Level 16

811 198 69
                                    

Woojin tetap bungkam, mengabaikan pertanyaan serta sorot mata ketakutan milik Hyungseob. Kaus hitam yang tadinya hendak Woojin kenakan tiba tiba melayang ke arah si mungil. Lelaki berkulit tan itu mencoba mengekspresikan emosi, meskipun akhirnya kaus tersebut meleset tepat disamping kepala Hyungseob.

Mendapat perlakuan seperti itu otomatis Hyungseob semakin kebingungan. Ribuan pertanyaan seakan membuncah dalam kepalanya. Ia terus bertanya dalam hati, apa yang salah dengan Woojin? meskipun akhirnya tak mendapat jawaban apapun.

"Woo—Woojin, kenapa?" alis Hyungseob bertaut terang terangan.

"Kau tanya kenapa?" suara Woojin langsung melejit dua oktaf dari biasanya.

Raut wajah tegang berkobar amarah membuat nyali Hyungseob seketika menciut. Beberapa menit berlalu, ia tak mendapat petunjuk apapun tentang mengapa Woojin marah marah begini. Pasti sesuatu baru saja terjadi saat ia tertidur tadi, dan sayangnya Hyungseob tak menemukan secuil ingatanpun.

"A— apa—apa terjadi sesuatu?" cicit Hyungseob ragu.

"Ya! Telah terjadi sesuatu pada dirimu!" masih bertahan pada nada marah, jari Woojin menunjuk nunjuk wajah ketakutan Hyungseob.

"A—Aku? Apa—apa yang terjadi padaku?" kerongkongan Hyungseob mendadak merasa kering, suaranya terbata karna ketakutan.

Woojin tertawa remeh, "Kau tidak ingat apa ini?" tanya Woojin sarkas, seraya menunjuk leher dan area dadanya yang mana terdapat bercak kemerahan di beberapa titik.

Terlalu lama berjibaku dengan perasaan takut, Hyungseob jadi terlambat menyadari bahwa kulit tan Woojin ternoda guratan merah pada beberapa bagian. Si mungil menelan ludahnya susah payah, Hyungseob masih cukup pintar untuk tau dari mana asalnya bercak merah tersebut.

Hyungseob menjawab disertai gelengan lemah, "Ti—tidak" jawabnya jujur. Ia sungguh tidak bisa mengingat apapun.

"Ini hasil perbuatanmu!" bentak Woojin murka.

"A—Aku? Memangnya apa yang aku lakukan?" Hyungseob bertanya seraya menunjuk wajahnya sendiri. Kalu dirasa rasa, sepertinya tidak mungkin dia berindak kelewatan begitu, "Aku tidak mungkin memperkosamu bukan?" lanjutnya sangsi.

"Oh, kau sungguhan tidak ingat?" Woojin bertanya demikian seraya menaikkan sebelah alisnya. Ia melangkah pasti mendekati ranjang, "Mau ku tunjukkan apa yang kau lakukan padaku?" lanjut si lelaki berginsul setelah lututnya membentur ranjang.

Hyungseob dilanda keraguan, haruskah memberi anggukan atau gelengan? Jika menggeleng, ia tak akan pernah tau apa yang terjadi sebelum ini. Jadi Hyungseob memilih untuk mengangguk, meskipun tidak begitu yakin dengan pilihannya.

Bibir Woojin menyunggingkan sebuah seringai. Tangan besar lelaki itu menyibak kasar selimut yang membungkus tubuh Hyungseob, lantas mendorong bahu sempit si submisif agar kembali berbaring. Kini wajah keduanya hanya berjarak beberapa centi. Hyungseob semakin ketakutan kala iris tajam ditambah tubuh setengah telanjang Woojin mengungkungnya.

"Woo—Woojin, apa yang kau lakukan?" tak bisa dipungkiri, jantung si mungil berdebar kencang, bola matanya bergulir ke sembarang arah, menghindari tatapan tajam mata Woojin.

Sesaat Hyungseob menyesali pilihannya sendri, ia harusnya tau bahwa memilih untuk mengangguk sama saja dengan mengundang neraka baginya.

"Kau sendiri yang minta, Ahn Hyungseob" sedetik setelah berkata demikian, Woojin mulai menundukkan kepala, mempertemukan bibirnya menabrak bibir merah muda Hyungseob.

Hyungseob sontak terbelalak, ia tidak menduga jika Woojin akan menciumnya dengan posisi seperti ini. Kedua pergelangan tangannya dicengekeram erat oleh masing masing telapak tangan si seniman tato. Pembuluh darahnya seakan tersumbat, dan rasa nyeri seketika turut menjalar pada area dimana ujung jarum suntik biasa menyapa.

Berkat rasa nyerinya, sedetik kemudian si mungil mulai mendapatkan sedikit petunjuk. Kilas balik kejadian mulai bermunculan dalam ingatan, tentang dirinya yang pulang lebih awal dari kelas memasak, kemudian menyuntikkan heroine di urat nadinya dan kedatangan tiba tiba si pemilik unit saat ia sedang tinggi.

Baiklah, Hyungseob memang sepenuhnya salah disini, dan ia cukup tau diri bahwa tak seharusnya melayangkan protes dengan apa yang dilakukan Woojin sekarang. Woojin tidak sedang memberi hukuman, ia hanya melakukan reka adegan bagaimana kelakuan memalukannya saat dikuasai pengaruh narkoba tadi.

Si seniman tato memperagakannya dengan baik. Woojin melakukan persis dengan apa yang Hyungseob lakukan padanya, mulai dari memberi kecupan kecupan amatir di bibir si mungil, lalu menghisap lembut bagian atas dan bawahnya secara bergantian.

Mulanya memang Hyungseob tidak merasa keberatan, toh ia juga mencintai Woojin. Akan tetapi kecupan kecupan lembut tersebut perlahan berubah menjadi hisapan hisapan kasar. Sekujur tubuhnya sulit bergerak dibawah kungkungan si dominan meskipun telah meronta sekuat tenaga. Dan sayangnya, Woojin tak sedikitpun berniat melonggarkan cengkeraman tangannya pada pergelangan tangan Hyungseob.

"Woo—hmpp—Jin—" Hyungseob mencoba berkata disela sela hisapan kasar sang dominan.

Woojin mendengarnya. Bagaimana Hyungseob mencoba berbicara –walau berakhir dengan suara serak terbata-, dan bagaimana deru nafasnya tersengal. Woojin merasa cukup mempermainkan bibir Hyungseob, ia melepaskan satu tangan dari cengkeraman, lalu mulai melucuti paksa tiga kancing kemeja teratas si mungil.

Tubuh Hyungseob merasakan getaran aneh kala bibir Woojin mengecup dan menggelitik lehernya menggunakan ujung lidah, meninggalkan bekas kemerahan di beberapa titik. Woojin terus bertindak demikian hingga mencapai dada submisifnya.

"Woojin—ber—berhenti" Hyungseob tidak sanggup, ia menahan malu karna Woojin nyaris melihat setengah bagian tubuhnya, "Ku—uhh—kumohon—" mati matian Hyungseob menggigit bibir bawahnya demi meredam desahannya sendiri.

Setelah puas, Woojin menghentikan pembalasan dendam berkedok reka adegan tersebut. Nafas Hyungseob masih tersengal, air mata mengucur tanpa segan membasahi pipi putihnya. Menyesal, malu, bersalah seakan beradu menjadi satu dalam benak hingga menyesakkan relung hatinya. Hyungseob mengerti, ia tak berani membayangkan seberapa besar kekecewaan Woojin padanya.

Lelaki berkulit tan itu bangkit, gurat emosi serta mata berkobar amarah tersirat jelas, sama sekali tak menyisakan tatapan lembut yang biasa ia berikan untuk si mungil kesayangannya. Si seniman tato meraih kaus yang tadi sempat ia lemparkan ke arah Hyungseob lantas mengenakannya dengan benar, lantas beranjak menuju meja dekat sofa. Meraih kasar heroine, beserta suntikan kemudian membawanya ke kamar mandi. Tak lama setelahnya, suara flush menggema, menyela isakan Hyungseob. Ia menebak, Woojin baru saja memusnahkan benda benda tersebut ke dalam kloset.

Benar saja, Woojin keluar beberapa detik setelahnya. Ia menatap lurus mata sayu Hyungseob dengan binar hancur dan kecewa.

"Aku sungguh kecewa padamu Ahn Hyungseob!" desis Woojin tajam dan melangkah meninggalkan unitnya begitu saja.

BLAM

Suara hempasan kasar pintu membuat Hyungseob berjengit sesaat.

"Woojin! Woojin tunggu!" Hyungseob berteriak dramatis seraya mengusap kasar air matanya, "Kumohon kembali Woojin!" sekali lagi teriakan putus asa menggema ke seluruh penjuru unit.

Woojin meninggalkan Hyungseob sendiri dalam isak tangis penyesalan. Hyungseob sungguh tak berdaya, ia tak mampu berbuat apapun selain menangis sembari menyebut nama si seniman tato berulang kali.  

TBC

Bertele tele kek biasa heuheu

Vote sama komen di level kemaren bikin saya seneng :') makanya saya apdet cepet. Makasih wahai netijen budiman semuanya~

Yuk yuk yang pengen tau woojin minggatnya kemana vote sama komen yang banyak huahahaha

2850 | PRODUCE 101 S2 jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang