Di dimensi sekolah ini, semuanya adalah tentang tolak atau ditolak. Mungkin beberapa anak hanya akan memikirkan tentang itu semua. Termasuk Shina yang sedang menopang dagu dengan mangkuk bersisa kuah bakso di hadapannya.
"Lama banget sih lo makannya?!" ketus Shina dengan wajah mulai malas, memerhatikan Gio yang masih menyantap bakso di mangkuk yang ketiga.
"Gue kalo lagi galau ya gini nih, suka makan banyak. Tapi gue heran, kenapa gue gak bisa gemuk?" Gio pun meniru posisi Shina.
Cewek berambut panjang yang terurai itu menghela napas panjang, berusaha sabar kepada sahabat baiknya yang ia pikir sudah kehilangan separuh dari otaknya.
"Untung lo temen gue, kalo bukan dah gue siram ni kuah bakso ke muka lo."
"Oh ... siram aja gak masalah."
Byur!!
Sebuah gelombang air tiba-tiba menghempas Gio membuat pakaiannya basah kuyup. Shina yang awalnya kesal pun sekarang malah menertawai temannya yang sedang dilanda musibah.
"Bang! Ini kenapa air cucian piring disiram ke saya sih bang?!" tanya Gio kesal dengan wajah yang masih syok.
Abang tukang bakso pun menjawab dengan wajah datar. "Ya kata mas, disiram juga gak masalah. Ya udah, saya siram aja. Greget saya mas, bentar lagi mau tawuran antar tukang bakso."
"Bang, sip!" puji Shina dengan mengacungkan ibu jari nya.
Si abang tukang bakso pun merasa tertantang. Perlahan ia menunjukan kepalannya yang lemah, lalu mengacungkan jari tengahnya.
"Mbak, lawan ini kalo mbak bisa," kata abang itu.
Shina tertawa sangat lepas melihat tingkah konyol yang biasa ia lihat jika ia bersama Gio.
"Betewe eniwe baswe ni Yo, gue baru aja ditembak nih sama cowok," kata Shina membuat Gio tersedak. "Masih lo makan juga 'tu bakso?! Udah kerendem air cucian piring juga masih tetep lo makan."
"Habisnya gue laper, Na," jawab Gio cuek. "Oh iya, terus lo tolak?"
"Ya iya lah ... cowok begitu tuh gak pantes dipacarin," ketus Shina sambil menyilangkan kedua lengannya. Pandangannya beralih, kali ini ke arah tempat sendok di sampingnya.
"Gue juga cowok. Sakit Na digituin, rasanya kayak lo makan beling pake nasi, wuih ... kenyang."
"Kenyang pale lo peang?!" Kesal, Shina menoyor kepala Gio cukup keras. "Pantesan aja lo gak bisa punya pacar."
"Heh, gue gak bisa punya pacar bukan karena apa, tapi karena gak ada yang sebanding dengan kegantengan gue."
"Gede rasa, lo! Udah ah, gue mau cabut aja."
"Cabut apa?"
"Cabut colokan buat nyoblos lubang hidung lo!" Shina mengambil tas, dan beranjak pergi meninggalkan Gio. Padahal ia tadi sudah janji untuk membayar semua yang Gio pesan di lapak tadi.
"Eh tungguin gue woy! Bang, semuanya jadi berapa?"
"Dua juta lima ratus."
"Murah amat?! Biasanya saya harus gadein mobil dulu baru bisa makan bakso disini." Gio juga segera beranjak dari tempat duduknya kemudian menghampiri abang tukang bakso.
"Bang!" tangan Gio menepuk pundak abang tukang bakso secara perlahan, dan secara perlahan pula si abang tukang bakso berbalik badan ke hadapan Gio.
"Abang, itu abang punya laci dalemnya ada duit. Itu anggep aja duit dari saya, si Mr. Duit dari 'Uang Kejut' buat Abang sebagai terima kasih saya ke Abang." Si abang hanya mampu mengangguk, mendengar kata-kata dari Gio yang menghipnotis dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEBETAN
Teen FictionDi dimensi sekolah, ada satu hukum lain. Tolak, atau ditolak. Hal ini tentu bisa membuat beberapa murid menjadi gila, dan keanehan muncul di sebuah hubungan dua murid berbeda nasib yang telah menjadi sahabat, mungkin sejak. mereka lahir di rumah sak...