TIGA

5.8K 728 182
                                    

                Tidak ada yang tau bahwa maksud Nataya tidak pulang adalah tidur di mobil di depan rumah Embun.

Walaupun kenyataannya bukan rumah Embun yang kemalingan, tapi Nataya hanya mendengar percakapan Embun dan Pak Burhan yang mengatakan bahwa rumah Embun lah yang menjadi sasaran. Nataya ingat dengan jelas rumah perempuan itu tidak berpagar. Sehingga keputusannya untuk menginap di Jakarta ia urungkan dan berakhirlah ia disini. Di depan rumah Embun. Mencoba menyamankan posisi tidurnya karena bahkan besok dan lusa ia masih harus menyelesaikan urusan di Jakarta. Jadi mungkin, setiap hari sebelum berangkat ke Jepang ia akan menginap di dalam mobil disini dan kemudian langsung berangkat ke Jakarta pagi-paginya.

****

"Besok tiket pesawat dan nomor kode kamar untuk penginapan bisa di ambil di bagian resepsionis. Saya sudah minta pihak keeper nya untuk menitipkan disana biar kalian mudah. Satu orang satu kamar ya."

"Jangan lupa dipelajari dengan baik model kemarin dan juga datanya. Disana kita akan melakukan pengecekan tiga-empat sebelum produk selesai dibuat dan dipasarkan. Jadi jangan sampai ada hal kecil yang terlewat."

Seperti biasa rapat itu di tutup setelahnya. Semua persiapan dari Bandung sudah siap dan mereka tinggal berangkat lusa. Kecuali Nataya yang masih harus pergi ke Jakarta bahkan sampai H-1 keberangkatan mereka. Ia tidak mungkin menyerahkan ini pada Papap karena ayahnya itu sekarang sudah berganti posisi menjadi pemilik saja, bukan lagi bagian resmi dari pekerja di kantor.

Nataya mengambil beberapa potong baju untuk di simpan di mobil semasa 'berkemah'. Ia sudah menentukan tempatnya berganti baju adalah rumah Kalya ataupun rumah Sheza di Jakarta, gampang. Ia tinggal memilih dan sepupu-sepupunya itu akan dengan bersedia mengizinkannya.

Hal itu terus di lakukannya sampai akhirnya hari ini tiba, hari keberangkatannya ke Jepang.

Nataya sudah siap dengan kopernya dan tinggal menunggu jam keberangkatan pesawat. Seluruh anggota tim pun sudah duduk manis dengan kesibukannya masing-masing sambil menunggu. Embun juga sudah ada disana. Perempuan itu dengan akrab terus-terusan mengobrol dengan Pak Burhan membuat Nataya heran. Sejak kapan perempuan itu tiba-tiba akrab dengan asistennya?

Nataya hanya bisa memejamkan mata. Ia cukup lelah dan tenaganya cukup diforsir akhir-akhir ini, mungkin memejamkan mata sebentar tidak akan masalah. Tapi sedetik kemudian, deringan dari HP nya membatalkan semua niatnya.

"Iya, Bang?"

"Kamu mau kemana?"

"Ke Jepang lah, kan buat proyek. Kenapa?"

"Harus jam sekarang?"

"Ya...harus kali? Tiketnya kan sekarang."

"Kegiatannya hari ini?"

"Enggak sih-apaan sih Bang nanya-nanya mulu?" tanya Nataya kesal.

"Kamu tau kemarin-kemarin Embun main ke rumah?"

"Hah? Kapan?"

"Ya kemarin-kemarin lah. Pas kamu ke Jakarta. Jadi masalah nih."

"Masalah apaan sih Bang. Jangan setengah-setengah."

"Bisa kamu sama Embun batalin tiket kalian? Abang reimburse langsung pake tiket lain tapi jam sore atau malam."

"Lho? Emang ada apa?"

"Waterio dari pagi nangis karena Bunda lupa ngabarin kamu untuk minta dateng ke pertunjukkan dia di TK. Anaknya gak mau pergi. Abang udah di telepon pihak sekolahnya."

"Hubungan sama Embun apa?" kening Nataya berkerut bingung. Embun juga ikut menoleh saat namanya disebut.

"'Mami, Papi, Om Tayo, sama Nte Mbim harus dateng', dari subuh Waterio cuma ngomong itu terus. Diajak yang lain gak mau."

Constellation of AntariksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang