11. Nembak

223 24 7
                                    

"Iya, gue mau jadi pacar lo."

Serentak, seisi sekolah terdiam.

•••

"Shin, gue udah greget banget nih. Kira-kira gue bakal diterima gak ya?" celoteh Gio resah, tak tahan dengan tekanan yang ia rasakan saat akan menyatakan perasaannya kepada Rara.

Tak ada respon dari Shina. Ia hanya menopang dagu dan memejamkan matanya. Bibir mungilnya berkali-kali menggumam, "jones, jones, jones," begitulah sampai ia tersadar karena Gio menjitak bagian belakang kepalanya.

"Lo itu emang sahabat yang kasar banget, ya!" Shina menceletuk, urat halusnya mulai muncul di bagian pelipis kanan.

"Habis, gue minta saran sama lo tapi lo malah cuek sambil ngejek gue," elak Gio balik menyalahkan Shina.

Shina diam, mulutnya tertutup rapat sampai membentuk garis di antara kedua bagian bibirnya karena tak mau berdebat lebih panjang dengan Gio.

Cewek yang Gio maksud adalah Rara. Ia sudah belajar di sekolah ini mulai dua bulan yang lalu. Selama dua bulan itu, yang ia lakukan hanyalah duduk, membalas senyuman dari beberapa orang, mengeluarkan buku dari dalam tas, dan menyoreti lembar akhir dari bukunya. Ia tak pernah serius dalam pelajaran, kecuali dalam mata pelajaran olahraga terutama permainan bola basket. Ia juga sangat jarang terlihat duduk di meja kantin lalu memesan beberapa makanan serta minuman dari sana. Entah apa yang ia pikirkan selama ia bersekolah di sini.

Clap clap!

Tepukan kecil dari kedua tangan Gio menyadarkan Shina yang melamun.

"Kesambet sama penunggu kelas ini, mampus lo!" Gio berceletuk, dilanjutkan dengan mencubiti pipi Shina yang sedikit menggembung.

Kembali, Shina menepis tangan jahil Gio. "Lo gak usah nyubitin pipi gue bisa? Mending lo pergi aja gih. Katanya lo mau nembak Rara? Pergi aja gih!" bentak Shina mengusir terus saja tak menghiraukan semua usaha Gio untuk membuat Shina berhenti merajuk.

"Jangan ngambek terus lah." Kali ini Gio menusuk-nusuk pipi Shina dengan jari telunjuknya. "Nanti kalo gue diterima sama Rara, lo gue beliin coklat deh," lanjut Gio meminta maaf secara tak langsung.

"Aku cuma mau hati kamu, meski raga kamu bukan milik aku," batin Shina dengan wajah yang masih datar.

Tetapi mata Shina terlihat dilapisi oleh kaca, mengkilap dan membuat beberapa pembuluh darah di bola matanya mulai membesar, matanya pun semakin memerah. Bibir Shina terus. ia gigit guna menahan tangis yang sudah berada di ujung tanduk.

"Ya udah, aku pergi dulu, ya? Doain aku diterima sama Rara," kata Gio berpamit dan memohon restu dari Shina.

Kini pandangan Shina hanya tertuju kepada Gio yang mulai melangkah menuju ke tempat duduk Rara. Ia tau ini menyakitkan tiap kali Gio menyukai seorang cewek, tetapi ia akan lebih sakit ketika tahu jawaban dari Rara adalah kata "iya".

"Selamat pagi menjelang siang, Ra," sapa Gio sambil tersenyum dan sedikit melambai pada Rara.

Rara menoleh ke arah Gio, tatapannya masih saja datar seperti tatapan Gio saat ia sedang tak ingin diganggu.

"Ambil bangku, gih. Gue tau lo mau bilang sesuatu ke gue, 'kan?" perintah Rara yang sangat dingin dalam merespon setiap apapun yang Gio lakukan untuknya.

Gio menolak. Ia beralasan bahwa ini hanya membutuhkan waktu sebentar. "Lo mau gak jadi pacar gue?" kata Gio tanpa bertele-tele dan langsung ke poin utama.

Untuk sesaat, suasana kelas menjadi sunyi dan dingin. Pandangan setiap siswa kini hanya menuju ke arah tubuh setinggi 168cm yang sedang berdiri di hadapan Ankora itu.

"Iya, gue mau jadi pacar lo."

Serentak, seisi sekolah terdiam.

Terutama Shina yang semakin menahan rasa sakit di dalam hatinya. Shina tersenyum palsu, matanya kini semakin berkaca-kaca seolah sudah terlapisi oleh plastik bening.

Gelar "Raja Tertolak" kini sudah tak bersemayam di nama Gioda Adiputra, seorang anak biasa yang hanya memiliki sedikit talenta dan sulit bersosialisasi.

Semua tangan bertepuk menyambut keberhasilan Gio. Ada yang menepuk sambil berteriak, "Jones punya pacar!", ada juga yang bersujud syukur atas keberhasilan Gio untuk mendapatkan kekasih, belum lagi yang membanting ponselnya karena kesal, mengapa karakter wanita yang sangat ia cintai harus pergi di episode awal? Sungguh sangat riuh di pagi menjelang siang kala itu.

"Jadi, mulai sekarang kita pacaran?" kata Gio masih tak percaya.

Rara tersenyum kecil. "Iya, Sayang," katanya sambil membelai lembut pipi Gio, semua cowok yang ada di sana pun Semakin iri demgan Gio.

Tetapi mengapa? Mengapa Shina yang harus menahan rasa sait? Bukankah ia harusnya berbahagia karena sahabatnya telah mendapatkan seorang kekasih yang serasi dengannya? Kenapa Shina harus menyayangi Gio? Jika ia tak memiliki perasaan, maka tak ada yang tersakiti di sini.

"Aku setia nunggu kamu, aku setia walau rasa sayang kamu untuk cewek lain," batin Shina, ditemani setetes cairan bening yang jatuh ke pipi manisnya.

▪◻⬛

Harap bersabar, ini ujian. Gebetan anda sudah terebut oleh wanita lain. Awokwokwo. Glu tau rasanya digituin itu gak enak, karena gue juga pernah ngalaminnya.

Oke sip, jangan lupa voment & share ni cerita ya. Atau masukin ke library & reading list kalian ya.
Terima Kisah, Terima Kasih.
Salam Glu.

GEBETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang