Yoriko Alista

114 13 0
                                    

Ruang kamar ukuran 5x5 berwarna biru tosca, ruangan ini tadinya begitu luas namun kini menjadi begitu sempit seolah peti mati bagi sang pemilik.

Tidak ada musik jaz yang membahagiakan yang biasa diputar sepanjang hari.

Hanya ada suara jarum jam yang bergerak mengikuti putaran.

Sudah 3 jam di dalam ruangan itu hanya ada suara isak tangis, yang membuatnya terasa semakin dramatis.

Terlihat seorang gadis berambut panjang hitam legam, rambutnya sepanjang pinggangnya yang terlihat ikal dibagian bawahnya. Mata yang tadinya hitam terang kini terlihat seperti lampu yang remang remang. Bibir yang biasa tersenyum manis kini sama sekali tak hadir, wajah yang biasa sumringah kini benar benar terlihat masam.

Panggil saja gadis itu dengan sebutan Yoriko, nama panjangnya Yoriko Alista usianya 16 tahun sekarang. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya.

Tidak ada roti ulang tahun, tidak ada perayaan, bahkan tidak ada ucapan sama sekali. Rumahnya begitu besar namun terasa seperti hanya ada di dalam peti.

Sepi, sendiri. Matanya memandang kosong ke arah jendela yang menuju langsung ke persawahan di sebelah rumahnya, duduk sambil menekuk kaki dan memeluk lututnya kini jadi kegiatan favoritenya.

Sambil kadang bergeming kata kata yang sederhana namun begitu menyayat hatinya

"Ibu, aku rindu..."

Ya itu yang sesekali lolos dari mulutnya, yang selalu menjadi pengiring air matanya untuk jatuh.

Hampir satu minggu Yoriko menjadi begitu pendiam, setelah kepergian Ibu kesayangannya untuk selama lamanya. Rasanya hatinya begitu hancur. Ingin rasanya ikut pergi bersamanya. Ke alam yang kekal, dimanapun asal bersama ibunya.

Suara ketukan pintu berhasil membuat lamunanya buyar, lamunan yang membuatnya terasa hidup kini telah buyar menyadarkannya bahwa hidup benar nyata. Bukan lagi halusinasi.

"Non yoriko, ada tuan rendra dibawah. Beliau ingin menemui nona" kata bi surti, dengan menundukan kepala. Tak brani menatap mata galak yoriko.

"Oke" jawabanan yang singkat

Yoriko turun ke bawah menemui tuan rendra selaku pengacara ibunya.

"Ya rendra, ada apa? Mengapa tidak menghubungiku dulu?" Sambil berdiri melipat tangan di dada.

"Maaf nona, saya sudah buat janji dengan pa syahrul"

"Jadi kau mau menemui siapa? Saya atau pa syahrul?"

"Nona yoriko" jawab rendra sambil membuka berkas berkasnya.

"Oke, bicaralah"

"Jadi begini nona. Saya akan menyampaikan surat wasiat dari nyonya amirah. Sebelum beliau wafat nona amirah memutuskan untuk mengirim nona ke asrama pelangi yang ada di kota B. Karena beliau tidak memberikan banyak harta warisan pada nona yoriko. Nona yoriko hanya bisa menikmati asuransi pendidikan yang sudah disiapkan oleh nyonya amirah. Dan rencananya nona akan segera berangkat minggu ini ke kota B. Saya yang akan menyiapkan semua keperluan nona. Nona hanya tinggal bersiap dan mengemasi pakaian serta barang lain yang nona perlukan" jelas rendra pada yoriko yang membuat matanya membulat sempurna

"What? Itu keputusan sepihak rendra. Saya tidak bisa terima" sanggah yoriko.

"Maaf nona ini sudah keputusan"

"Tapi saya masih punya orang tua rendra. Ada ayah saya disini. Mengapa saya harus meninggalkan rumah?"

"Ayah? Ayah yang mana tuan puteri?" Yoriko membalikkan badan menatap wanita yang usianya sekitar 65 tahun.

somebody to loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang