Suasana malam itu cukup lengang, tidak banyak kendaraan ataupun pejalan kaki berlalu lalang karna ini bukan akhir pekan. Cuaca juga sedang cerah, malam gelap bertabur jutaan bintang, ditemani sinar temaram bulan purnama yang beradu dengan gemerlap lampu kota.
Hembusan angin dingin sebenarnya juga ikut andil mengapa trotoar yang biasanya ramai oleh pejalan kaki justru tampak sepi begini, keberadaan mereka hanya bisa dihitung jari. Padahal tempat ini adalah sebuah komplek pertokoan paling terkenal seantero distrik.
Di ujung perempatan, terdapat berbagai macam pertokoan berjajar mulai dari ujung timur hingga ujung barat. Toko kelontong, salon kecantikan, galeri lukisan, penjual bunga, dan jasa tato tubuh juga bisa ditemukan dengan mudah di sini.
Park Woojin, salah satu pemilik outlet di kompleks pertokoan itu tampak sibuk membereskan beberapa peralatan di studio tatonya. Ruangan berukuran 7 x 7 meter itu bukan sepenuhnya milik Woojin sih sebenarnya, ada empat seniman tato lainnya yang juga ikut menanam saham atas ruangan ini. Woojin, Jihun, Donghyun, dan Jinyoung, mereka berempat adalah lulusan fakultas seni saat masih kuliah dulu, lantas keempatnya memutuskan untuk membangun studio tato ini bersama sama.
Sejak awal peresmian usaha studio tato dibuka, mereka tidak terlalu mengalami kendala berarti. Selama hampir tiga tahun berdiri, omset usaha perlahan melambung naik, bahkan nama mereka sudah cukup di kenal banyak pihak.
Kembali lagi pada aktivitas seorang Park Woojin. Sekarang ia sedang mengemasi jarum jarum bekas pakai, menyatukannya dalam satu kardus kecil, dan meletakkan di luar studio, karna besok pagi pagi sekali petugas kebersihan kota akan mengangkutnya.
Woojin berkacak pinggang seraya mengamati seluruh penjuru ruangan, memastikan tak ada satu bendapun tergeletak sembarangan. Merasa selesai membereskan seisi studio, ia menyambar jaket bomber hitam yang menggantung di balik lemari kaca berisi peralatan tato, mengenakannya dan mengancing resleting hingga maksimal.
Malam ini Woojin memang menjadi yang terakhir berada di studio, karna Donghyun sudah mendapat panggilan dari sang tunangan, Jihun dan Jinyoung juga pulang duluan karna lelaki berpipi tembam itu terus terusan mengeluh kelaparan sejak sore tadi.
KLIK
Tepat pukul 20.00, pintu studio sudah terkunci. Dengan terkuncinya studio, menandakan bahwa si seniman tato bisa segera pulang ke apartemen dengan tenang, mengistirahatkan tubuh lelahnya setelah bekerja seharian. Suara gemericik kunci terdengar nyaring kala Woojin memasukkan benda itu ke dalam kantong jaket.
"Di—dingin—" suara rintihan –yang sepertinya tak jauh dari sini- menusuk indera pendengaran Woojin tepat setelah bunyi gemericik kunci mereda.
Mengikuti naluri, Woojin menambah tingkat kewaspadaan. Kerutan tipis tercipta di dahinya, ia mematung sejenak dan menajamkan fungsi telinga. Woojin tidak mungkin salah dengar bukan?
"Aku—ingin lagi" suara misterius itu terdengar lagi, "Beri aku lebih—banyak" jeda sesaat sebelum si suara misterius kembali merengek, "Aku ingin terbang, terbang jauh meninggalkan bumi"
Otomatis tubuh si seniman tato bergidik ngeri. Kira kira siapa yang malam malam begini malah merengek ingin terbang meninggalkan bumi? Sekelebat pikiran pikiran irasional menghinggapi Woojin, jangan jangan dia malaikat yang jatuh dari surga, seperti film film fantasi yang perna ia tonton.
Apakah Woojin akan menemukan sosok berpakaian putih, memancarkan cahaya kuning emas dari seluruh tubuh dan memiliki sepasang sayap di balik punggungnya?
Ia tidak akan tau jika tidak mencoba. Takut takut Woojin memutar perlahan kepalanya menuju sumber suara. Kalau tidak salah tebak suara tersebut berasal dari celah sempit antara studionya dan toko bunga milik bibi Yoon, atau bisa jadi asalnya dari toko bibi Yoon sendiri?
Woojin menggeser tubuh selangkah, seingatnya bibi Yoon selalu menutup toko pukul 16.00, tidak mungkin bukan jika bibi Yoon masih ada di sana?
Oh, dugaan Woojin benar. Toko bunga bibi Yoon tertutup rapat, lampunya juga sudah mati. Intinya tidak ada tanda tanda kehidupan berasal dari toko bunga si bibi.
Sebelum menyelidiki lebih lanjut, Woojin menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri bergantian. Beberapa kedai penjual makanan memang masih buka, ia jadi tidak perlu merasa takut jika si pemilik suara misterius itu bertindak macam macam. Woojin bisa berteriak meminta bantuan.
Beberapa detik mengumpulkan tekat dan bermodal rasa penasaran, lelaki berkulit tan itu mengumpulkan segenap nyali untuk melangkah menghampiri gang sempit tersebut.
"Siapa di sana?" nada suara Woojin naik satu oktaf, antara takut dan waspada.
Kebetulan satu satunya lampu sebagai penerangan di celah sempit itu sedang mati, mungkin bibi Yoon lupa menyalakannya. Hanya cahaya alami sinar bulan yang menembus di antara dua bangunan.
Nyali Woojin seakan menciut perlahan kala tak mendengar jawaban apapun, namun suara gemelatuk gigi khas orang yang sedang kedinginan itu makin berbunyi kencang. Langkah kaki si seniman tato semakin masuk lebih dalam, di sambut oleh tumpukan kardus kardus bekas milik studionya dan sebagian milik bibi Yoon.
Pikiran Woojin semakin melanglang buana, bagaimana jika ternyata itu bukan seorang malaikat? Melainkan suara hantu? Atau orang gila? Atau seorang korban bully?
Mencoba berpikir positif, Woojin mendekati tumpukan kardus itu. Masih mempertahankan kewaspadaan setinggi langit, ia menggeser perlahan kardus kosong seukuran kulkas dua pintu, dan—
"Astaga!" pekik Woojin panik, raganya seketika menegang.
Bagaimana tidak? Woojin baru saja menemukan seonggok manusia berkulit sepucat mayat, dengan posisi terbaring meringkuk mengenaskan di balik tumpukan kardus sembari menggumamkan kata kata tidak jelas. Kedua matanya terbuka, namun hanya memancarkan tatapan kosong seperti raga tanpa nyawa. Tubuh kurus itu menggigil kedinginan, di sertai darah segar merembes membasahi baju lengan panjang yang ia kenakan.
Woojin panik, maka ia segera melepaskan jaket dan membungkus sosok lelaki cantik yang menyedihkan itu. Beruntung Woojin masih memiliki empati. Perlahan ia mendudukkan si menyedihkan, menyandarkan tubuh tersebut pada dada bidangnya sendiri.
"Guanlin" sosok itu menjulurkan tangan kirinya, mencoba mengusap pipi Woojin.
Tapi Woojin tidak mempedulikan omongan melanturnya, ia lebih memilih menyibak lengan baju berhiaskan darah segar itu dan semakin terkejut akibat menemukan beberapa luka sayat berjajar rapi di sepanjang lipatan siku sampai pergelangan tangan. Bukan itu saja, beberapa bekas –yang kelihatannya- suntikan jarum juga bisa Woojin temukan.
Tubuh menggigil, omongan melantur, luka sayatan yang masih terbilang segar dan hilang kesadaran. Walaupun awam Woojin tau betul, bahwa ini adalah gejala pecandu narkoba yang kekurangan dosis konsumsi. ia pikir, lelaki cantik ini pasti sedang berusaha menghentikan kecanduan. Di saat seperti ini, Woojin hanya bisa mengingat satu nama.
"Kak Youngmin, aku butuh bantuanmu. Aku baru saja menemukan seseorang dalam keadaan sakau. Bisakah kau datang ke unitku sekarang juga?"
TBC
moga moga ada yang baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
2850 | PRODUCE 101 S2 jinseob
Fanfiction[COMPLETED] tentang si seniman tato yang menemukan seorang pecandu narkoba dalam keadaan sakau tak jauh dari studionya.