Level 9

757 205 54
                                    

Rasa bahagia benar benar meliputi Hyungseob. Guanlin yang selama ini hanya mampu ia sebut namanya tanpa bisa bertemu, kini telah berada tepat di depan matanya. Sungguh, Hyungseob pikir Guanlin ikut tertangkap polisi ketika penggerebekan malam itu.

Sosok Guanli, masih sama menawannya di mata Hyungseob. Tubuh tinggi tegapnya, sorot matanya, wajah tampannya, bahkan aroma tubuhnya masih tetap menjadi favorit Hyungseob sejauh ini. beberapa detik kemudian si mungil melepas pelukan, menoleh ke sekeliling, lantas menyeret Guanlin masuk ke unit apartemen Woojin, dan menutup pintu rapat rapat.

Di balik pintu, Hyungseob kembali memeluk Guanlin erat, menenggelamkan wajah di bahu lelaki tinggi itu seakan enggan untuk melepasnya barang sedetikpun. Guanlin juga begitu, ia mendekap pinggang Hyungseob dan mengusap lembut belakang kepala si mungil. Tak lupa menyesapi aroma shampo yang tampaknya tidak sama lagi seperti terakhir kali mereka berpelukan.

"Demi seisi dunia, aku sungguh merindukanmu" kata Hyungseob sedikit hyperbola, ia mendongak menghadap Guanlin.

Guanlin terkekeh, merasa lucu hanya dengan melihat wajah menggemaskan lelaki dalam dekapannya, "Demi seisi galaksi, aku sungguh merindukanmu" balas Guanlin, menyatakan bahwa rasa rindunya lebih besar dari Hyungseob.

Hyungseob tersenyum malu malu, dan Guanlin tak bisa menahan lebih lama lagi kegemasannya. Si jangkung menunduk, menyambar bibir merah muda si mungil. Tentu dengan senang hati Hyungseob menyambutnya, ia ikut mendongak agar Guanlin lebih mudah menggapai bibirnya, lalu melingkarkan lengan di balik lelaki tinggi itu. Hyungseob selalu lemah atas ciuman Guanlin.

Tanpa di duga Guanlin mendorong Hyungseob hingga punggungnya membentur pintu. Bibir tebal si dominan menghisap bibir bawah submisifnya, menggoda dengan jilatan dan hisapan lembut. Hyungseob tersenyum di sela ciumannya, merasa senang karna kembali mendekap serta mencium Guanlin lagi setelah beberapa hari terpisah.

Detik demi detik berlalu, tiba saatnya Hyungseob mulai kehabisan nafas. Kedua tangannya tak lagi melingkari leher Guanlin, ia mendorong tubuh yang mengungkungnya supaya memberi jarak. Hela nafas panjang dan sedikit tersengal mengalun dari celah bibir Hyungseob.

"Bibirmu masih saja manis, meskipun aku tak lagi mencium aroma heroin" ungkap Guanlin seraya mengamati bibir Hyungseob yang berkilau karna salivanya.

"Sejak di rehabilitasi, aku sudah berhenti mengkonsumsinya" Hyungseob mengendikkan bahu, "Ciumanmu juga masih mengagumkan, sayangnya aku tak mendapatkan sensasi nikotin dari bibirmu" ia ikut mengomentari rasa bibir Guanlin.

Si pemilik lesung pipi tertawa, "Aku belum merokok hari ini. Aku sangat sibuk, ini saja aku hanya punya waktu sampai jam lima sebelum mengantar barang lagi"

Hyungseob mengernyit bingung. Bila meresapi dialog Guanlin baik baik, lelaki ini berarti masih belum kapok menjadi kurir narkoba, "Sumpah! Ku pikir kau sudah mendekam di penjara" ia mendesah lega, mendapati Guanlin tidak sempat merasakan dinginnya jeruji besi.

Guanlin tertawa remeh, "Aku lebih cerdas dari polisi polisi itu sayang, aku tidak mungkin tertangkap semudah itu" tangannya menghinggapi rahang Hyungseob, dan mengusap pipi putih itu menggunakan ibu jari.

Mata bening Hyungseob berkaca kaca. Ia akui Guanlin memang punya banyak strategi cerdas untuk mengelabui polisi dan antek anteknya, walau tidak begitu pandai berkelahi. Selain itu lelaki tampan ini juga selalu mengutamakan Hyungseob di atas segalanya.

"Guanlin, terima kasih banyak kau sudah menyelamatkanku malam itu" si mantan pecandu menabrak tubuh Guanlin lagi, menahan air mata sebisa mungkin, ia malu kalau harus menangis.

"Aku akan melindungimu sebisaku Hyungseob" ujar Guanlin menenangkan.

"Kau tinggal dimana sekarang?" pertanyaan ini yang sejak tadi Hyungseob ingin tanyakan. Di mana ia bersembunyi sejak markas mereka di segel?

Guanlin menyempatkan mengecup mata berair Hyungseob sebelum menjawab, "Aku tinggal di mansion seorang mafia. Tenang saja, mereka punya banyak bodyguard yang akan melindungiku"

"Dimana itu? Aku ikut denganmu" si mungil memasang ekspresi seperti anak anjing yang ingin di pungut, berharap Guanlin mengizinkannya untuk tinggal bersama.

"Tidak sayang" kepala Guanlin menggeleng mantap, "Kali ini aku tidak ingin kau terlibat dalam hal apapun. Dia mafia kelas kakap bertaraf internasional, tau bukan apa maksud perkataanku?" ia mencoba memberi pengertian, "Sangat bahaya di luaran sana, dan aku tidak mau menempatkanmu dalam bahaya. Mengerti?" pada akhir kalimat ia menatap teduh manik Hyungseob.

Bibir Hyungseob mengerucut, "Iya, aku mengerti" setengah hati ia mengiyakan permintaan Guanlin.

"Hey, jangan cemberut begitu. Aku akan mengunjungimu setiap hari, hm?" telapak besar Guanlin menangkup pipi Hyungseob, mengangkatnya beberapa derajat sampai mata mereka saling bertemu, "Tetaplah tinggal di sini sampai tiba saatnya aku menjemputmu. Bersabarlah sebentar lagi"

Setelah itu mereka memilih untuk duduk di sofa milik Woojin. Bertukar cerita singkat selama berpisah. Hyungseob menceritakan semua detailnya tanpa terlewat satupun. Mengenai Woojin yang menemukannya, bagaimana Woojin memperlakukannya dengan baik selama ini sampai mau membawa ke tempat rehabilitasi, bahkan mendaftarkannya ke kelas memasak.

Dari cerita Hyungseob tersebut, Guanlin percaya bahwa Woojin juga sanggup melindungi si mungil kesayangannya. Ia tidak perlu khawatir lagi sekarang.

Unit apartemen Woojin kembali diselimuti keheningan. Guanlin sudah pergi, menyisakan Hyungseob yang duduk menekuk kaki di atas sofa. Pertemuan tak terduga dengan Guanlin barusan membuat perasaannya tidak karuan.

Guanlin memang tidak membawa narkoba, tapi Hyungseob sudah bisa menebak jika suatu saat nanti dia pasti akan menyodorkan heroin favoritnya. Baru saja kemarin zat adiktif itu musnah dari tubuh Hyungseob, tidak mungkin bukan ia kembali mengotorinya?

Jauh dalam lubuk hati, Hyungseob masih ingin Guanlin berada disisinya. Namun kehadiran seorang Park Woojin dalam hidupnya juga turut andil untuk memperbaiki masa depan. Nyaris saja nama Guanlin terkikis dan terganti oleh Woojin, jika lelaki tinggi itu tidak menemuinya tadi.

Hyungseob dilema. Ia menganggap Guanlin dan Woojin sama pentingnya. Bednaya, Guanlin membawa pengaruh buruk, sedangkan Woojin membawa pengaruh baik. Dari binar mata Guanlin maupun Woojin, Hyungseob bisa menilai, mereka sama sama menyukai dirinya.

Guanlin adalah pahlawan bagi Hyungseob. Sebelum bertemu Woojin, ia memang menggantungkan hidupnya pada Guanlin. Woojin memang membuatnya nyaman dengan segala kebaikan yang ia berikan, tetapi tetap saja Woojin adalah orang baru dalam kehidupan Hyungseob. Dan Guanlin? Mereka sudah lama saling mengenal, sampai seluk beluk Guanlin juga Hyungseob sudah hafal di luar kepala.

"Aku pulang" teriak Woojin setelah membuka pintu.

"Selamat datang Woojin!" Hyungseob menyapanya seceria tadi pagi, menyembunyikan raut kebimbangan sebaik mungkin. Ia ingin merahasiakan pertemuannya dengan Guanlin hari ini, jangan sampai Woojin tau.

Woojin tersenyum senang kala mendengar ada suara lain membalas sapaannya karna ini kali pertama ia merasakan punya teman serumah. Tanpa Woojin ketahui apa yang telah terjadi di unit apartemennya beberapa menit ke belakang. 

TBC

menerima hujatan dan cacian dengan senang hati karna apdetnya lama heeuheu :(

2850 | PRODUCE 101 S2 jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang