Setelah beberapa tahun kemudian, Alaska sudah dewasa. Ia sudah mulai bisa merelakan kepergian orang tuanya. Sekarang ia telah sadar bahwa terus menangis dan mengeluh tidak akan bisa merubah keadaan yang sudah terjadi, tidak akan membuat kedua orang tuanya kembali lagi ke dunia ini.
Alaska akan menjalani hari yang baru dalam hidupnya, pengalaman baru dalam hidupnya, dan menetapkan ketegaran di dalam kehidupannya sekarang. Tidak akan ada lagi kegelapan, tidak akan ada lagi air mata. Meski benci dan amarah masih menetap dalam diri Alaska.
Pagi ini, terdengar suara gemercik hujan yang sebenarnya sudah berjatuhan sejak jam 2 malam. Seketika, Alaska teringat pada kedua orang tuanya, ia rindu akan kehadiran mereka, ia rindu akan kasih sayang yang mereka berikan terhadap dirinya.
Namun, Alaska juga membencinya. Alaska benci mendengar gemercik hujan itu, Alaska benci melihat rintikan hujan yang terus berjatuhan itu.
Alaska bangun dari kasurnya, membuka selimut yang menutupi tubuhnya, berjalan menuju jendela dan membuka gorden, lalu melihat titik hujan yang berjatuhan yang disertai dengan rasa masih kesal dan tidak terima.
Seharusnya Alaska berangkat sekolah pagi ini, tapi Alaska malas jika harus menyentuh hujan yang telah membuat kedua orang tuanya meninggal dunia, ia tidak akan pernah sudi.
"Den, ini sudah siang. Bangun den, sekolah" Bi Dinah menepuk pundak Alaska yang masih terbaring di kasur.
"Enggak Bi, Alaska males" Jawab Alaska yang belum membuka matanya.
"Tapi nanti kalau nilainya dikurangin gimana, den?" Bi Dinah masih mencoba merayu Alaska agar berangkat sekolah.
"Yaudah kalo bibi maksa aku buat sekolah" Alaska membuka mata dan bangun dari kasurnya.
"Nah gitu dong. Ayah sama Ibu pasti senang kalau liat den Alaska rajin. Sarapan roti sama susunya sudah ada di meja ya, den" Bi Dinah beranjak pergi ke dapur.
☔
Alaska berjalan menuju ke kelasnya. Siswa yang lainnya ricuh melihat seorang wanita cantik melewati perpustakaan.
"Wih, liat tuh. Cantik banget"
"Kayaknya Tuhan emang ngirim bidadari pagi ini, buat gue deh"
"Neng, jadi pacar abang aja ya" salah satu siswa menggoda wanita itu.
Alaska dan perempuan itu berjalan di tempat yang sama, mereka dekat, namun berlawanan arah. Ketika keduanya terlarut dalam lamunan, pundak Alaska dan pundak wanita itu bersentuhan, buku yang Alaska pegang berjatuhan ke lantai.
"Eh, maaf ya aku gak sengaja. Biar aku rapihin" wanita itu meminta maaf dengan suaranya yang lembut.
Ketika Alaska hendak mengambil bukunya, begitupun juga dengan wanita cantik tersebut, jari jemari mereka bersentuhan dengan secara tidak sengaja. Mereka saling bertatapan, namun hanya sesaat.
"M-maaf" wanita itu salah tingkah, begitupun juga dengan Alaska.
Alaska hanya menatapnya dan bergegas mengambil buku-bukunya. Ia segera pergi meninggalkan perempuan berambut pirang itu.
"Woy Alaska. Cewek cantik gitu lo diemin" teriak para siswa.
Oh, jadi nama dia Alaska. Wanita itu berbicara di dalam hati.
☔
Sekarang adalah jam istirahat, Alaska bersama teman-temannya beranjak menuju kantin. Ketika Alaska berjalan, ia melihat wanita yang tadi tak sengaja menyenggol pundaknya. Wanita itu menghampiri Alaska.
"Hai. Maaf ya soal tadi, aku gak sengaja. Oh iya, kenalin nama aku Dara Thiessa Watson. Gak nyangka juga kita bisa sekelas" wanita itu mengulurkan tangannya, senyuman terus terukir di bibirnya.
"Iya," jawab Alaska dengan singkat. Tangan yang Dara ulurkan belum juga turun.
"Namanya susah ya. Udah kayak nama ilmuwan jaman dulu" Defan menyela.
"Iya, itu nama dari keluarga. Papaku orang Swiss" jawab Dara dengan senyum.
"Oh iya, nama kamu siapa?" Dara menatap Alaska.
"Alaska Revalno. Panggil aja Alaska" telapak tangan mereka saling bersentuhan, namun hanya beberapa detik. Setelah itu tidak lagi.
"Aku ke sana dulu, ya" Dara mulai beranjak dari posisi Alaska dan teman-temannya.
"Coba aja kalau dia jadi pacar gue. Udah cantik, hidungnya mancung, badan juga aduhai. Surga dunia banget dah" kata Faris sembari tertawa.
Setelah jam pelajaran terakhir selesai, para siswa-siswi segera menggendong tas dan pulang menuju rumah mereka masing-masing. Dara terlihat sedang menunggu orang yang akan menjemputnya di depan gerbang sekolah, namun orang yang ditunggu sepertinya tak kunjung datang. Alaska mencoba mendekati Dara yang sedari tadi hanya melamun menunggu orang yang akan menjemputnya.
"Lo nungguin siapa?" tanya Alaska.
"Aku nungguin Mama, tapi belum datang juga" jawab Dara tersenyum manis.
"Rumah lo dimana?" tanya Alaska.
"Rumah aku belok ke kanan nanti lurus terus, lampu merah belok kiri, pas ada pertigaan belok kanan. Nah, itu rumah aku," Dara mengarahkan telunjuknya.
Alaska menengok ke arah belakang motornya. "Naik,"
"Emangnya kamu tau arahnya kemana?"
"Tadi 'kan lo yang ngasih tau gue arahnya. Mau naik apa mau gue tinggalin?" Alaska menaikkan satu alisnya.
"O-oke"
☔
Sesampainya di rumah Dara, Dara turun dari motor Alaska. "Makasih ya, Alaska" Dara merasa canggung.
Tanpa membalas terimakasih yang diucapkan oleh Dara, Alaska pergi meninggalkan Dara yang masih terdiam menatap kepergiannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/164011698-288-k81332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKA
Teen FictionAlaska, lelaki tampan yang sangat membenci jatuhnya rintikan dari langit. Rintikan yang biasa disebut hujan, rintikan yang hampir membuatnya putus asa. Bagi Alaska, hujan adalah pembawa sial. Hujan selalu merenggut kebahagiaannya, hujan pula yang te...