TUJUH

6.1K 688 156
                                    

WARNING: THIS IS NOT SUITABLE FOR READERS BELOW 17. PLEASE READ WISELY.


                "PAK! HATI-HATI DONG!" teriak Nataya marah pada salah satu anggota tim proyeknya.

"BAPAK KE KLINIK SAJA ATAU KE RUMAH SAKIT! PERTEMUAN KITA TUNDA DULU!" Nataya masih berteriak marah.

"Minta tolong supir perusahaan untuk antar! Sekalian motor bapak bawa ke bengkel. Di Jakarta nanti tidak boleh ada yang sakit!" masih pria itu mengeluarkan kekesalannya.

"Kalau kepala bapak yang terbentur bagaimana! Bapak harusnya lebih hati-hati saat berkendara!" pria itu terus mengomel membuat orang-orang di kantor ikut terpancing mendengar keributan dari bosnya itu.

Embun yang baru saja tiba langsung ikut melihat keributan yang dihasilkan oleh orang yang sangat dikenalnya itu. Ini pertama kalinya Embun melihat Nataya sangat marah. Salah satu anggota tim bernama Pak Bayu yang juga Embun kenal adalah sasaran kemarahan Nataya. Embun bingung harus merasa takut atau gemas melihat Nataya sekarang. Pria itu marah-marah kepada anggotanya yang terjatuh dari motor? Ia marah karena anggotanya terluka? Dan ia marah-marah meminta anggotanya itu untuk berobat?

"Kemeja saya juga sobek! Bapak tidak tau saya dapat kemeja ini susah?!" Nataya terus mengeluarkan amarahnya.

"Pokoknya saya minta bapak periksa ke rumah sakit dan urus motor bapak! Jangan kembali tanpa membawa hasil pemeriksaan dokter! Kalau harus tindakan, ambil tindakan! Minta reimburse kebagian fasilitas!"

"Jangan diam saja! Cepat! Harus saya antar juga?!" kembali bentakan itu keluar dari mulut Nataya.

"Pak, Pak, Pak Said, eta motor si bapak ge tiguling keneh!" (pak, pak, pak said, itu motor si bapak juga masih terguling!) salah satu satpam kantor tiba-tiba berbisik-bisik di dekat pintu masuk.

"Wah? Pak Nata ge geubis?" (wah? Pak Nata juga jatuh?) pria yang tadi disebut itu kini ikut merespon masih berbisik.

Embun sempat mendengar percakapan itu dan tertegun. Tapi sedetik kemudian kerumunan itu sudah berpencar kembali ke tempat masing-masing seiringnya Nataya yang pergi menaiki lift. Embun disana masih tercengang, walaupun yang dilontarkan Nataya isinya kata-kata khawatir, tapi pria itu benar-benar marah.

"Bu Embun jangan kaget. Pak Nata sering marah seperti itu pada karyawan. Saya nya juga gak kesal sama sekali. Malah lucu melihat Pak Nata." Ucap Pak Bayu yang memang tidak sengaja melewati Embun yang tercengang.

"Eh? Tapi bapak gak kenapa-kenapa? Bapak jatuh dari motor?"

"Motor saya nyerempet motor Pak Nata di depan. Saya mah gak apa-apa Bu. Itu Pak Nata aja yang berlebihan."

"Tetep periksain aja Pak. Takut ada luka dalam." Pinta Embun.

"Oh, tenang Bu pasti saya periksa. Nanti saya gak bisa dateng rapat apapun kalau saya tidak bisa nunjukin hasil periksa ke Pak Nata haha" jawab Pak Bayu sambil menggelengkan kepala.

"Bu Embun tidak usah jadi sungkan ya sama Pak Nata. Memang suka begitu. Barusan juga beliau marah karena bajunya sobek."

"Ck. Ck. Ck. Marah sekali si bapak urusan baju. Padahal saya yakin beliau juga luka. Kami jatuhnya ke aspal barusan. Saya sih pakai jaket kulit." masih Pak Bayu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

"Saya pergi dulu ya, Bu!" akhirnya pria itu pamit untuk menjalankan suruhan atasannya yang tadi marah-marah.

Embun masih tertegun mendengar cerocosan dari rekan kerjanya itu. Pusing karena mendengar ocehannya dan juga memikirkan Nata yang sekarang bisa begitu marah karena hal sepele. Ia buru-buru memejamkan matanya erat, menggeleng sebentar kemudian langsung berjalan menuju ruang pertemuan. Itu bukan hal besar. Mungkin dari dulu juga Nataya mudah marah, hanya tidak pernah ditunjukkan.

Constellation of AntariksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang