Delapan belas

338 27 0
                                    

"Kamu itu pembunuh, kamu yang sudah membunuh ibu, kenapa harus ibu yang pergi?, kenapa bukan kamu saja hah?, jika bukan karena kamu ibu tidak akan pernah pergi, saya benci kamu, sampai kapanpun saya tidak akan pernah memaafkan kamu!."

Davin terbangun dari mimpi buruknya dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya, Davin menutup wajahnya dengan kedua tangannya setelah itu dia mulai menggaruk rambutnya dengan kasar dan beranjak dari tempat tidurnya.

setiap kali Davin tertidur mimpi buruk itu akan selalu hadir sejak belasan tahun yang lalu dan membuat tidurnya tak pernah nyenyak, Davin bahkan sudah sangat ketergantungan dengan penggunaan obat tidur, dia tidak bisa terlepas dari obat itu bahkan segala cara sudah dia lakukan tapi tidak ada hasil sama sekali, semuanya tidak bisa melepaskannya dari mimpi buruk yang selama ini sudah menerornya.

Davin melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya, karena di sudah sangat telat jadi dia memutuskan untuk tidak masuk sekolah hari ini, Davin bersiap-siap dan langsung menyambar kunci yang tergeletak di atas meja yang berada tepat di samping tempat tidurnya.

Davin berlari saat menuruni anak tangga, dia tidur cukup lama malam ini namun entah kenapa dia masih merasa sangat lelah dan kepalanya malah menjadi pusing. dia berencana akan menemui seseorang yang selama bertahun-tahun ini sudah banyak membantunya.

sekitar dua puluh menit ahirnya Davin sampai di sebuah tempat yang sudah wanita itu janjikan sebelumnya.

"Ini obatnya Dav." Wanita yang memiliki lesung pipit di kedua pipinya itu menatap Davin dengan nanar "Dav apa kamu tidak ingin mencoba berhenti mengkonsumsi obat-obatan ini?." Tanya wanita cantik yang berdandan seperti kebanyakan gadis sederhana pada umumya itu, usianya mungkin lebih tua delapan tahun dari Davin namun karena tubuhnya yang ramping dan juga kulit nya yang masih bagus, ia dan Davin terlihat seperti teman sebaya.

"Sepertinya aku tidak bisa tidak bergantung kapada obat ini." Gadis itu hanya mengangguk mengerti. "Oke deh, kalau gitu aku pergi duduk ya, makasih atas obatnya."

"Iya, hati-hati Dav"

...

Setelah mendapatkan obat tadi Davin ahirnya memilih untuk mendatangi restaurant yang terletak tepat di seberang gedung milik keluarganya yang kini sedang di kelola oleh kakak satu-satunya. Davin memilih tempat duduk tepat di paling pojok karena hanya tempat itu yang di rasa paling tepat untuk menyendiri dan untuk sekedar bersantai.

"Mau pesan apa mas?, silahkan di pilih menunya." Seorang pelayan memberikan buku menu berwarna hitam dan langsung di terima dengan senyum hangat dari Davin.

Setelah beberapa kali melihat-lihat Davin masih bingung memilih menu untuk makannya kali ini, "terserah mbak aja lah, yang penting enak, bingung saya milihnya." Si pelayan mengernyitkan keningnya, dan langsung menuju dapur setelah menyampaikan beberapa kata yang ramah khas seorang pramusaji.

Kevin mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di atas meja, dia malas membuka ponsel dan dia juga tidak pernah suka membaca jadi satu-satunya hal yang menjadi pilihannya saat ini adalah mengetuk meja menggunakan jari telunjuknya.

"Davin?, ngapain kamu di sini?, kanu gak sekolah?." Davin mencari asal suara yang sudah ia kenal dengan baik itu, bibirnya tersenyum dan matanya menyipit seperti bulan sabit saat melihat Kirana sedang berdiri di sampingnya.
"Enggak kak, aku tadi bangunnya kesiangan, kakak mau makan juga?, bareng sama aku aja ya?." Davin berdiri dan langsung menarik kursi yang ada di sampingnya agar Kirana bisa duduk di sana.

"Dasar anak nakal, tapi tawaran kamu boleh juga tuh Dav, kamu udah pesen belum?." Kirana mencari-cari tempat pramusaji dan tangannya langsung melambai di saat dia bisa menemukannya.

"Udah, tadi aku udah pesen." Jawab Davin ambil menyenderkan di senederan kursi, persis seperti yang selaku di lakukan oleh Kevin, Kevin suka sekali menyenderkan punggungnya saat dia duduk santai seperti saat dia baca koran, menunggu makanan, berbincang santai, bedanya Davin selalu terlihat santai dan ceria ketika sedang berbicara, sedangkan Kevin lebih kaku dan dia hanya mengeluarkan sedikit sekali Kata-kata.

...
Setelah menunggu beberapa menit ahirnya makanan mereka berdua sampai. wangi menyeruak menusuk hidung mereka berdua membuat perut mereka semakin tak sabar meminta agar segera di isi full teng oleh si empunya perut.

Kirana tertawa saat makanan yang Davin pesan sama seperti makanan yang sering sekali Kevin pesan, "dasar adik-kakak, pesen makanan aja sampe sama an." Kirana tertawa dan menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Emangnya kak Kevin sering pesen ini juga ya?, padahal tadi aku gak niat pesen ini, aku malah bilang terserah sama pramusaji nya, soalnya aku udah laper, jadi semua makanan yang ada di daftar menu keliatan enak jadinya aku bingung, eh tahunya malah di buat in makanan yang sama kaya kak Kevin." Davin mengaduk-ngaduk makanan yang ada di hadapannya sambil tersenyum ringan.

"Ya udah Dav, ayo makan, nanti keburu dingin malah jadi gak enak."

                 Bersambung......

Makan gak ngajak-ngajak akoh...
Akoh juga laper tahu, disain napa Dav.

Si Davin bolos bukan karena sengaja ya, jadi jangan di judge yang gak-nggak itu anak, akoh cuma mau ngasih tahu doang, kasian.... udah di bully sama kakaknya di bully juga sama kalian..

Daripada membully si Davin mending kasih vote dan kalau sempet sih kasih komentar juga.

AlzheimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang