LANTUNAN adzan begitu menggema, membangunkan para insan yang sedang tertidur lelap. Memotong mimpi yang sedang dalam babak penuh dengan kebahagiaan, yang tak jarang membuat mata enggan untuk terbuka, berharap bahwa jalan mimpi akan kembali seperti sedia kala, ingin sedikit saja menikmati kebahagiaan yang hakiki didalam mimpinya walau hanya sesaat, yang mana tak didapatkan saat didunia nyata.
Dari deretan kamar bagian selatan itu, hanya beberapa orang yang terbangun. Bersiap-siap untuk pergi ke masjid, melaksanakan shalat subuh berjamaah. Dan beberapa orang yang lain masih terkungkung dengan selimutnya
Dengan mata yang masih terkantuk-kantuk dan pandangan kabur serta mata yang belum sempurna terbuka, Ayra dan beberapa teman sekamarnya bangun dan segera beranjak mengambil mukena untuk shalat subuh berjamaah di masjid.
Saat pintu asrama utama dibuka, angin berhembus menerpa wajah yang masih terlihat awut-awutan. Menciptakan sensasi rasa dingin yang lumayan menusuk kulit, yang mana membuat banyak orang lebih memilih terkungkung dengan selimut tebalnya daripada bangun dan melaksanakan dua rakaat shalat subuh karena udara dipagi hari yang sangat dingin.
Maka tidak heran, jikalau dari beberapa teman-temannya sulit untuk bangun. Bahkan, ada satu, dua orang yang mungkin saja masih tertidur tak menghiraukan iqomah yang akan segera berkumandang. Dan pada akhirnya mereka akan terlambat dan hukuman tentu telah menanti mereka.
Berjalan menuju masjid yang tak jauh dari asrama, Ayra kemudian malah teringat dengan dirinya waktu pertama kali masuk asrama.
Waktu itu adzan subuh telah berkumandang, anak-anak asrama mulai terbangun dan beranjak menuju masjid. Selain itu, ada beberapa anak yang memilih berwudhu terlebih dahulu, bahkan mandi.
Dan Ayra memilih mandi, karena jikalau nanti-nanti tentu akan antri. Namun, waktu itu entah terlalu polos atau terlalu bodoh. Ia mandi diwaktu iqomah berkumandang dan pada akhirnya ia terlambat shalat subuh berjamaah. Bahkan saat ia sampai dimasjid, orang-orang yang biasanya mengikuti shalat subuh berjamaah telah ludes tidak tersisa. Hanya tinggal mas-mas tskmir yang sedang ingin bersih-bersih.
Sungguh, jikalau mengingat kejadian tersebut. Ayra benar-benar merasa malu, ia pun malah terkekeh sendiri mengingat kejadian satu tahun yang lalu. Berharap memori tersebut dapat terhapus. Pasalnya, waktu itu ia terlalu percaya diri walau terlambat. Tidak merasa malu saat ia berjalan menuju masjid, padahal anak-anak asrama yang lainnya telah kembali ke asrama.
"Mbk Afi, aku mandinya nomor satu ya," celetuk seseorang
"Okeyy, setelah kamu aku."
"Aku, aku. Aku nomor tiga," kataku memilih nomor antri untuk mandi.
"Eh, aku duluan ya Ay. Please" ujar seseorang yang lain, memohon.
Ayra menggeleng, " No no no! Aku pokoknya."
Perempuan yang bertubuh lumayan gendut itu hanya bisa pasrah mendapatkan antrian yang ke 4, ia memanyunkan bibirnya satu senti kedepan karena merasa sebal mendapatkan antrian terakhir. Karena memang jatah satu kamar mandi hanya untuk satu sampai lima orang. Sedangkan untuk jatah antri kamar mandi Ayra hanya terdapat empat orang.
***
"Ay, Ay, cepetan ustadzah Ria udah datang tuh. Kita harus ngaji," ujarnya menggedor-gedor pintu kamar mandi
Ayra mengernyit, kemudian perasaan panik mulai muncul. Dengan cepat kilat ia membuka pintu.
"Katanya libur, gimana sih," ujarnya dengan mimik wajah absurd

KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara
Non-FictionDidalam perjalanan hidup ini, tumbang dan bangkit adalah hal biasa yang harus Ayra jalani. Takdirnya yang penuh dengan lika-liku menghantarkan dirinya pada sebuah impian besar untuk merubah nasib dirinya dan juga keluarga. Ia yang dibesarkan dengan...