Angin mengembuskan dirinya,
Langit menggelap,
Kilat sudah mulai terlihat,
Suara petir terdengar bergemuruh,
Lalu kau jatuh,
Hujan.***
13 Juli 2005,
Perjalanan menuju pulang setelah sibuk bekerja, ayah dan ibu Alaska dipenuhi dengan semangat. Namun tidak setelah rintikan hujan datang tiba-tiba. Hal itu membuat pandangan ayah Alaska yang sedang mengemudi terhalangi, ditambah dengan rem mobil yang tak terkendali dan gelapnya malam saat itu. Mobil yang ditumpangi oleh keduanya semakin hilang kendali. Perlahan, mobil itu, ayah, dan ibu Alaska masuk kedalam jurang yang begitu curam. Terguling hingga membuat mobil itu terbakar. Berkobar, sang api sulit padam meski hujan masih menjatuhkan dirinya dengan deras.
"Ayah dan Ibumu kecelakaan, Nak. Ayahmu mengemudi dalam keadaan hujan deras dan petir yang terus bergemuruh" menurut saksi pada saat itu.
Tatapan Alaska berubah menjadi kosong. Cairan di pelupuk matanya perlahan keluar. Mulutnya sedikit terbuka, namun tak berkata. Pun dengan Bu Dinah, pembantu di rumah Alaska yang sudah dua belas tahun bekerja bersama ibu dan ayah Alaska.
Dokter keluar dari ruang operasi. "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Bu. Tapi mohon maaf, kedua orang tua anak ini tidak bisa diselamatkan" dokter menyatakan pernyataan yang membuat Bi Dinah dan Alaska lemas.
"Ayah, Ibu. Nanti siapa yang jagain aku? Nanti siapa yang masak dan menyuapkan aku makanan yang enak? Nanti siapa yang temani aku main pesawat dan juga robot? Aku mohon, jangan pergi" Alaska meringis dengan suaranya yang kecil lembut.
"Jangan nangis, Den. Masih ada Bibi disini" Bi Dinah merangkul Alaska. Berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang tak juga henti menetes.
Akhirnya kedua orang tua Alaska dimakamkan. Meski rumit, meski berat, meski Alaska masih belum bisa menerima kepergian kedua orang tuanya, keduanya harus cepat bertemu dengan Tuhan. Alaska mengerti itu.
"Mari, Den" ajak Bi Dinah, menggenggam tangan Alaska yang kecil lembut untuk membawanya pulang.
Sesampainya di rumah, Alaska duduk di sofa dan diikuti dengan Bi Dinah yang duduk disampingnya.
"Bi, Ayah sama Ibu cuma pergi sebentar 'kan?" Alaska menanyakan sebuah pertanyaan. Mata kecilnya berkaca-kaca.
"I-iya, Den" Bi Dinah menjawab dengan terbata-bata. Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab.
☔
Itulah yang tertanam dipikiran seorang Alaska Revalno. Ia selalu berpikir bahwa hujan yang telah membuat kedua orang tuanya meninggal. Tapi yang pasti, Alaska sangat membenci hujan.
☔
Hai,
Jangan lupa vote dan komentar yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKA
Teen FictionAlaska, lelaki tampan yang sangat membenci jatuhnya rintikan dari langit. Rintikan yang biasa disebut hujan, rintikan yang hampir membuatnya putus asa. Bagi Alaska, hujan adalah pembawa sial. Hujan selalu merenggut kebahagiaannya, hujan pula yang te...