Gundah Gulana

127 3 4
                                    

Mei 2015

"YES AKU BOLEH IKUT KAK KE PUNCAK!" Kata Alya setelah berdebat panjang dengan bokap dan nyokap, dua hari setelah dia bertanya ke gue.

Saat itu, dia bertanya ke gue apakah memungkinkan kalau dia ikut pergi dengan Dion untuk naik Vespa ke Puncak ikut acara komunitasnya. Gue hanya bisa mengangkat bahu, tanda bahwa gue ga bisa memberikan kepastian apapun.

Yang sebenarnya gue pusingkan adalah baik gue, nyokap dan bokap itu tidak tahu sejauh apa Dion dan Alya saling berhubungan. Bisa saja kita mikirnya mereka baru kenal, padahal sudah satu semester ini Alya selalu bercerita tentang Dion setiap kali dia pulang di akhir pekan

Pernah suatu malam, nyokap menanyakan hal ini ke gue setelah gue ketemu Dion di Gandaria City.

"Rama, kemarin Alya cerita tentang teman lakinya yang sedang dekat sama dia. Kamu tahu anaknya kaya gimana?"

"Engga terlalu tahu sih maa. Aku cuma ketemu sekali."

"Oke ga menurut kamu?"

"Yaaa not bad lah, meski ini agak sedikit beda dari pilihan-pilihan Alya sebelumnya."

Alya memang anak yang selektif kalau cari cowok. Buat dia, cowok yang mapan, pakaiannya rapih, bersih, dan wangi, itu yang dia inginkan. Sosok Dion ini juga masuk ke dalam kriterianya Alya, cuma memang agak urakan aja rambutnya.

Anak Vespa memang tidak bisa disamakan dengan anak-anak komunitas motor yang lain. Anak Vespa yang motornya generasi baru memang pasti cenderung 'berduit' dan hidup dari golongan keluarga yang tingkatan ekonominya menengah ke atas. Vespa yang dimiliki Dion pun juga tergolong mahal, jadi jelas dia bukan anak geng motor yang sering dikhawatirkan oleh orang tua.

Namun jelas ada dampak yang diberikan Dion kepada Alya. Alya yang tadinya ga suka sama cowok yang bisa naik motor pun sekarang berubah. Alya yang tadinya cenderung anak rumahan pun sekarang suka jarang di rumah. Hampir delapan puluh persen waktunya dipakai oleh Dion.

Lucunya, dia tidak bilang ke semuanya status hubungan dia secara jelas. Apakah masih berteman? Masih sekedar gebetan? Atau sudah jadi pacar?

Ketakutan Alya adalah karena hal minta izin untuk menginap dengan komunitas anak Vespa ini tergolong baru buat kita, dia pesimis diizinkan oleh bokap dan nyokap. Karena Dion sendiri juga jarang ke rumah atau sekedar mengobrol ringan dengan bokap maupun nyokap.

"Dikasih wejangan apa aja kamu sama papa tadi?" tanya gue keheranan

"Yang pasti sih kalau lagi ngapain dan di mana ya dikabarin. Terus minta nomer telfonnya Dion. Kalau aku ga bisa dihubungin nanti mama hubungin Dion"

"Aku minta juga dong nomor telfonnya!"

Kemudian nomornya Dion pun gue catat. Paling tidak seandainya Alya sulit untuk dikontak, gue bisa menghubungi Dion.

Semenjak dia diperbolehkan ikut acara Vespa oleh bokap gue, Alya dan Dion selalu terlihat lebih dekat. Entah itu telfonan atau BBM-an atau Skype, pasti dia lakukan itu dengan Dion. Bokap sendiri juga memberikan izin lebih longgar meski sering kali ditanya nyokap pergi ke mana dan kapan pulang.

"Senyum-senyum sendirian aja Alya hahaha!" goda bokap pas lagi menonton TV di ruang keluarga, melirik ke arah Alya yang sedang asyik fokus ke layar iPhone-nya.

"Iya dong pa!"

Dibalik celetukan bercandanya bokap, tersimpan kekhawatiran besar tentang Alya.

PsycholoveWhere stories live. Discover now