tidak penting sama sekali." Suara itu terdengar dingin dan tidak ada keramahan sama sekali.
pandangan Kevin sempat terhenti di bagian dada Davin yang terkena noda darah, apa anak ini tadi bertengkar?, tapi wajahnya dan juga tubuhnya tidak mengalami luka sedikitpun, jika bukan karena berkelahi lalu darah itu berasal dari mana?, apakah tadi dia menabrak seseorang atau hal yang lebih buruk dari itu.
walaupun Kevin sempat bertanya-tanya dalam hati tentang asal darah itu, namun kemudian dia tidak ingin tahu lagi, toh semuanya bukan urusannya, biarkan saja anak ini hidup dan menyelesaikan masalahnya sendiri, biarkan dia hidup sendiri dan bila perlu dia harus merasakan bagaimana kesepiannya Kevin selama belasan tahun tanpa ada tawa bahagia dalam hidupnya.
"Kak, apa kakak tidak punya waktu sedikit pun untukku?, aku ingin seperti yang lain, aku juga ingin menceritakan tentang diriku, aku ingin mengadu, aku ingin kita makan bersama, aku ingin kita saling bicara, aku juga ingin kakak menganggap aku ada, walaupun itu hanya sebentar, aku ini masih bernafas dan hidup tapi kakak bersikap seolah aku ini tidak pernah ada di hadapan kakak dan bahkan di dunia ini"
Kavin tidak berbicara apa-apa, tatapannya juga dingin dan tidak terlihat memiliki simpati sedikitpun.
"Sudah saya katakan, hiduplah sendiri dan jangan pernah libatkan saya dengan semua urusan kamu, jika kamu merasa saya bersikap demikian, itu semua memang benar, saya tidak pernah menganggap kamu itu hidup atau terlahir di dunia ini, bahkan saat ini saya merasa bodoh karena sudah berbicara dengan kamu." Kevin membalikan tubuhnya dan kembali menaiki anak tangga satu persatu, setelah sampai di kamarnya dengan sengaja Kevin menutup pintu kamarnya dengan sangat kasar yang menghasilkan bunyi dentuman yang sangat keras membuat beberapa pegawai di rumah itu terhentak.
Sejak semua perkataan yang ke luar dari mulut Kevin ahirnya Davin semakin sadar jika kehadirannya di dunia ini adalah sebuah kesalahan, Davin memang tidak pernah kekurangan harta dan juga ia selaku di fasilitasi oleh barang-barang mewah, namun semua itu tidak pernah membuatnya bahagia, dan kadang Davin berpikir jika gelandangan yang hanya hidup di tempat kumuh dan kotor itu lebih bahagia dari pada dirinya, mereka semua masih bisa hidup bersama-sama, saling membantu dan saling menjaga, berbanding terbalik dari dirinya yang selalu sendiri dan hanya di bayangi oleh kesepian.
Ini tidak adil!.
Namun itulah hidup, orang yang sederhana namun di dikelilingi oleh cinta dan keluarga, dan juga orang yang bergelimpangan harta namun sulit mendapatkan cinta.
Davin berjalan gontai menuju kamar tidurnya, hatinya hancur seperti kaca yang sengaja di lemparkan ke lantai, berantakan dan menjadi serpihan kecil yang tercecer sulit untuk di satukan seperti semula, pikiran nya pun ikut kacau, sulit untuk Davin bisa berfikir waras, dia menatap kosong laci yang berada di meja yang berada di dalam kamarnya, kakinya melangkah tanpa dia sadari, dirinya semakin dekat dan tangannya terulur untuk membuka laci tersebut dan mengambil sebuah benda yang tersimpan di dalamnya.
🍁🍁🍁
Bi Aminah ahirnya selesai memperban lengan Davin yang terluka, "jangan bilang siapa-siapa ya bi, hanya kita berdua saja yang tahu." bi Aminah hanya mengangguk sambil menahan air matanya yang sudah nyaris meluncur dari pelupuk matanya.
"Makasih ya. bibi kayaknya berbakat jadi suster atau dokter deh, hasil perbanan bibi rapi banget, aku yakin gak lama lagi pasti luka ku sembuh." bi Aminah menatap mata Davin yang terlihat merah, "aden harus janji, aden gak bakalan mengiris tangan aden lagi, bibi bosen harus sering ngobatin sama merban luka aden kaya gini terus."
Davin tersenyum menampakan deretan gigi rapih miliknya, "bibi romantis banget sih, jangan kaya gitu bi, nanti aku suka lagi sama bibi, bibi mau gak jadi pacar aku?", bi Aminah yang sudah hapal betul dengan tingkah laku Davin hanya menggeleng sambil tertawa kecil, "sama bibi aja aku di tolak apalagi kalau aku nyatain cinta sama Adeeva ya, bisa-bisa aku di jambak abis itu di cakar-cakar." Davin memang selalu bisa membuat orang di sekitarnya tertawa, namun dia tidak bisa membuat dirinya sendiri bahagia.
"Udah lah den, ngaco mulu ngomongnya, bibi mau nyimpen kotak p3k ini lagi ke tempatnya." Davin tersenyum simpul sesaat setelah Bi Aminah meminta ijin untuk kembali menyimpan kotak obat tadi, tangan kanan Davin yang tidak terluka kemudian menyentuh tangan kirinya yang sudah di obati dan di balut perban warna putih, setelah itu dia membaringkan tubuhnya yang lelah di atas tempat tidur king size miliknya, semoga kali ini kantuk cepat datang, sehingga Davin bisa melupakan sejenak semua masalahnya, dan Davin berharap jika di dalam mimpinya dia bisa merasakan kebahagiaan.
Kevin lagi capek, Pengennya santai kaya di pantai, slow kaya di pulau.
Kalau akoh sih gimana enaknya Kevin aja, mau nyungsep juga boleh, mau guling-guling akoh gak bakalan larang, yang penting itu senyum bisa ada terus, gak manyun terus, apa lagi musuhin adiknya sendiri, kasihan itu bocah di musuhin mulu, masuk neraka kamu Vin baru nyaho nanti.Kalau Davin masih anteng aja, masih bisa senyum juga...
Semangat ya Davin...
Di bully ama kakak sendiri emang gak enak banget. Akoh sebenernya pengen juga tuh hajar si Kevin yang masih keras kepala, pengen akoh toyor-toyor tuh palanya.
Kalau udah baca jangan lupa vote dan komentar ya...
Terimakasih buanyak....
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzheimer
Random(Sudah TAMAT dan masih lengkap)... Davin Santoso di vonis terkena Alzheimer saat dirinya masih berada di usia belasan tahun. belum lagi, setelah itu Davin juga kembali di vonis mengalami gangguan mental yang sama berbahayanya dengan vonis dokter se...