Di tengah keramaian trotoar, sebuah ide cemerlang tiba tiba terlintas di otak Woojin. Ia berniat mendaftarkan Hyungseob ke kelas memasak. Youngmin dulu pernah bilang, si mantan pecandu harus melakukan kegiatan apapun agar bisa teralihkan dari narkoba. Cita cita Hyungseob selama ini adalah menjadi seorang chef, jadi tidak salah bukan mengisi waktu dengan mengikuti kelas memasak?
Namun bukan anggukan semangat yang di dapat Woojin sebagai balasan atas tawarannya, Hyungseob justru menggeleng tak enak. Ia bilang jika itu hanya akan merepotkan Woojin, lagi pula Hyungseob juga sudah tidak punya uang lagi untuk mendaftar kelas memasak.
Woojin tersenyum, meremas bahu Hyungseob lembut dan berkata meyakinkan bahwa ia akan menanggung semua biaya hidupnya, makan, minum, membeli pakaian, termasuk mengikuti kelas memasak. Si mungil menggeleng lagi, ia tidak ingin berhutang budi pada si kulit tan.
Akan tetapi Woojin berhasil meyakinkan Hyungseob sekali lagi. Ia boleh membayar semua hutangnya asal sudah mendapat pekerjaan tetap sebagai seorang chef. Hal tersebut langsung di angguki semangat oleh Hyungseob, ia berjanji akan membayar segala kebaikan Woojin secepatnya. Padahal Woojin sama sekali tak keberatan kalaupun Hyungseob tak membayar ganti rugi.
Mulai besok si mungil sudah bisa mengikuti kelas memasak, mulai pukul 09.00 hingga pukul 12.00. Lelaki bergingsul itu bernafas lega, ia tak perlu khawatir Hyungseob kebosanan di rumah selagi menunggunya pulang bekerja.
Woojin menepati janjinya untuk datang ke studio saat jam makan siang serta membawa beberapa bungkus makanan yang akan dibagikan pada Jinyoung, Jihun dan Donghyun. Sekarang empat pegawai studio tato itu sedang menyantap makanan, dengan posisi Jihun dan Jinyoung duduk bersebelahan, di depannya tersekat meja kayu berbentuk persegi membentang membatasi Woojin dan Donghyun.
Menangkap gelagat aneh Woojin –yang sejak tadi tampak sumringah dan sering tersenyum senyum sendiri- membuat Jinyoung tidak bisa membendung rasa penasarannya. Ia menyenggol lengan Jihun, kemudian menunjuk Woojin menggunakan dagu. Jihun jadi ikut memandang aneh ke Woojin, lalu ia menyenggol kaki Donghyun dari bawah meja dan memberi isyarat melalui bola mata. Donghyun mengangguk, lalu melirik Woojin sekilas.
"Hey kau sedang jatuh cinta ya?" sambar Jihun di tengah kunyahan, mengutarakan spekulasi spekulasi asal dari otaknya.
Woojin tersentak, "Ha? Tidak kok" jawabnya salah tingkah, "Sok tau" dan mencibir Jihun sebagai bonus. Apa benar Woojin sedang jatuh cinta?
"Lalu kenapa tersenyum senyum sendiri begitu?" ini pertanyaan dari Donghyun. Dia kira ketiga temannya ini tidak takut apa melihatnya tersenyum senyum sendiri seperti orang gila, "Lagi pula tidak biasanya kau membawa makan siang untuk kami" argumen si bibir sexy. Donghyun tebak Woojin sedang berada dalam mood terbagusnya semenjak dilahirkan 25 tahun lalu.
"Oh—anu—itu—" Woojin gelagapan, kentara sekali jika ia sedang memikirkan alasan, "Itu kemarin tetangga unitku bertunangan dan makanannya masih banyak jadi ia memberikannya padaku" dustanya.
Jinyoung berdecak, "Kenapa cara berbohongmu payah sekali sih kak?"
"Aku sedang tidak berbohong Bae Jinyoung" sahutnya tanpa berani menatap mata Jinyoung.
Merasa percuma, Jinyoung, Jihun dan Donghyun kompak abai pada tingkah Woojin. Toh mereka yakin, Woojin tak akan bisa menyembunyikan rahasia terlalu lama dari tiga teman dekat sekaligus partner kerjanya ini. Waktu akan memberi tau mereka, entah cepat atau lambat.
...
Sepulang dari tempat rehabilitasi, Hyungseob seperti menjadi pribadi yang baru. Tidak ada lagi Hyungseob si pecandu narkoba, Hyungseob yang selalu kelihatan tak bertenaga, Hyungseob yang bosan hidup, Hyungseob yang emosinya tidak stabil, dan Hyungseob yang detak jantungnya sering kali berdegup dua kali lebih lambat.
Tempat rehabilitasi menyadarkannya bahwa ia berharga. Di sana Hyungseob diajari menghargai hidup yang telah Tuhan berikan, dan dia sudah berjanji pada diri sendiri untuk berhenti merusak bagian tubuhnya. Baik itu dengan narkoba, atau dengan cutter.
Sesampainya di unit apartemen Woojin, Hyungseob langsung menenteng belanjaannya menuju dapur, mengeluarkan semua bahan masakan yang ia beli dan menata rapi di kulkas. Untuk merayakan kepulangan dari tempat rehabilitasi, si mantan pecandu berencana memasak macam macam masakan, sekalian membagikannya pada teman teman kerja Woojin.
Bertepatan dengan jam makan siang, masakan Hyungseob sudah siap. Ia menata makanannya dalam sebuah tempat yang nanti bisa Woojin bawa. Sejak tadi Hyungseob memang sengaja mengabaikan keberadaan si pemilik unit. Bagaimana tidak? Ia terus mengamati gerak gerik Hyungseob sambil sesekali menyunggingkan senyum.
"Aku berangkat. Jangan pergi kemana mana tanpa seizinku, mengerti?" pesan Woojin.
"Siap kapten!" si mungil meletakkan tangan di pelipis,membuat Woojin –sekali lagi- mengusak kepalanya gemas.
Woojin sudah berangkat, Hyungseob menutup pintu lantas berkacak pinggang, menelusuri isi apartemen Woojin dari ujung ke ujung. Tempat tidur berantakan, selimut tidak tertata rapi, majalah katalog tato berserakan di lantai, piring kotor teronggok di wastafel, dan keranjang berisi tumpukan baju kotor tampak menggunung. Sembari menunggu si seniman tato pulang bekerja, Hyungseob memutuskan untuk membereskan rumah. Woojin pasti senang, ketika pulang nanti ia akan menemukan huniannya dalam keadaan rapi.
Membersihkan rumah, menonton televisi, mencari lowongan pekerjaan lewat ponsel sudah Hyungseob lakukan. namun jarum jam seakan berdetak lambat, sekarang masih pukul 15.13. sedangkan Woojin selesai bekerja pukul 18.00.
Lelah memasak dan membereskan apartemen, lama kelamaan rasa kantuk menghampiri si mungil. Mungkin membunuh waktu dengan tidur adalah ide terbaik saat ini. Jadi tanpa pikir panjang, Hyungseob merebahkan diri di kasur. Semerbak aroma tubuh Woojin menyergap hidung Hyungseob. Ia mengulas senyum sejenak, menemukan ketenangan pada aroma itu.
TING
Suara bel mengusik acara tidur Hyungseob, nyaris saja ia terbang ke alam mimpi. Dengan langkah malas, lelaki menggemaskan itu membuka pintu tanpa rasa curiga.
"Hai" seorang lelaki tinggi bertudung hoodie hitam menyapa hyungseob, "Aku senang melihatmu baik baik saja. Terakhir kali aku melacak ponselmu kau sedang ada di tempat rehabilitasi, dan tadi aku baru saja memeriksanya. Ponselku mengatakan kalau lokasi terakhirmu ada di apartemen ini, jadi aku langsung ke sini sebelum kehilanganmu lagi" sambungnya panjang lebar.
Hyungseob membeku. Ia jelas mengenal siapa lelaki tinggi ini, meskipun sebagian wajahnya tertutup tudung hoodie yang ia kenakan.
"Kenapa diam saja? Ku pikir kau merindukanku" lelaki itu membuka tudung hoodie, lantas tersenyum lembut memamerkan wajah tampan dan lubang cacat pada pipinya. Kedua lengannya merentang lebar, kode ingin di beri pelukan oleh Hyungseob.
Hyungseob tersenyum tak kalah lebar, ia pikir lelaki ini sudah mendekam di penjara sejak malam terakhir dimana mereka bertemu.
Hati Hyungseob membuncah bahagia, tanpa pikir panjang ia memeluk erat lelaki jangkung itu, "Aku sangat merindukanmu—
—Guanlin"
TBC
say hello dulu sama guanlin yorobun huahahaha
karna besok event spring in autumn jinseob dari bakal kelar, jadi ini yang terakhir saya promote berkedok apdet /? ehe. eventnya kelar besok banget nih guise, tanggal 30 september jam 9 malem. jadi mohon bantuannya lagi, mungkin ada relawan /? yang bersedia baca, vote sama comment cerita punya saya bisa pencet link berikut https://my.w.tt/IbWFasdrpR sekalian nih baca juga punya sohib saya https://my.w.tt/bPz8SF5spR
terakhir saya mau ucapin makasih banyak buat temen temen yang udah mau dukung saya dengan cara ngasih vote sama comment di cerita saya dalam kompetisi tersebut, meskipun cerita saya ngga bagus bagus banget kalo dibanding sama yang lain heuheu. semoga kebaikan kalian dibales sama Tuhan masing masing :))
yuk follow juga @chamseobland di wattpad, twitter sama instagram buat memenuhi kehausan kalian akan ke-jinseob jinseob-an /?
KAMU SEDANG MEMBACA
2850 | PRODUCE 101 S2 jinseob
Fanfic[COMPLETED] tentang si seniman tato yang menemukan seorang pecandu narkoba dalam keadaan sakau tak jauh dari studionya.