Tanpa berpikir dua kali, Woojin menggendong lelaki cantik itu di belakang punggungnya. Mula mula ia harus menyelamatkannya dari udara dingin, maka membawa pulang ke apartemen adalah keputusan terbaik bagi Woojin.
Jadi mengapa Woojin justru membawa si lelaki cantik pulang alih alih membawa ke rumah sakit untuk pengobatan yang lebih terjamin? Jawabannya mudah saja, Woojin malas berurusan dengan polisi. Dokter di rumah sakit sudah jelas tau bagaimana kondisi lelaki di balik punggungnya ini, lalu akan melaporkan ke polisi karna menemukan seorang pecandu narkoba sebagai pasien mereka. Woojin seperti sudah bisa menebak alur selanjutnya.
Susah payah si seniman tato memencet password unitnya sendiri. Tergesa melepas sepatu begitu pintu terbuka dan membaringkan tubuh tak berdaya tersebut di atas kasur, kemudian mengangkat selimut hingga menutupi lehernya. Dalam hati Woojin bersyukur karna membeli apartemen type studio, ia jadi tidak perlu melewati banyak sekat dan pintu saat keadaan darurat begini.
Sembari menunggu kedatangan Youngmin, Woojin membongkar lemari, mengeluarkan semua selimut yang ia punya untuk menambahkan lagi ke atas tubuh menggigil itu. Woojin tidak tega,menggigilnya tidak juga reda padahal sudah memakai jaket dan selimut.
Suara bel yang dipencet tergesa membuat Woojin bergerak tergesa juga menuju pintu. Di baliknya, ada Youngmin berdiri tegak, bahunya ikut naik turun seiring nafas terengah yang ia hirup. Tanpa menunggu di persilahkan, Youngmin menerobos masuk, menenteng sebuah tas warna coklat muda.
"Dia temanmu?" Youngmin bertanya tanpa menatap lawan bicara, ia sedang menunjukkan betapa cekatannya menjadi seorang dokter.
Lengan panjang baju si pasien di gulung ke atas, memamerkan luka sayatan mengerikan yang masih belum kering.
"Bukan" jawab Woojin ringan. Lelaki bergingsul itu duduk di sisi kasur lainnya.
Si dokter yang hendak menuang alkohol pada kapas mendadak menghentikan kegiatannya, beralih melempar tatapan tak percaya pada Woojin, "Lantas mengapa membawanya kemari?"
"Aku ingin lebih banyak" si lelaki asing tiba tiba bergumam lagi, Woojin pikir ia sudah pingsan.
Lelaki berkulit tan itu menatap wajah sayu temuannya, "Aku kasihan padanya. Tidakkah kau begitu?" tatapannya beralih pada sosok Youngmin di kalimat terakhir.
Youngmin mendengus, "Ya, aku juga kasihan. Tapi untuk membawa seorang pecandu narkoba pulang ke rumah tentu aku akan berpikir seribu kali" lanjutnya ketus.
Woojin terdiam, perkataan tunangan Donghyun ini memang ada benarnya. Bagaimana kalau lelaki cantik ini nanti menjarah isi apartemen begitu ia terbangun nanti? Mengambil apapun yang ada demi menukarnya dengan narkoba. Tapi ia tidak boleh berburuk sangka, begitu kata malaikat di benak Woojin, sedangkan iblis di benaknya mengatakan untuk kembali menelantarkan lelaki asing ini di tempat semula.
Tidak!
Demi apapun Park Woojin tidak mungkin setega itu. Toh ia bisa melapor pada polisi kalau saja si pecandu bertindak demikian.
"Seberapa parah dia?" tanya Woojin penasaran saat Youngmin selesai memeriksa keadaan tubuh pasien menggunakan stetoskop. Luka sayat di lengannya, sudah terbungkus rapi oleh perban.
Seraya melipat stetoskop Youngmin berkata, "Sangat parah. Jantungnya berdetak sangat lambat, sekali lagi ia mengkonsumsi narkoba mungkin kau bisa menemukannya dalam keadaan mulut berbusa" ia mengambil nafas sejenak, sebelum melotot kesal, "Dia nyaris saja overdosis" kalimat terakhir benar benar penuh penekanan.
"Astaga, separah itu?" Woojin tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, kemudian melayangkan tatapan iba pada si pecandu.
"Aku akan memberinya obat penenang agar kinerja jantungnya kembali normal, mungkin besok pagi ia akan terbangun" telunjuk Youngmin mengetuk ngetuk jarum suntik, memastikan tak ada apapun yang menyumbat pada bagian ujung.
"Lakukan apapun agar dia selamat dokter Im" manik Woojin bersitatap dengan manik bulat Youngmin, memberi tatapan super serius yang ia punya.
Si dokter balas menatapnya, terkejut dengan tatapan seserius itu, "Kenapa kau berlaku berlebihan pada orang asing? Apa dia cinta pertamamu yang hilang?" goda Youngmin, ia menggosok kulit pasiennya menggunakan alkohol dan mulai menusukkan jarum suntik perlahan.
Kekehan geli terlontar dari bibir Woojin, "Tentu saja bukan, aku hanya tidak ingin mati sia sia karna narkoba" ujarnya tulus. "Sebentar" Woojin meraba raba kantong celana si lelaki asing, dan mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebuah dompet, berisi beberapa lembar uang dan tanda pengenal, "Oh, jadi namanya Ahn Hyungseob" katanya diiringi dengan anggukan paham.
"Karna urusanku sudah selesai aku harus pulang sekarang" si dokter mulai membereskan peralatan, mengemas kembali dalam tas coklat muda yang ia bawa, "Jangan nyalakan pendingin ruangan" peringatnya, siapa tau Woojin kelupaan bahwa ia membawa pulang makhluk yang sedang menggigil kedinginan.
Kepala Woojin mengangguk pasti, "Kak, bisa kau merahasiakan hal ini pada siapapun itu?"
Alis Youngmin bertaut ragu, "Termasuk Donghyun?"
"Ya. Aku mohon. Aku akan memberi tau mereka kalau waktunya sudah tepat" jelas Woojin memberi pengertian.
Youngmin mengangguk paham, "Baiklah. Aku pamit"
Sepeninggal Youngmin dari unitnya, Woojin kembali dilanda kebingungan. Semenjak kedatangan Hyungseob, Woojin seperti melupakan apa saja kebiasaannya setelah pulang kerja. Biasanya lelaki bergingsul itu akan mandi, membuat ramen instant untuk makan malam, menonton televisi sebentar dan pergi tidur. Bukan malah memandangi lelaki cantik yang sedang tidur –akibat obat penenang pemberian Youngmin- di kasurnya ini.
Keadaan Hyungseob sungguhan mengenaskan, bajunya kotor terkena debu, begitu juga skinny jeans dan kaos kakinya. Omong omong Hyungseob tadi memang hanya mengenakan kaos kaki tanpa sepatu, Woojin sendiri tidak tau dimana keberadaan sepatu Hyungseob.
Pikirannya kembali bercabang. Haruskah ia mengganti baju Hyungseob? Bukankah rasanya tidak nyaman tidur mengenakan pakaian kotor?
Beberapa menit berjibaku dengan pikirannya sendiri, Woojin mengambil hoodie paling hangat dan celana training panjang dari lemari. Dalam hati ia merapal doa pada Tuhan agar Hyungseob tidak marah saat tau bahwa bajunya sudah di ganti. Woojin bersumpah, sama sekali tak ada niatan cabul terselip di dalamnya.
Si seniman tato menatap puas hasil pekerjaannya sendiri. Hyungseob lebih enak di pandang sekarang. Selain mengganti pakaian, Woojin juga mengganti kaos kaki dan memberi sarung tangan untuk makhluk lucu itu.
Hati Woojin sedikit tenang. Ia senang bisa saling menolong dan berguna untuk orang lain. Tinggal menunggu Hyungseob terbangun keesokan hari, maka ia bisa bertanya apapun untuk menjawab rasa penasarannya. Terutama bagian dimana Hyungseob tergeletak mengenaskan dengan banyak luka sayatan begitu.
Seusai menyantap ramen instant, Woojin langsung berbaring di samping Hyungseob. Unit ini hanya punya satu kasur ukuran queen size, dan tubuh mereka berdua masih muat di tampung.
Tanpa sadar jari jarinya mengusap pipi pucat si pecandu, "Ahn Hyungseob" iris tajamnya menelusuri wajah Hyungseob dari sisi samping, "Sebenarnya siapa dirimu? Mengapa kau bisa seperti ini?"
TBC
ngga nyangka feedback di level 1 kemaren di luar ekspektasi. makasih banyak semuanya~
KAMU SEDANG MEMBACA
2850 | PRODUCE 101 S2 jinseob
Fanfiction[COMPLETED] tentang si seniman tato yang menemukan seorang pecandu narkoba dalam keadaan sakau tak jauh dari studionya.