Satu

1.4K 95 23
                                    


Sebelum kalian baca cerita ini saya hanya ingin berharap SEMOGA KALIAN SUKA DENGAN KARYA SAYA...

sebagai penulis saya sudah merasa sangat senang karena kalian sudah mau meluangkan waktu kalian yang berharga hanya untuk membaca karya saya, jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan tekan vote di bagian paling bawah agar saya tahu siapa saja yang telah menjadi pembaca cerita ini.

Dan satu lagi yang paling saya harapkan adalah saran dari kalian agar kualitas cerita yang saya buat bisa semakin baik.

JADI SELAMAT MENIKMATI...

Bel tanda masuk sekolah telah berbunyi sejak lima menit yang lalu dan gerbang sekolah sudah tertutup rapat, setiap kelas sudah mulai sibuk dengan kegiatan belajar mengajar, setiap siswa yang telat tidak diperbolehkan untuk mengikuti pelajaran, dan sialnya Davin Santoso telat untuk datang ke sekolah untuk yang ke sekian kalinya.

"Sial gua telat lagi", Davin tidak akan menyerah begitu saja.

Davin menoleh ke pagar yangenjadi pembantai antara sekolah dan lingkungan luar, bagi Davin ini bukan pertama kalinya untuk memanjat tembok pembatas sekolah, bahkan dengan sangat cepat dia sudah berada di dalam lingkungan sekolah, untuk anak yang tidak pernah memanjat mungkin akan membutuhkan waktu yang sedikit lama, namun bagi Davin ini adalah hal yang sangat mudah.

Davin merapikan celananya yang sedikit kusut dan berdebu, tak lupa Davin juga merapikan rambutnya, kemudian dengan santainya ia berjalan begitu saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Dan BRUG...

Davin menabrak seorang siswi yang sedang membawa setumpuk buku yang Davin yakini adalah buku PR.

Davin tersenyum lebar saat dia melihat wajah gadis di depannya sudah berubah menjadi sangat kaku bahkan tidak ingin melihatnya.

"Sorry pacar, aku gak sengaja", Davin semakin gemas saat gadis itu menatapnya dengan tatapan sinis seperti yang dimiliki oleh seorang pembunuh berdarah dingin.

"Makin gemes deh kalau kamu sampe gak ngedip gitu liatin akunya", gadis itu sudah tidak tahan menghadapi Davin yang selalu saja seperti ini, menggodanya seolah olah dia itu benar benar pacarnya.

bagaimana bisa dia berkata seperti itu dengan mudahnya.

"Awas, aku tidak ada waktu untuk meladeni orang seperti kamu", gadis itu sengaja menabrakan bahunya kepada tubuh Davin hingga Davin sedikit terhuyung, alih alih marah Davin justru semakin tertarik dengan gadis yang ada di dekatnya saat ini, dengan lancangnya Davin mengambil semua buku yang ada di tangan gadis itu dan mendahuluinya, gadis itu benar benar kesal karena ulah Davin.

"Dav, bukunya mau di bawa ke mana?", Davin berhenti dan kemudian kembalikan tubuhnya menghadap gadis yang sekarang sedang berdiri sambil menahan emosinya.

"Adeeva putri pacar aku yang paling cantik dan manis, kamu ini polos banget apa emang bodoh sih, ya ke mana lagi kalau bukan ke ruang guru", Davin terkekeh geli sedangkan Adeeva hanya bisa mengerutkan alisnya menahan segala emosi yang sudah bercampur aduk saat ini.

Tak sempat Adeeva membalas Davin sudah kembali meneruskan langkahnya, Davin tahu jika PR harus di bawa ke ruangan guru berarti kelas sedang bebas, dia sangat beruntung kelasnya hari ini sedang free jadi dia tidak harus repot repot menyiapkan alasan yang akan dia berikan kepada gurunya nanti.

Seperti anak ayam yang mengikuti kemana induknya pergi, begitulah yang di lakukan oleh Adeeva saat ini, padahal beberapa waktu yang lalu dia sempat adu urat dengan laki laki tidak tahu malu yang selalu mengaku ngaku kalau dia adalah pacarnya.

Davin adalah anak dari pemilik sekolah tempat ia menimba ilmu sekarang ini, Santoso telah meninggal dunia sejak Davin berusia sembilan tahun akibat terkena serangan jantung, Davin selalu terlihat bahagia namun tidak saat dia sedang sendiri, sikap aslinya akan muncul di saat dia sedang kesepian, tidak hanya itu Davin juga adalah anak yang terbilang petakilan dan juga selalu membuat onar.

Setelah menaruh buku tersebut di atas meja guru kemudian Davin berbalik dan menghadap ke arah Adeeva yang sedari tadi terus mengawasinya dengan tatapan tajam, setelah di rasa jika Davin melakukan hal yang benar ahirnya Adeeva meninggalkan Davin.

Davin berlari untuk bisa menyeimbangkan posisinya dengan Adeeva yang sudah melenggang jauh di depannya.

"Kamu cepet banget sih jalannya, gak mau bareng sama aku emang?", Davin merangkul mesra pundak Adeeva yang sudah bisa di pastikan kemudian Adeeva akan menepisnya.

"Gak"

"Kenapa?"

"Gak ada alasannya" jawab Adeeva dengan cepat.

Davin hanya tersenyum jail seperti yang selalu yang dia lakukan, tidak peduli dengan ekspresi Adeeva yang sudah sangat sinis dan tidak suka.

"Ya sudah kalau kamu gak mau bareng sama aku, aku pergi dulu. belajar yang rajin, buat aku bangga", Davin mengacak acak poni Adeeva dan kemudian meninggalkan Adeeva sendirian.

"Davin kamu mau kemana, kelas kita kan ke sana, sebentar lagi ada tugas dari pak Abdul", Adeeva menunjuk arah yang berlawanan dengan Davin.

Davin berbalik sambil menyunggingkan senyum terbaiknya yang sebenarnya di sukai oleh Adeeva, sementara jari telunjuk dan jari tengahnya diletakan di bibirnya seolah dia sedang merokok.

"Dadah pacar..., kaya biasa ya aku ijin dulu", Davin melenggang pergi sementara sang sekertaris kelas hanya bisa diam kaku dengan mulut terbuka lebar karena tidak percaya dengan apa yang di lakukan Davin, Davin selalu saja bolos dan dengan santainya dia meminta atau lebih tepatnya memaksa Adeeva untuk membantu nya membolos tanpa ada yang mengetahui, jika tidak Davin akan mengancam akan memberitahu jika mereka berpacaran kepada semua siswa di SMA ini, sebenarnya Adeeva tidak perlu takut karena dia memang tidak memiliki hubungan apa apa, yang Adeeva takutkan adalah jika berita itu menyebar akan ada para gadis yang sudah buta oleh ketampanan Davin yang akan mengganggu nya, Adeeva hanya ingin menuntut ilmu dan tidak ingin ada hal yang lainya yang bisa membuat nilai nilainya menjadi terganggu.

AlzheimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang