Bagian 10

575 33 0
                                    

Rutinitas dipagi hari biasanya cukup mampu untuk membuat orang mengelus dada, apalagi hari Senin. Entah mengapa dari hari-hari lainnya, senin adalah momok bagi orang-orang yang tidak menyukai jalannya waktu yang begitu cepat. Apalagi jikalau bangun tidak tepat waktu, semuanya akan berantakan.

Lupa menyetlika baju, belum antri mandi, kemudian harus berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya karena ada upacara. Rasanya, kalau bisa orang-orang ingin langsung melewati hari Senin ke hari lainnya.

Seperti atmosfer dikamar yang tak terlalu luas ini, sangat ricuh. Hanya karena permasalahan dasi yang belum ketemu.

"Dasi aku mana mbk, kemarin kan dipinjem mbk Afi. Kayaknya belum dibalikin deh," ujar Nina dengan raut wajah yang kesal.

"Ngeyel, udah aku balikin Nina. Waktu itu kan kamu sendiri yang bilang, suruh kasih lemari aja. Ya aku kasih lemarimu lah," jawabnya membela dirinya.

"Ya mana, tapi nggak ada kan."

"Ya nggak tahu lah, yang penting aku dah ngembalikin.  Aku mau sarapan dulu aja lah, pagi-pagi kayak gini buat emosi aja."

"Siapa juga yang bikin emosi," gumamnya

Ceklek

Suara pintu terbuka terdengar dengan sangat jelas, muncullah Ayra dengan ransel yang berada dipunggungnya serta raut wajah yang terlihat sangat kusam.

"Kenapa muka musam kayak gitu, baru juga pagi," celetuk Afi sembari mengambil piring dan sendok ya untuk membeli sarapan.

Ayra menggeleng, jelas sekali dari sorot matanya yang begitu hitam. Seakan-akan ia tidak tidur seharian, membuat matanya menjadi bengkak.

"Ay, tahu dasi aku nggak. Dilemari kok nggak ada ya," tanya Nina kepadanya

"Tuh." Ayra menunjuk bantal yang sering dipakai Nina dan benar saja, dasi tersebut terselempit dibantal.

"Kok bisa ada disini," gerutunya mengernyit

Ayra kemudian merapikan kembali isi-isi barang yang berada didalam tasnya, seperti baju yang kemarin ia pakai untuk pulang ia tata dilemarinya, nasi dan sayur yang sempat ibu masakkan tadi pun dikeluarkannya. Sebelum kemudian ia menemukan sebuah silet kecil yang biasanya ia dipakai untuk menggaruk rambut ketiaknya. Entah mengapa benda tersebut bisa ada ditasnya.

Ia mulai memandanginya, benar-benar diperhatikannya hingga silet yang biasanya Ayra lihat, dibolak-balik seperti belum pernah melihatnya. Pandangannya mulai aneh, ada lengkungan tipis digaris bibirnya hingga tiba-tiba silet tersebut ia gunakan untuk menyanyat wajah telapak tangannya.

"Ayra, kamu apa-apaan sih!"

Nina kaget setengah mati melihat apa yang dilakukan Ayra, bahkan belum sempat ia selesai memakai dasinya. Nina terburu-buru untuk menepis tangan Ayra yang memegang silet tersebut berusaha untuk menyanyat lebih dalam

Mendengar teriakkan Nina, teman-teman sekamarnya pun kaget.

"Ada apa sih Nin, teriak-teriak gitu?" tanya Marsia- ketua asrama.

"Gila ya kamu Ay, ngapain iris telapak tangan kamu sendiri."

Orang-orang yang berada dikamar mulai mengerubungi Ayra dan Nina, satu hal yang saat ini mereka pikirkan. Penasaran, mengapa seorang Ayra bisa melakukan hal konyol tersebut, pikiran mereka bergejolak. Benar-benar tak masuk akal, seorang Ayra yang selalu ceria pagi hari ini melakukan hal yang gila?

BaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang