Level 6

882 232 39
                                    

Woojin akui, dia memang sempat membiarkan otaknya jadi bodoh selama beberapa menit berlalu. Terbukti dengan bagaimana tingkahnya saat Hyungseob pergi, bahkan tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Apa setelah ini ia bisa bertemu Hyungseob lagi? bagaimana jika tidak? Bagaimana kalau polisi menemukan Hyungseob setelah lelaki manis itu keluar dari sini?

Ting

Suara pintu lift yang tertutup seakan mampu menampar Woojin. Membangkitkan otak pintarnya agar segera menyambar hoodie dan masker lalu pergi menyusul Hyungseob.

Si seniman tato bernafas lega, keberadaan Hyungseob masih bisa ditangkap oleh netranya. Lelaki mungil itu tampak berjalan tenang menyusuri trotoar jalanan ke arah studio tato, Woojin duga tempat tinggal Hyungseob tak jauh dari sini. Ia jadi penasaran seperti apa lingkungan tempat tinggal Hyungseob, sampai lelaki semenggemaskan itu harus terjerumus dalam jerat narkoba.

Sudah seperti penguntit profesional, Woojin menapakkan langkah tanpa membuat suara, serta menjaga jarak aman agar Hyungseob tidak menyadari bahwa ia sedang di ikuti. Dan sejauh ini misi Woojin tampak hampir 100% berhasil. Ia melihat Hyungseob berhenti pada sebuah bangunan di belakang kompleks studio tatonya.

Dari luar bangunan tersebut tidak tampak seperti rumah, melainkan sebuah kedai masakan china, terbukti dengan plang tulisan yang terpampang di atas pintu. Woojin terkejut, bukan karna Hyungseob menempati kedai makanan sebagai rumah, melainkan segel garis polisi yang melintang sepanjang bangunan. Apa ini yang dimaksud rumah oleh Hyungseob?

Woojin menangkap gelagat tak percaya dari belakang tubuh Hyungseob, ia pasti sama terkejutnya karna mendapati rumahnya dalam keadaan tersegel. Pikirannya menyimpulkan bahwa ini memang rumah yang Hyungseob maksud. Bibir Woojin membentuk seringai di balik maskernya, dengan begini Hyungseob sudah tidak punya tempat tinggal kan?

Mungkin Tuhan sudah menakdirkan pertemuan mereka malam itu.

"Bagaimana? Mau tinggal bersamaku tidak?" tawar Woojin.

Hyungseob menggeleng, "Aku tidak bisa tinggal bersamamu"

"Rumahmu sudah tersegel, kau mau tidur di mana malam ini?" tanya Woojin khawatir.

"Aku bisa tidur di mana saja Woojin, aku bisa menjaga diriku sendiri" balas Hyungseob acuh.

Mata Woojin menyusuri sekitar, takut takut polisi atau mata mata datang kemari dan mencurigai mereka berdua. Lagi pula Woojin tidak bodoh untuk mengetahui bahwa kedai masakan china yang tersegel di sampingnya ini pasti hanya kedok untuk menutupi kegiatan pesta narkoba Hyungseob bersama teman temannya.

"Bisa kita bicara di tempat lain? Aku takut polisi akan mencurigai kita" Woojin mengungkapkan kekhawatirannya, dan beruntung Hyungseob langsung mengiyakan.

Hyungseob pasrah mengikuti kemana genggaman tangan Woojin membawa. Sejak tadi ia diliputi perasaan cemas dan resah. Selain akibat dari narkoba yang dikonsumsi, Hyungseob juga memikirkan bagaimana keadaan teman temannya, juga Guanlin. Guanlin adalah satu satunya manusia terpenting dalam hidup Hyungseob.

Apa Guanlin juga tertangkap malam itu? Jika memang iya, Hyungseob akan merasa bersalah seumur hidup karna membiarkan Guanlin mengorbankan diri untuknya.

Tiba tiba saja Hyungseob menggeram marah, emosi si manis memuncak dalam sekejap. Ia ingin sekali menemui polisi polisi yang menggerebek kedai masakan chinanya malam itu dan menghajar mereka satu persatu sampai puas. Gara gara mereka Hyungseob kehilangan semuanya, obat obatan, kedai, teman teman, dan Guanlin.

"Hey, tenanglah" Woojin bisa merasakan genggaman tangan Hyungseob pada tangannya mengerat. Ia melirik sebentar lewat ekor mata, dan menemukan alis si mungil yang bertaut marah.

Hyungseob berhenti melangkah, "Aku ingin marah Woojin!" ungkapnya. Kilatan amarah itu terlihat berkobar dalam binar mata Hyungseob.

"Tahan sebentar, sesampainya di apartemen kau boleh meluapkan kemarahanmu padaku. Ayo" Woojin mengajak supaya melangkah lebih cepat. Ia tidak ingin lelaki mungil ini marah marah dan memaki di tengah keramaian.

BRAKK

Hyungseob membanting pintu unit apartemen Woojin kasar, yang langsung mendapat pelototan tidak terima dari sang pemilik. Hyungseob tidak peduli. Ia melepas sepatu kebesaran Woojin tergesa, lantas berjalan menghentak hentak menuju sofa.

Mencoba bersabar, Woojin mengambil sekaleng soft drink dalam kulkas. Siapa tau minuman dingin bisa mendinginkan amarah Hyungseob juga.

"Emosimu meledak ledak begini pasti karna kebanyakan mengkonsumsi narkoba" cibir Woojin seraya meletakkan sekaleng soda di atas meja.

Belum ada dua detik minuman itu berdiam di atas meja, Hyungseob mengangkatnya dan melempar pada tubuh Woojin yang kini duduk di sisi lain sofa, "Jangan menyalahkan surgaku terus! Aku benci padamu!"

Woojin tertawa miris. Surga ku katanya? Hyungseob memang sudah gila karna menyebut narkoba sebagai surga.

"Baiklah, pukul aku sekarang agar emosimu cepat mereda" Woojin menawarkan diri, bahkan ia merentangkan tangan lebar lebar, seolah mempersilahkan.

BUGH

Tanpa pikir panjang Hyungseob melayangkan tinju pada bagian perut Woojin. Sedangkan si korban hanya meringis sebentar, merasa sakit akibat pukulan orang yang dilanda emosi seperti Hyungseob. Oh, ia jadi menyesal akibat meremehkan pukulan Hyungseob.

Si manis menggigiti jempolnya, tampak meredam amarah sekalian berpikir, "Aku harus memperbaiki ponselku" kata Hyungseob, ia beranjak, "Aku pinjam sepatumu sebentar" berikutnya ia berjalan tergesa menuju pintu.

"Mau kemana? Aku akan mengantarmu!"

Hyungseob berjalan sangat cepat, membiarkan Woojin tertinggal di belakangnya. Ia sudah kepalang bernafsu untuk mengetahui kabar teman temannya. Hyungseob yakin, Guanlin pasti memberi kabar lewat pesan singkat, entah itu kabar baik atau kabar buruk.

Sesampainya di tempat perbaikan ponsel, Hyungseob nyaris saja menghajar salah satu pegawai tak berdosa gara gara mengatakan ponselnya membutuhkan waktu hingga nanti sore agar bisa dioperasikan kembali. Menunggu sampai nanti sore tiba sama halnya dengan menunggu pergantian tahun. Menurut Hyungseob itu terlalu lama, padahal dulu ia cukup menunggu 30 menit saja.

"Ya sudah, kita jalan jalan saja sampai sore. Bagaimana?" Woojin selalu berusaha menghadirkan ide ide brilian, berharap Hyungseob akan segera sembuh dengan jalan jalan melihat pemandangan sekitar, "Sekali kali kau butuh bersenang senang" sambungnya seraya menatap langsung pada Hyungseob.

"Narkoba adalah caraku untuk bersenang senang" bisik Hyungseob.

Woojin berdecak kesal, "Bukan bersenang senang begitu maksudku. Ayo ikut aku"

Ternyata Woojin mengajak Hyungseob mengunjungi sebuah bangunan bertingkat yang konstruksinya dihentikan. Bangunan setengah jadi itu menjulang terbengkalai sekitar enam bulan tanpa sentuhan tangan manusia. Disana mereka bisa leluasa melakukan apapun termasuk berteriak kencang tanpa khawatir mengganggu sekitar.

"Ayo, berteriaklah sampai kau lega" perintah si kulit tan.

Hyungseob mengambil nafas panjang, "Aku benci polisi! Kalian brengsek! Keparat! Berani beraninya menangkap teman temanku dan mengganggu kesenanganku!"

"Sudah itu saja?"

"Aku rindu heroin! Aku rindu Guanlin! Guanlin kau sekarang ada di mana? Aku sangat merindukanmu!"

Woojin bahkan tak tau seperti apa rupa Guanlin itu. Namun mengapa ia tidak suka saat nama Guanlin terucap dari bibir Hyungseob?

TBC

menerima komentar jahat dengan senang hati, dalam bentuk apapun dan tentang apapun misal plotnya, ide ceritanya atau karakter castnya :)

2850 | PRODUCE 101 S2 jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang