tiga puluh tiga

361 19 0
                                    


Kirana sudah beberapa kali membujuk Kevin untuk bisa sedikit melembutkan hatinya, Kirana juga sudah sering sekali mengatakan jika ini semua karena takdir dan Davin adalah korban yang sebenarnya namun Kevin tidak ingin mendengarkan ucapan siapapun yang dia rasa sudah membela Davin.

Seharusnya Kevin bersyukur setidaknya Davin selamat waktu itu, dan dia bisa saja hidup bahagia dengan ayah dan adiknya namun yang dia lakukan terlalu kekanak-kanakan, Kevin beruntung masih bisa merasakan kasih sayang seorang ibu dan ayah dalam keluarga yang lengkap namun Davin harus hidup tanpa kasih sayang seorang ibu bahkan Davin tidak pernah bisa merasakan pelukan ibunya yang hangat yang selalu Kevin rasakan sewaktu dia kecil dulu.






🍁🍁🍁

Davin sedang melamun di sekolahnya, duduk sendirian di bawah pohon yang rindang dan ditemani oleh angin yang menyejukkan tubuh nya.


"Ngapain kamu nyuruh aku buat datang ke sini?, aku sibuk, kalau kamu nyuruh aku ke sini hanya untuk main-main aku gak bisa lama-lama" Davin tersenyum lembut dan Adeeva selalu lemah dengan senyum yang Davin berikan, sekuat tenaga Adeeva tidak menyerah agar selalu terlihat dingin di hadapan Davin, lelaki tak tahu diri ini sudah membuat Adeeva patah hati di saat sudah berhasil membuat Adeeva jatuh cinta kepadanya. Sangat brengsek memang...




"Duduklah dulu, aku ingin bicara hal yang penting" Adeeva masih berdiri sambil melipat tangannya "duduk Deev,  kamu kurang mengerti dengan apa yang aku katakan?" Masih dengan nada yang lembut namun Adeeva merasa itu adalah sebuah perintah yang mutlak baginya.


Adeeva duduk di hadapan Davin yang menatapnya dengan tatapan aneh dan kerinduan yang sangat besar tapi Adeeva tak ingin besar kepala karena bisa saja Davin hanya berusaha untuk menggodanya sama sepeti selama ini jika Adeeva selalu membuka hatinya yang ada dia kan kembali merasa in patah hati



"Aku cinta sama kamu" Davin meremas lembut jemari Adeeva, Adeeva sendiri masih diam tak memberikan respon apapun, dia rasa telinganya sudah tidak sehat lagi.



"Aku hanya ingin kamu tahu sekarang, aku takut tidak memiliki waktu dan kesempatan sepeti ini lagi, jika aku bisa memilih aku ingin bisa bersama kamu selamanya dan menjaga kamu hingga kamu berubah menjadi wanita tua renta nanti"



Adeeva nyaris menangis karena tak percaya dengan indera pendengarannya sendiri "kamu kok ngomongnya ngelantur?, kalau kamu memang cinta lalau kenapa kamu terdengar seperi menyerah dan tak ingin memperjuangkan aku?"

Davin dan Adeeva masih saling memandang satu sama lain tanpa ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut mereka masing-masing.


"Aku ingin, tapi aku tidak bisa" Adeeva menarik tangannya yang sejak tadi di genggam erat oleh Davin.



"Lalu kenapa kamu mengatakan jika kamu mencintai aku sedangkan kamu sendiri tidak bisa membuatku menjadi milik kamu, lebih baik kamu tidak mengatakannya daripada aku harus mendengar sebuah ungkapan cinta sekaligus penolakan dari mulut mu sendiri, kamu egois Dav" Adeeva berlari meninggalkan Davin yang masih duduk di tempatnya semula, dia tidak ingin mengejar Adeeva, tujuannya mengatakan hal itu hanya ingin Adeeva tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.





...

Sekitar pukul dua siang Davin berjalan menyusuri jalanan kota yang  cukup sepi, dirinya mendadak merasa asing di tempat ini padahal dirinya yakin jika ini adalah jalan yang biasa ia lewati, semuanya tampak berbeda.

  Sementara mobilnya sengaja ia tinggal di sekolah karena ia bingung dengan cara menggunakannya padahal tadi pagi dirinya berangkat dengan mobil itu, ini semua mungkin karena penyakitnya yang semakin parah.

Davin telah berputar-putar di jalan ini sampai beberap kali, kakinya mulai terasa sakit dan untunglah dirinya bertemu dengan Kirana yang kebetulan lewat di daerah tersebut.




"Davin?" Kirana memanggil Davin yang terlihat kebingungan, kemudian Kirana turun dari mobilnya dan kemudian berlari mengitari ke depan mobil menuju Davin yang berada di trotoar "Kamu ngapain di sini?"


"Aku mau pulang, tapi kayaknya aku nyasar kak, udah hampir satu jam aku masih belum bisa menemukan jalan yang biasa aku lewati"

Jalan yang biasa ia lewati?
Memang ini jalannya, namun kenapa Davin malah tersesat di tempat yang tidak asing baginya.


"Ya sudah, ayo ikut kakak. Biar kakak antar" Davin yang sudah sangat lelah kemudian masuk ke dalam mobil kirana.


"Kamu udah makan?" Tanya kirana saat matanya masih fokus ke jalannan yang ada di hadapannya dan kemudian mengalihkan perhatiannya sebentar kepada Davin setelah itu dia kembali memperhatikan jalannan.

"Belum" Kirana tersenyum sambil terus memegangi stir mobil.

Dia sebenarnya tahu pasti Davin belum makan, Kirana hanya ingin memastikan apakah Davin masih bisa mengingat hal-hal sepeti itu atau tidak, hatinya sedikit lega mendengar jawaban Davin barusan.

"Kalau gitu kita makan dulu, kakak kamu ngajakin kita makan sekarang" sebenarnya sekarang adalah jam tanggung dan tadi siang Kirana dan Kevin sudah makan namun ia sengaja ingin mengajak Davin makan agar dia merasa senang.


"Kak Kevin? Yang bener dia ngajakin aku makan, kak Kirana gak lagi ngerjain aku kan?" Kirana tertawa mendengar perkataan Davin yang terdengar apa adanya.

"Kakak serius Dav, dia bilang ingin memperbaiki semuanya mulai dari sekarang, jadi siapkan dirimu untuk mulai merasakan kebahagiaan mulai dari sekarang"





Bersambung...

AlzheimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang