Resort

127 12 0
                                    

#14B

“Para biksu kemudian membuka pintu kuil untuk memeriksa keadaan sang ibu. Namun di dalam ia sangat kelelahan, menghabiskan sepanjang malam berteriak mencari anaknya. Ia segera mendapatkan perawatan, tapi ketika ia bangun, mereka menyadari bahwa ia sudah kehilangan kewarasannya. Mungkin karena ia harus kehilangan anaknya untuk yang kedua kalinya, atau mungkin karena pengalaman mengerikan yang ia alami, tak ada yang bisa tahu secara pasti.”

“Sedangkan untuk wanita yang pertama, para penduduk desa mencarinya sepanjang malam. Keesokan harinya, mereka akhirnya menemukan jasadnya dalam kondisi yang sangat menggenaskan. Tubuhnya tergeletak di tepi pantai dalam kondisi tercerai berai. Seolah-olah ada sesuatu yang mencoba memakan tubuhnya. Akan tetapi wajahnya terlihat bahagia. Aku tak tahu apa yang terjadi. Catatan nenek moyangku hanya mengatakan. ‘Walaupun ia dimangsa anaknya sendiri, tapi ia tersenyum di saat terakhirnya’.”

Cerita itu memang sangat sukar dicerna, tapi perlahan kami mulai bisa mengerti apa yang ia coba ceritakan pada kami.

“Para penduduk desa sepakat untuk menghancurkan rumah wanita itu. Dalam prosesnya, mereka menemukan catatan yang ia tulis. Catatan itu dibuat oleh wanita itu untuk menggambarkan perkembangan anaknya setelah ritual itu selesai. Bunyinya kira-kira seperti ini ....”

Hari 1: Mulai mempersiapkan kuil.

....

Hari ke-29: Tak ada perubahan.

....

Hari ke-37: Ia sudah pulang.

Hari ke-39: Ia sulit untuk bergerak.

Hari ke-45: Ia menumbuhkan kaki.

Hari ke-49: Ia mulai merangkak.

Hari ke-51: Ia bergerak dengan empat tangan dan kakinya.

Hari ke-54: Ia mulai berbicara

Hari ke-58: Ia bisa berdiri.

“Apakah Makiko juga melakukannya?” tanya Shoji tajam.

Kami semua menatapnya.

“Makiko ... ia melakukan ritual yang sama, kan?”

Biksu itu menghela napasnya, “Kau benar, Makiko sebenarnya tak berasal dari desa ini. Ia baru pindah ke sini setelah menikah dengan Ryuichi. Mereka memiliki seorang anak laki-laki. Bahkan mungkin anaknya itu kini mungkin seumuran dengan kalian. Tapi ....”

Kami sudah bisa menduga kelanjutan cerita itu.

“Suatu hari, beberapa tahun lalu, anaknya menghilang setelah bermain ke pantai. Seluruh desa mencarinya, tapi ia tak pernah ditemukan. Ryuichi mencoba membuat istrinya melupakan kesedihannya dengan mengubah rumah mereka menjadi hotel sehingga banyak anak-anak berkunjung ke sana saat musim panas. Bahkan hotel itu menjadi terkenal dan semua orang mengira Makiko telah melupakan kesedihannya.”

“Namun entah bagaimana, Makiko mendapatkan informasi mengenai ritual itu dan mencoba mempraktekkannya. Ia menciptakan makhluk yang hampir merasuki kalian. Namun entah mengapa, makhluk itu justru mengira kalian-lah ibunya, bukan Makiko.”

Biksu itu kemudian menceritakan bahwa ini mungkin karena Makiko melupakan satu hal yang penting. Saat meninggal, anaknya tidak sedang membawa tali pusarnya bersamanya. Makiko tidak mengetahuinya dan itulah yang membuat ritualnya berbeda dengan ritual yang seharusnya.

“Aku juga ingin meminta maaf meninggalkan kalian di kuil sendirian malam itu. Namun selain menyelamatkan kalian bertiga, aku juga harus menyelamatkan Makiko. Sama seperti kalian, nyawanya juga dalam bahaya. Kami semua tadi malam menguncinya di kuil utama, seperti yang dilakukan nenek moyangku saat hal ini pertama terjadi. “

Tiba-tiba Shoji berdiri. Dengan gemetar marah, ia menatap sang biksu dengan tajam, “Kalian melindunginya? Untuk apa? Jelas-jelas ia hampir membuat nyawa kami terancam! Dia hendak mengorbankan nyawa kami untuk menghidupkan kembali anaknya!”

Sang biksu itu mencoba menjelaskan, tapi kali ini Takumi mencoba mendukung Shoji, “Di mana perempuan itu! Katakan kepada kami!”

Biksu itu tampak terkejut dengan reaksi kedua temanku itu. Aku hendak berusaha menenangkan Shoji dan Takumi ketika melihat sang biksu itu dengan wajah teduh dan suara sabar menjawab,

“Baiklah. Aku akan membawa kalian pada Makiko. Biarlah kalian menilainya sendiri.”

Dia berdiri dan berjalan keluar kuil. Kami bertiga mengikutinya. Pertama, kami mengira ia akan membawa kami ke aula kuil utama, tapi ia justru berjalan menuju sebuah bangunan kecil, tepat di luar kuil utama. Ketika kami semakin dekat dengan bangunan itu, kami mendengar suara erangan yang keras serta suara alunan orang-orang yang membaca kitab suci. Juga terdengar suara “Bang! Bang!” yang amat keras.

Kami bertiga berdiri di luar bangunan itu dan menyadari bahwa suara-suara itu berasal dari dalam bangunan tersebut. Aku takut tentang apa yang akan kami lihat di dalam sana.

Sang biksu membukakan pintu dan kami melihat beberapa biksu bersila mengelilingi Makiko. Tak ada satu pun dari kami yang berani bersuara saat kami melihat kondisinya.

Dia sedang ... aku tak tahu cara mengatakannya ... meringkuk? Seperti seekor udang. Aku tak bisa menjelaskannya dengan baik, tapi ia sedang berbaring di lantai sambil melengkungkan tubuhnya dan menggeliat tak terkendali. Aku tak pernah melihat manusia melakukan hal seperti itu sebelumnya. Sesekali ia mengeluarkan suara seperti tangisan yang sangat menyayat hati.

Aku bahkan tak tega untuk melihat wajahnya. Kami hanya terpaku di sana.

“Ia sudah seperti ini sejak tadi pagi,” kata sang biksu dengan sedih, “Dan mungkin akan tetap seperti ini sepanjang sisa hidupnya ....”

Satu-persatu, kami bertiga meninggalkan ruangan itu. Kami tak bisa melihatnya dengan kondisi seperti itu. Sangat sulit. Kami seperti melihat wanita yang berbeda dengan Makiko yang biasa kami kenal di hotel.

Sang biksu membawa kami kembali ke ruangan dimana kami berada tadi dan mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia menyinggung bahwa upacara pengusiran setan yang kami lakukan tadi malam berhasil dengan baik.

“Kalau begitu bisakah kami pulang?” tanya Shoji. “Maaf jika kami kasar. Anda sangat baik pada kami, begitu pula orang-orang di kuil ini. Namun semua pengalaman ini, melihat makhluk-makhluk itu, benar-benar membuat kami ....”

“Tunggu! Makhluk-makhluk?” Mimik muka sang biksu berubah, “Maksudmu mereka ada lebih dari satu?”

“Ya,” kata Shoji tak yakin. “Aku melihat ada beberapa bayangan saat berada di lantai dua hotel itu ....”

Sang biksu itu tampak terkejut.

“Tung ... tunggulah di sini sebentar,” katanya gugup. “Jangan sekali-kali meninggalkan kuil ini! Tetap di sini dan aku akan memanggil seseorang untuk membantu kalian ....”

TO BE CONTINUED

Creepypasta (Mix & Original) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang