Level 4

975 263 64
                                    

Sebuah penolakan dari Hyungseob membuat Woojin geram. Seberapa keras kepala Ahn Hyungseob ini? dia benar benar bebal dan tidak bisa diberi tau.

"Dengar!" Woojin melonggarkan pelukan, kini ia mencengkeram lengan Hyungseob kuat, "Aku akan membantumu sampai sembuh, sampai kau tidak jadi seorang pecandu lagi!" tekatnya, tak lupa memberi tatapan meyakinkan.

Lagi lagi Hyungseob mengerjap polos, "Dengan cara menyerahkanku pada polisi?" tebaknya sok tau.

Ekspresi Woojin berangsur melunak, "Mana mungkin aku membiarkan makhluk selucu dirimu tinggal di penjara?" di akhiri dengan menangkup pipi putih Hyungseob.

Sialnya, lelaki menggemaskan itu hampir saja termakan rayuan Woojin. Ia membiarkan tangan besar nan hangat lelaki di depannya ini tetap bertengger membingkai rahangnya.

"Kalau aku tidak lucu, berarti kau akan membiarkanku tinggal di penjara?" si manis bertanya polos.

Woojin semakin gemas dibuatnya, ia tergelak, "Ya. Makanya kau harus bersyukur atas wajah lucumu ini dengan cara merawatnya dengan baik. Mengerti?" di akhiri dengan tarikan lembut pada kedua pipi Hyungseob.

Lelaki yang menjadi sumber kegemasan merengek kesakitan, "Untuk apa punya wajah lucu tapi tidak bahagia? Narkoba bisa membuatku bahagia" ungkap Hyungseob gamblang.

Kenyataanya memang begitu kan? Narkoba memang bisa membuat bahagia dalam sekejap mata, melupakan sejenak kisah kisah menyedihkan yang sudah di gariskan Tuhan pada kehidupan masing masing manusia.

"Aku akan membuatmu bahagia! lebih bahagia dari pada narkoba narkoba sialan itu" tandas Woojin lagi.

Tawa sumbang menggelegar dari bibir Hyungseob, "Kau tidak akan bisa" ia terang terangan meremehkan Woojin, berniat mematahkan semangat lelaki –yang baginya- asing ini.

Lagi pula aneh sekali, belum genap 24 jam bertemu tapi Woojin sudah berani melarangnya menggunakan narkoba. Memangnya dia siapa? Hyungseob tau lelaki ini pasti hanya membual. Mungkin sehari atau dua hari lagi, ia akan melupakan Hyungseob dan meninggalkannya. Sama seperti orang orang yang ia kenal kebanyakan, kecuali Guanlin. Guanlin tidak pernah sedetikpun meninggalkannya -kecuali sekarang-.

"Aku bisa membawamu ke atas awan" bukan tanpa alasan lelaki berkulit berkulit tan itu berkata demikian. Ia hanya ingat racauan Hyungseob semalam tentang keinginannya untuk pergi ke atas awan.

Hyungseob tertawa sumbang untuk kedua kali, menurutnya segala omongan Woojin terdengar lucu "Oke. Kau memang mungkin bisa membawaku ke atas awan, tapi narkoba, dia membawaku ke surga. Bagaimana kau bisa?" tak ada habisnya tantangan yang Hyungseob ajukan untuk Woojin.

Si pecandu menyeringai remeh, merasa menang karna surga memang hanya bisa diraih oleh narkoba.

"Iya aku pasti bisa membawamu ke surga!" Woojin tak pernah berkata seyakin ini sejak 25 tahun menghirup oksigen di bumi.

Bagaimanapun caranya, Woojin akan mendatangkan surga untuk Hyungseob. Sebuah surga yang nyata, bukan hanya sementara seperti narkoba.

Lelah berdebat, dua lelaki seumuran itu memutuskan berdiam diaman sampai suara keroncongan dari perut Woojin merusak suasana. Hyungseob menatap malas lelaki di hadapannya, menelusuri ruangan sebentar dan beranjak ke arah dapur.

"Menjadi pecandu narkoba bukan berarti tidak tau balas budi. Karna kau sudah menolongku, kali ini aku akan memasak untukmu" ujar Hyungseob seraya membuka kulkas Woojin tanpa persetujuan.

Woojin terus terusan tersenyum seperti orang bodoh, semenjak Hyungseob mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkasnya. Agaknya ia tertarik untuk mengamati kegiatan memasak lelaki menggemaskan ini. Maka Woojin mendekat, duduk manis di kursi dan memasang pose melipat lengan di atas meja. Lelaki itu memang sempat tidak menyangka bahwa si pecandu akan bergerak sangat lincah kala berurusan dengan masak memasak.

Dalam hati, Woojin meminta pada Tuhan agar Hyungseob segera lepas dari jerat kecanduan. Kalau saja tadi malam ia tidak bertemu Hyungseob dalam keadaan sakau, mungkin Woojin tidak akan percaya jika lelaki semenggemaskan itu adalah seorang pecandu narkoba. Benar kata orang orang, jangan menilai buku dari covernya.

Dua piring omurice tersaji di meja pantry. Aroma sedap dan asap mengepul, seakan menggoda untuk segera di cicipi. Woojin berinisiatif mengambil minum sebelum menyantap masakan buatan Hyungseob. Setelah meniup niup sebentar, langsung saja Woojin menyuapkan sesendok penuh makanan dalam mulutnya, dan yang terjadi selanjutnya ialah mata burung pipit si seniman tato membelalak lebar.

"Ini enak sekali. Bagaimana bisa kau membuatnya?" ada nada kelewat antusias dari nada pertanyaan Woojin.

Lengkungan senyum senang selalu tercetak di bibir Hyungseob saat ada seseorang yang memuji masakannya, "Dulu aku punya cita cita menjadi chef" ungkap si manis di tengah kunyahan, "Sampai sekarang juga masih ingin sih" lanjutnya lirih.

"Wah hebat, aku sungguh tidak menyangka" Woojin masih saja terkagum kagum. Kalau ia memasaka sendiri rasanya tidak akan seenak ini, padahal bahan yang di gunakan sebenarnya sama saja. Tangan Hyungseob pasti mewarisi reinkarnasi dewa memasak, pikir Woojin.

"Jangan coba coba meremehkanku—" si chef dadakan menarik sisi kiri bibirnya, "Eh, siapa namamu tadi?" ia ingin menambahkan nama lelaki di depannya ini saat akhir kalimat, namun sayang ia justru tidak ingat.

Woojin menjauhkan sendok dramatis, sampai menimbulkan suara dentingan beradu dengan piring. Jadi ini alasan Hyungseob kenapa ia sama sekali tidak menyebut nama Woojin selama percakapan berlangsung tadi.

Woojin membuang nafas kasar, "Ini akibatnya kalau kau keseringan mengkonsumsi narkoba, ingatanmu jadi lemah" ia memungut sendoknya lagi, dan menunjuk nunjuk wajah Hyungseob, "Namaku Park Woojin"

"Maaf maaf" Kekahan tidak enak mengalun melalui bibir Hyungseob, "Setelah ini aku numpang mandi ya? Sesudah mandi aku akan pergi" ia sengaja mengalihkan topik, tidak ingin menyangkut pautkan narkoba dengan ingatannya –yang memang benar- melemah.

"Kemana?" iris Woojin ikut menyelidik. Jangan jangan Hyungseob pergi ke tempat tempat yang tidak seharusnya. Bukankah tadi ia meminta kokain pada Woojin? Siapa tau kan ia sungguhan pergi mencari kokain?

"Pulang tentu saja" jawab si menggemaskan tenang.

"Pulang kemana?" kali ini Woojin mau repot repot menjeda kegiatan makannya, demi membaca ekspresi Hyungseob.

"Kau tidak perlu tau" Hyungseob turut menjeda kegiatannya, dan mencondongkan tubuh lebih dekat pada lawan bicara, "Kita hanya dua orang asing yang tidak saling mengenal, Park Woojin" tandasnya.

Tiba tiba tawa Woojin berderai, seakan Hyungseob baru saja mengatakan sesuatu yang lucu, "Kita sudah saling kenal sejak beberapa menit lalu, Ahn Hyungseob" bukan tatapan menyelidik lagi yang ia pamerkan, namun tatapan dominan penuh intimidasi, "Kau tidak boleh pergi sekarang! bajumu belum kucuci" perintah Woojin mutlak tak terbantahkan, bahkan ia menyertakan alasan meyakinkan mengapa Hyungseob tidak boleh pergi dulu.

Si manis menelan ludah susah payah, ia baru menemukan satu fakta baru bahwa Park Woojin ternyata bisa membuatnya ketakutan hanya dengan kalimat tegas penuh penekanan.

TBC

maaf kalo ceritanya terlalu aneh dan mengada ada. saya masih noob soalnya :(

makasih banyak uda sudi vote sama comment ❤

2850 | PRODUCE 101 S2 jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang