tiga puluh dua

339 23 2
                                    




Memandangi layar laptop yang sedang menampilkan beberapa pengetahuan tentang Alzheimer yang sebenarnya adalah penyakit yang membuat si penderita mati secara perlahan-lahan, Kevin mulai merasa kepala nya terasa pening.

Kirana masuk begitu saja tanpa menghiraukan tatapan tak suka yang Kevin berikan kepadanya.

"Sudah sering aku katakan, ketuk pintu terlebih dahulu sebelum kamu masuk ke dalam ruanganku"

Kirana hanya mencibir dan meletakan kembali buku yang sudah selesai ia baca ke rak buku milik Kevin dan kemudian mengambil buku lainnya yang terletak di bagian bawah rak buku tersebut.

Kirana melihat Kevin yang masih memfokuskan pandangannya ke arah laptop sambil menggerak-gerakan jemarinya di atas meja.

Biasanya kirana akan langsung pergi setelah mendapatkan buku yang ia inginkan, namun setelah melihat ekspresi Kevin yang terlihat gusar Kirana kemudian memilih untk menghampiri Kevin yang langsung menutup layar laptopnya sebelum kirana sampai di dekatnya.

"Lebih baik kamu kembali ke ruangan kamu sekarang, aku sedang sibuk dan sedang tidak ingin di ganggu oleh siapapun terutama kamu, mengerti?"

Kirana membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang di katakan oleh Kevin, perkataannya itu sama dengan mengusirnya secara terang-terangan.

"Aku mau liat dulu apa yang ada di laptop kamu, baru aku akan pergi"

Tentu saja Kevin menolak dan tak akan pernah mau memberitahu kirana, jika itu sampai terjadi yang ada kirana akan menasihati dirinya.

Jadi orang itu ego nya jangan kegedean, nyesel kan sekarang.

Coba kalau dulu kamu gak bersikap ke kanak-kanakan semua ini pasti tidak akan terjadi.
Dan bla bla bla... belum apa-apa saja Kevin sudah bisa menebak apa yang akan di katakan oleh Kirana, dan di saat yang sama kirana merebut laptop Kevin dan menghadapkan laptop tersebut ke arahnya.

"Alzheimer?..." alis Kirana berkerut dan Kevin kembali menghadapkan laptop yang layarnya sudah di buka Kirana kembali ke arahnya.
"Apa Da_vin?" Ucap kirana ragu dan berharap jika Jawaban Kevin tidak sama sepeti apa yang ada di kepalanya namun anggukan kepala Kevin membuat Kirana sangat sedih.

"Tapi dari mana kamu tahu, apa Davin sudah mengatakannya kepada kamu?" Kevin menatap Kirana yang masih berdiri kemudian duduk di hadapannya.

"Aku tahu karena dulu dia pernah menjatuhkan obatnya saat dia ke kantor ini beberapa bulan yang lalu, aku sudah curiga namun aku masih berharap jika apa yang aku pikirkan itu salah"

Kevin kembali teringat saat Davin menabraknya dan setelah itu dia bersikap seolah tidak pernah terjadi apapun dan langsung menunjukan sepatunya yang berasal dari Kirana.

"Lalu kamu sendiri tahu hal ini dari siapa?, bukannya kamu tidak perduli dan menganggap dia itu sudah mati" Kata-kata Kirana terdengar sangat sadis namun itu semua memang benar pernah ia lakukan kepada Davin.

"Kamu masih ingat dengan Alisa?" Kevin kembali menatap layar laptopnya yang masih menunjukan hal yang sama.

Kirana nyaris melompat saat Kevin kembali menyebutkan nama seseorang yang sangat penting di hidup Kevin.
"Alisa mantan pacar kamu?, yang culun itu? Yang kemana-mana pake kacamata tebel?" Kevin mengangguk dan membuat mata Kirana nyaris melompat dari kelopak matanya.

"Dia psikiater nya Davin, aku tidak tahu jika itu adalah Alisa yang aku kenal, dia menceritakan semuanya kemarin dan aku tahu jika penyesalan ku saat ini sudah tidak berarti apapun karna Davin sudah terkena alzheimer sejak empat tahun yang lalu dan sudah mulai menjadi parah sejak dua bulan terahir ini"

Kevin menyandarkan punggungnya terasa sangat berat dan kemudian Kevin memejamkan matanya yang mulai berair, tentu saja Kevin tidak ingin kirana melihat dirinya menangis.

"Bahkan semalam Davin merasa dirinya masih bersekolah di sekolah dasar dan menunggu ayah hingga pukul setengah sebelas malam, dia juga tidak mengenali ku dan dia sempat menolak saat aku ajak dia pulang, tapi aku bersyukur tadi pagi Davin kembali menjadi sepeti biasanya"

Kirana menatap datar Kevin yang sudah menegakan kembali tubuh nya "lalu apa yang sekarang ingin kamu lakukan?" Kevin menggelengkan kepalanya lemah dan kemudian meremat kepalanya yang terasa ingin pecah sekarang juga.

"Apa kamu masih harus aku ajari untuk itu Vin?" Mata Kirana menyiratkan sebuah kemarahan.
"Ego mu Vin, coba turunkan ego mu sebelum kamu benar-benar kehilangan dia dan menyesali semuanya, cukup sampai di sini Vin, apa delapan belas tahun itu belum cukup untuk menghilangkan rasa marah kamu ke pada takdir, aku tahu sebenarnya kamu tidak benar-benar benci kamu hanya menjadikan dia sebagai pelampiasan amarah kamu"

Lagi-lagi ucapan kirana sangat tepat dan mampu membuat hatinya merasa nyeri.

Bersambung......

AlzheimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang