Foto keluarga terpasang di dinding ruang tamu yang luas. Ruangan yang setiap sudutnya memiliki arti dan memori. Sofa yang sering diduduki untuk berkumpul bersama, hanya tersisa bayangan samar sekarang.
Mengingat kejadian pahit yang dialami sepuluh tahun yang lalu, membuat Alaska rindu kedua orang tuanya. Bukan, bukan rindu hujan yang membuatnya harus merasakan ini. Bukan rindu hujan yang menghalangi pandangan ayah Alaska saat mengemudi. Bukan rindu hujan yang membuat kedua orang tuanya jatuh ke jurang yang curam. Bukan rindu hujan yang membuat kedua orang tuanya berdarah-darah. Bukan rindu hujan yang membuat kedua orang tuanya meninggal. Bukan.
Banyak orang berkata kalau hujan adalah pembawa keberuntungan, banyak orang berkata bahwa hujan adalah penolong, banyak juga orang yang berkata bahwa hujan selalu membawa sial. Hujan menyebabkan orang-orang di luar sana kesusahan untuk keluar rumah. Maka dari itu, banyak orang yang tidak menyukai hujan. Pun dengan Alaska yang membencinya.
☔
Fisika. Pak Wade sedang fokus menjelaskan materinya di kelas, setelah rela basah kuyup karena hujan telah mengguyur sekujur tubuhnya saat menuju kelas tadi.
"Ada yang masih ingat apa pengertian fisika?" ditengah pembahasan materi, Pak Wade bertanya. "Alaska, kamu masih ingat?" tanya guru berbadan tinggi besar itu kepada Alaska yang sedang tumpang dagu di atas meja.
Alaska yang tak fokus, terperangah dan mengalihkan pandangannya. "Fisika adalah sains atau ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya." jawab Alaska dengan cepat dan rinci. Jawabannya itu membuat teman-temannya takjub, termasuk teman sebangkunya, Defan.
"Benar sekali!"
"Tadinya saya mau menjawab, Pak. Tapi keduluan sama Alaska" tukas Defan dengan alasannya.
Pak Wade menganggukkan kepala. "Kalau begitu, coba ulang apa yang dikatakan oleh Alaska tadi"
Mendadak tatapan Defan menjadi kosong, ia terdiam dengan mulutnya yang sedikit terbuka.
"HUUU!" sorak teman-temannya di kelas itu. Tak sedikit pula yang melemparinya dengan gumpalan kertas.
"Kalo gak tau gak usah sok pinter deh" sambung Halse yang duduk di barisan paling depan.
"Dih, sewot."
"Harap tenang!" Pak Wade memberi peringatan dengan tegas. "Alaska, kamu akan mendapat nilai tambahan. Dan sekian pembelajaran hari ini, semoga apa yang saya sampaikan bisa bermanfaat bagi kalian"
"Aamiin" seluruh siswa dikelas itu menjawab dengan serentak.
"Istirahat, guys!" teriak Halse pada teman satu kelasnya untuk memberikan informasi bahwa sudah waktunya istirahat. Karena itu juga tugasnya.
Alaska belum bergerak, ia masih diam dibangkunya, memandang hujan yang turun melalui jendela kelas. "Harus banget hujan?" tanya Alaska pada dirinya sendiri.
Defan yang ada disampingnya tentu mendengar meski Alaska berbisik pelan. "Lo masih benci hujan?" tanya Defan.
"Masih, sampai nanti."
"Jangan selalu salahin hujan, Bro. Banyak orang diluar sana yang kekeringan, dan cuma hujan yang bisa nolongin mereka. Hujan gak selalu bikin orang kesusahan. Lo harus ngerti itu"
"Sok banget, lo" Alaska meragukan apa yang Defan katakan.
Defan tersenyum. "Gue cuma mau yang terbaik buat lo"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKA
Teen FictionAlaska, lelaki tampan yang sangat membenci jatuhnya rintikan dari langit. Rintikan yang biasa disebut hujan, rintikan yang hampir membuatnya putus asa. Bagi Alaska, hujan adalah pembawa sial. Hujan selalu merenggut kebahagiaannya, hujan pula yang te...