30. Berbincang, Lagi?

116 15 0
                                    

"Iya, kita emang bakalan bahas masalah ini. Gio harap, kita bisa nemuin solusi dari masalah ini."

"Mama punya. Dan ini udah mama usulin sama papa kamu jauh dari sebelumnya," Donna memotong.

Dahi Gio mengerut. Kenapa selalu saja ia yang jadi korban rahasia-rahasiaan dari papanya?

"Kalo gitu, kenapa gak dari dulu aja mama bilang?! Tolonglah jangan pake acara rahasia-rahasiaan begini!" Gio mulai kesal dengan sikap kedua orang dewasa yang ada di hadapannya.

"Itu karena kami belum nemuin momen yang pas. Kami juga gak bisa langsung ambil keputusan. Makanya, kita tunggu momen seperti ini. Kita mau bahas masalah ini sama kamu," jawab Harto menjelaskan.

Gio berdecih tak peduli. Ia tersenyum miring seolah tak mau mendengar kalimat lain lagi dari kedua orang tuanya. "Kalau gitu, apa usulan mama?"

"Mama usulin, gimana kalau Shina ikut mama ke Jepang? Kebetulan mama punya kerab-"

"GAK!" Gio langsung menolak ketika mendengar bahwa ia akan dipisahkan dengan Shina. "Gak mau. Gio gak akan mau dipisahin sama Shina. Kalian berdua mungkin udah tau kalo Gio ini sayang sama Shina. Tapi Gio gak akan ngebiarin Shina pergi dari genggaman Gio!"

Keduanya terdiam mendengar semua ucapan yang dikeluarkan Gio. Mereka memang sudah tau perasaan Gio terhadap Shina sejak lama. Jika terus dibiarkan, itu akan menimbulkan bahaya bagi kedua anak mereka. Kemungkinan besar tidak ada yang tau kalau Gio dan Shina adalah kakak-adik. Tetapi, hubungan antara kakak-adik itu masih menjadi hal yang tabu di sini. Terlebih lagi kalau sampai kedua anak itu melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Itu yang Harto dan Donna takutkan.

"Hubungan kakak-adik kalian udah mulai ada rasa cinta. Ini bukan murni hubungan kakak-adik biasa." Donna mencoba meyakinkan Gio sekali lagi.

Tetapi hati Gio tetap ingin memertahankan Shina. "Gio gak peduli mau Shina itu adik Gio atau bukan. Gio juga gak peduli orang lain mau bilang apa. Gio sayang Shina, dan gak ada yang bisa ngerubah itu!"

"Shina juga sayang, sama kakak Shina sendiri."

Serentak ketiga orang yang sedang berada di dapur itu menoleh ke arah asal suara. Dan yang berdiri di pintu dapur, adalah Shina. Entah Shina terbangun atau memang Shina sedari tadi sudah menguping pembicaraan mereka bertiga. Tetapi yang jelas, ini adalah keadaan yang sangat membingungkan.

"Apa maksud dari kalian bertiga? Shina, adiknya Gio?!" lanjutnya mulai bertanya.

"Nak, ka-kami bisa jelasin." kata Harto mencoba menenangkan Shina.

"Gak ada yang perlu dijelasin lagi. Aku, dan Shina adalah kakak-adik. Itulah yang jelas."

Tetesan bening mulai jatuh dari mata Shina. Membuat Gio yang melihatnya langsung saja mengusap sisa air mata yang menempel di pipi Shina.

"Jangan," Shina menolak. "Kita kakak-adik. Apa hubungan kayak gitu, gak masalah buat kamu?! Lagian, gimana juga sih aku bisa jadi adik kamu?!"

"Itu, bisa mama kamu jelasin nanti."

"Tapi kenapa?! Kenapa waktu kita udah deket banget?!"

Gio tak bisa memberi alasan lain kecuali hanya menunduk dan mengepalkan tangannya keras

"Ma?! Kenapa?! Kenapa bisa Shina jadi adik Gio?! Ini, semua ini bohong, kan?! Ini cuma prank, iya, kan?!"

Tak ada jawaban dari Donna.

"Hey, tolong jawab!" tetap saja tak ada respon dari mamanya meski Shina sudah memaksa.

Suasananya begitu hening. Hanya suara detik pada jam dindinglah yang menghiasi malam saat ini. Pukul delapan malam. Itulah yang ditunjukkan jam yang tergantung di dinding, lebih tepatnya di atas televisi.

"Jangan cari Shina," kata Shina yang sekarang berlari ke arah pintu depan.

Gio yang awalnya menunduk, akhirnya dikejutkan oleh perkataan yang baru saja Shina katakan.

"Shina?! Maksud kamu apa?!"

Langkah Gio dipercepat, mencoba mengejar Shina yang sekarang sedang berada di ruang tamu. Tetapi, suara pintu ditutup, mungkinkah Shina sudah berada di luar rumah?!

"Dimana dia?!" gumam Gio. Ia melangkah menuju pintu dan mencoba membukanya. Sial, pintu itu terkunci dari luar.

"Shina, dia ngambil kunci yang nggantung di sini!" gumam Gio merasa kesal.

Ia melangkah kembali menuju ruang tengah dan menaiki tangga yang mengarah ke lantai dua.

"Ini semua gara-gara kalian!" kata Gio ketus, menyalahkan kedua orangtuanya sebelum akhirnya ia kembali menaiki tangga.

Beruntung pintu kamar Shina tidak terkunci, sehingga dirinya bisa langsung masuk ke kamar dan keluar melalui jendela kamar Shina.

"Atapnya licin banget!" ya, jarak lantai dua rumah Shina ke tanah memang cukup tinggi. Tetapi Gio langsung melompat tanpa menghiraukan risiko yang menanti dirinya saat dia terjatuh dari atap lantai dua rumah Shina.

Kemungkinan Shina juga sudah melarikan diri cukup jauh. Akan sulit bagi Gio untuk menemukan cewek itu, terlebih lagi di keadaan malam hari seperti ini.

"Ponsel gue ada di saku. Sekarang tinggal ngambil sepeda yang ada di halaman rumah gue."

Seperti yang sudah direncanakan, kini Gio berlari memasuki pekarangan rumahnya dan mengeluarkan sepedanya ke jalan. Ia langsung menaiki dan mulai mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi tanpa tau pasti di mana keberadaan Shina.

"Shina, apa kamu ada di sana?!" gumam Gio menebak-nebak sambil terus mengayuh sepedanya.

▪◻⬛

Hai hai! Seperti yang Glu bilang kemarin kalau Glu lagi UTS. Jadi maaf kalo updatenya telat 😅
Y udah, jangan lupa voment & krisarnya ya....

Terima Kisah, Terima Kasih
Salam Glu

GEBETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang