WARNING!!!

6.6K 423 10
                                    

Minyoon pairing...

.
.
.
.
.

Apakah kalian mengerti, seberapa sakit ketika mencintai seseorang yang tidak pernah tahu tentang kalian?

Mungkin sering disebut... mencintai dalam diam?

Memendam perasaan?

Yang jelas, intinya semua sama.

Aku mencintai dia yang tak tahu jika aku memiliki rasa untuknya.

Membayang senyumnya, mengingat tingkah polahnya, menatap gambarnya.

Segala yang berhubungan dengannya, benar-benar membuatku berpikir... apakah dia pantas mendapatkan hatiku, sementara dia menyerahkan hatinya entah untuk siapa?

Apakah ini terlalu miris?

Benar. Kisahku memang miris jika diceritakan.

Dia bukan cinta pertamaku, tapi aku yakin dia akan jadi cinta terakhirku.

Kenapa aku bisa seyakin itu?

.
.
.
.
.

Kalian ingin tahu alasannya...

Karena waktuku tidak akan lama lagi.

Tidak——Aku tidak mengharap iba darinya atau dari siapapun.

Ini sudah menjadi takdirku, makanya aku tidak mau repot-repot untuk memprotes. Aku juga tidak masalah jika dia tidak pernah tahu.

Kata orang, semua akan indah pada waktunya. Lalu bagaimana denganku?

Tidak—aku juga tidak menuntut keadilan.

Aku menghela nafas berat saat darah kembali mengotori tanganku. Kesekian kalinya dalam beberapa jam terakhir aku merasakan pening yang teramat sangat. Tubuhku yang terbaring di ranjang, tak mampu lagi ku gerakkan meski hanya berdiri atau sekedar duduk.

Jarum infus tertancap dipunggung tanganku, satu-satunya penopang kekuatan agar aku bisa tetap bertahan.

Aku sudah tidak mau menelan makanan lagi, semua terasa pahit di lidah. Bernafas terasa sesak, bergerak pun terasa payah.

Mataku sudah kembali terpejam, ketika sayup-sayup kudengar suara dan langkah panik menghampiri keberadaanku.

"Periksa detak jantung dan tekanan darahnya!"

"Baik, dok"

Kurasakan seseorang mengelap telapak tanganku. Begitu dekat, terdengar nafasnya yang memburu. "Yoongi... bagaimana bisa...?"

Ah... Dialah cinta terakhirku—si dokter?

"Dokter Park, detak jantungnya terlalu lemah. Tekanan darahnya juga menurun dari beberapa jam yang terakhir"

Bahkan helaan nafasnya juga terdengar begitu terbeban. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?

Ingin rasanya aku membuka mata dan merengkuhnya, namun sayang aku terlalu malas untuk melakukannya. Aku lelah dan aku hanya ingin tidur, tapi kenapa dia malah datang?

"Segera hubungi keluarganya"

"Tapi, dok..."

"Hanya untuk berjaga jika ada kemungkinan terburuk"

"Baiklah kalau begitu"

Kenapa suara mereka semakin terdengar jauh? Apa mereka sudah meninggalkanku sendiri lagi?

Padahal aku masih ingin mendengar suaranya.

"Min Yoongi...?"

Meski aku tak bisa membalas  hal yang serupa, aku masih bisa mendengar jika dia memanggilku. Bahkan dia juga menggenggam tanganku.

Indahnya... Kenapa tidak sejak tadi?

"Aku yakin kau masih bisa mendengarku", suaranya terdengar berbisik dan lembut. "Semua tergantung keputusanmu. Kau ingin berjuang atau menyerah, pilihan terserah padamu"

Rasanya begitu tenang hanya mendengar untaian katanya.

Andai aku bisa memilih, aku ingin sedikit lebih lama dari yang kuingin. Tapi sayang, seseorang didepan sana sudah melambai kearahku seolah mengajakku untuk pergi.

"Aku tahu kau kuat, Yoon. Bisakah kau bertahan lebih lama?"

Dia memintaku bertahan?  Memang untuk apa? Lalu apa yang harus aku pertahankan, sedangkan tak ada lagi alasan yang mampu kuucap?

"Demi aku"

Demi apa?

"—demi aku, Yoon. Maukah kau bertahan lebih lama lagi?"

Ingin rasanya aku menangis. Untuk yang kesekian, aku benar-benar merasa takut akan sesuatu. Takut kehilangan diriku sendiri, dan takut untuk meninggalkannya.

Tuhan... bisakah kujadikan dia sebagai alasan untukku kembali?

.
.
.
.
.

MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang