DARI berbagai sudut kelas, semua siswa terdengar hening. Fokus dengan pembelajaran mereka masing-masing, tak jarang sesekali terdengar suara gemuruh kecil saat sang guru sedang menjelaskan tentang materi tertentu dipapan tulis. Pertanyaan-pertanyaan kecil akan materi yang sedang dibahas terlontar dari salah satu siswa, saat ia merasa belum paham seutuhnya.
Dari segala penjuru, diwaktu-waktu pelajaran seperti ini memang kesunyian dan keheningan lebih mendominasi ruang lingkup diluar kelas. Bahkan terkadang keheningan seperti inilah, salah satu hal yang tidak disukai Ayra.
Sepertinya, kali ini keadaan membawanya pada sebuah kerumitan. Ia tidak tahu atau bahkan mungkin lupa kalau hari ini ada ulangan harian bahasa Arab. Salah satu mata pelajaran yang baginya cukup sulit untuk dipelajarinya. Alhasil, ia terjebak dengan situasi yang membuatnya benar-benar tidak nyaman.
Ia memperhatikan sekeliling sebentar, semua siswa dikelasnya terlihat sangat serius dan fokus. Seolah-olah pertanyaan-pertanyaaan yang berada dilembaran kertas tersebut begitu mudah dijawabnya.
Padahal Ayra paham betul, bagaimana tradisi turun temurun dikelas mereka. Sesungguhnya mereka sebenarnya sedang menunggu moment yang pas, berpura-pura berpikir agar saat masa itu tiba mereka bisa mencontek. Entah mencontek dari teman sebangku mereka atau membuka catatan dari buku.
Ayra menghembuskan nafas dengan kasar, pikirannya semrawut. Duduk dibangku paling depan sekaligus dekat dengan meja guru, terkadang bukanlah hal yang begitu baik. Ia dari dulu memang suka duduk di bangku paling depan, hanya saja jikalau keadaannya seperti ini Ayra kelimpungan.
Biasanya, terkadang jikalau keadaan menjepitnya seperti saat ini. Ia terpaksa meminta jawaban dari Tiska- sahabatnya walau tidak seluruhnya. Mungkin hanya beberapa pertanyaan yang sulit untuk ia pahami.
Walau sejujurnya ia tahu betul bahwa meminta jawaban atau mencontek itu bukanlah perbuatan yang jujur, namun keadaan terkadang menjadikannya harus melakukan hal tersebut. Seolah-olah ia tidak paham akan perkara yang tidak asing itu.
"Maaf anak-anak, lanjutkan pekerjaan kalian. Ibu akan keluar sebentar. Jikalau ibu tidak datang sampai jam saya habis, silahkan kumpulkan pekerjaan kalian didepan dan sekiranya telah terkumpul semua harap salah satu siswa membawanya pada meja ibuk. Fahimtum?" ujarnya tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya
"Fahimna Bu," ujar mereka serempak.
Mendengar hal tersebut, seketika kelas yang tadinya hening, penuh dengan kesunyian berubah menjadi ramai bak pasar. Ada guratan-guratan kebahagiaan terpancar dari wajah beberapa siswa. Dengan begini, mereka tentu akan lebih mudah untuk meminta jawaban dari orang lain. Tanpa harus berhati-hati dan berbisik-bisik agar tidak ketahuan.
"Ay, minta jawaban nomor dua dong. Aku nggak paham," pinta seseorang dari belakang mejanya.
Ia menoleh ke belakang, "Nih, masih kosong kan. Aku tuh juga bingung, tau nggak," ujarnya memperlihatkan lembaran kertasnya yang masih kosong belum tercoret apapun.
"Yach, kirain udah selesai. Mana soalnya esay lagi," gerutunya
Sudah satu setengah tahun, ia berkecimpung dengan mata pelajaran bahasa Arab. Namun, ia masih saja sulit dalam mempelajarinya. Ilmu-ilmu dasar bahasa Arab saja ia terkadang masih lupa, mengenai apa itu isim, fi'il, harf, khabar, muftada'. Semuanya asing baginya, terlihat sangat sulit.
Apalagi, ia yang memang baru mengenal Mata pelajaran tersebut dibangku smk. Membuatnya kesulitan untuk bisa mempelajari lebih dalam, memikirkan kosakata yang asing itu malah membuat pikirannya kalut bahkan sebelum mempelajarinya. Menjadikan dirinya susah untuk belajar bahasa Arab. Karena memang sejak dari bangku tk ia bersekolah dinegri, murni negri tanpa ada embel-embel Islam.
***
Sekitar pukul sepuluh kurang lima belas menit, para siswa mulai berhamburan keluar dari kelas masing-masing. Jam istirahat, bisanya akan mereka gunakan untuk kekantin membeli berbagai makanan yang begitu menggoda. Beberapa siswa pun ada yang memang sengaja membawa bekal dari rumah, agar dapat menghemat uang jajan mereka untuk ditabung.
Ada beberapa diantara mereka pula yang menyisihkan waktunya untuk lebih giat mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Jarak masjid yang tidak jauh dari sekolah, membuat para siswa lebih mudah untuk menjangkaunya. Shalat Sunnah apalagi kalau bukan shalat dhuha yang dilaksanakan di pagi hari seperti ini.
Biasanya para siswa yang memilih pergi ke masjid daripada kekantin, adalah mereka-mereka yang terpilih. Walau sekolah tersebut menggunakan embel-embel Islam, ada kegiatan dan mata pelajaran yang lebih mendalam mengenai keagamaan. Namun tak jarang dari mereka yang sepertinya tidak terlalu perduli dengan hal-hal semacam itu.
Stereotip orang dalam memandang para siswa yang bersekolah berbasis Islam memang berbeda-beda. Penampilan, perilaku, tutur kata bahkan semuanya akan menjadi sorotan.
Salah satu diantaranya adalah pandangan Ayra tentang para siswa yang terlalu tidak peduli dengan hal-hal yang seharusnya menjadi kewajiban untuk mereka pelajari.
"Ay, tunggu aku ya. Mukenanya habis nih," ujar Tiska
"Okeyy, santai. Nanti gantian pakai punyaku."
Tiska mengangguk dan memilih menepi, ia akan menunggu Ayra untuk dipinjamnya mukena. Ia tadi lupa untuk membawa mukena yang berada ditasnya karena terburu-buru mengejar Ayra yang terlanjur meninggalkannya.
Beberapa menit kemudian, mereka telah mnyelesaikan dua rakaat shalat Dhuha. Ayra dan Tiska pun memilih untuk kembali kekelas.
"Mau mampir kekantin dulu nggak Ay," tanya Tiska
"Ehm, nggak deh. Kamu aja, nanti aku tunggu," katanya
Disela-sela perjalanan mereka menuju kekelas, Ayra dan Tiska sedikit berbincang-bincang membicarakan ulangan tadi pagi yang membuatnya benar-benar menguras pikiran dan tenaganya.
Ayra benar-benar merasa kesal, saat mendapati ulangan secara mendadak seperti ini. Bukannya lupa dan tidak ada yang memberitahunya, namun memang ulangan tadi pagi adalah murni ulangan mendadak dari Bu Zahri.
Sebelum kemudian, dari arah berlawanan terlihat seseorang kakak kelas yang tak asing lagi berjalan bersama dengan dua temannya. Ia membuang muka saat matanya tak sengaja melihat suatu hal yang tidak ia sukai.
Suatu pandangan yang masih saja tercetus dipikirannya, tentang kenapa orang yang bersekolah di smk swasta Islam seperti ini. Justru malah begitu jauh dari ajaran yang diajarkannya. Ia masih saja tak mengerti dengan jalan pikiran mereka.
Walau sejujurnya, memang benar tidak ada manusia yang sempurna. Manusia adalah tempatnya salah, dan selama raga dan jiwanya hidup didunia yang fana ini tentu mereka akan memiliki khilaf dan dosa.
Namun, kenapa ia malah menuntut orang untuk bisa berbuat baik. Seolah-olah para siswa yang bersekolah di SMK haruslah calon penghuni surga. Padahal dirinya juga sadar, bahwa dosanya selama ini begitu bertumpuk. Ia bukan yang terbaik diantara yang lain, hanya saja ia sedang ingin berusaha menjadi lebih baik.
***
To be continued
Bismillah, Semoga suka
Follow dulu sebelum lanjut, ka_amaliaa dan jangan lupa tinggalkan bintang dan komentar terbaikmu
Jazakallah Khair :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara
Kurgu OlmayanDidalam perjalanan hidup ini, tumbang dan bangkit adalah hal biasa yang harus Ayra jalani. Takdirnya yang penuh dengan lika-liku menghantarkan dirinya pada sebuah impian besar untuk merubah nasib dirinya dan juga keluarga. Ia yang dibesarkan dengan...