7. Makan Yuk!

284 26 4
                                    

Siang hari, masih dalam keadaan seperti berada di Gurun Sahara. Gio tertidur di sofa yang ada di ruang tamu dengan kepala diganjal sebuah bantal bergambar Manusia Setrika (Iron Man). Entah sejak kapan dia tak tidur di tempat itu lagi. Tetapi yang pasti, terakhir kali Gio menikmati tidur siang di sofa adalah ketika dia masih kelas delapan.

Mungkin karena lelah atau apa, posisi tidur Gio pun menjadi abstrak, ditambah lagi Gio mendengkur kecil, sangat mengganggu.

Tapi posisi Gio yang tak teratur dan ditambah dengkuran kecil yang keluar dari mulutnya yang menganga malah membuat Shina tertawa geli sampai ia memegangi perutnya.

"'Ni bocah kenapa ya tidurnya uring-uringan?!" tawa Shina.

Mau tak mau Shina harus membenarkan posisi Gio yang hampir saja terjatuh dari sofa.

Ia berusaha sebisa mungkin agar langkahnya tak mengeluarkan suara sehingga Gio tidak terbangun. Namun ketika Shina ingin meraih tangan kanan Gio yang menggantung ke bawah, ada satu hal yang membuat Shina kaget sampai ia terjatuh.

"Pak! Gio dikejar pocong, Pak! Tolongin Gio, Pak!" jerit Gio masih dalam keadaan terlelap.

"Et dah, bocah! Bikin kaget aja. Yo, Yo! Bangun Yo!" kata Shina sambil mengguncang tubuh Gio.

Mata Gio perlahan-lahan mulai terbuka. Ia juga sedikit meregangkan tubuhnya dan dilanjutkan dengan mengucak mata kanannya.

"Mbak kunti!" teriak Gio saat melihat cewek yang ada dihadapannya, yang tak lain adalah Shina.

Plak!! Plak!!

Dua cap telapak tangan pun menempel di masing-masing pipi Gio.

"Sakit oy!" protes Gio sambil terus mengusap-usap kedua pipinya yang terkena tamparan dari Shina.

"Habisnya lo ngangetin gue terus, sih!"

"Ya kan lo nya juga, pake baju oblong putih begitu. Dah tau kalo rambut lo panjang, kayak Kunti." kata Gio mengelak.

Shina memang sekarang hanya sedang memakai kaus polos berwarna putih. Dikarenakan cuaca yang sangat panas, jadi Shina hanya memakai pakaian berwarna cerah dan dingin.

"Tapi kan muka gue gak ketutupan rambut! Lo nya aja yang cari alesan." Shina pun membela diri.

"Udah ah. Tapi tumben lo main ke rumah gue. Ada apa?" tanya Gio keheranan.

Sudah jarang sekali Shina bermain ke rumah Gio, paling hanya datang untuk memberikan makanan atau juga surat undangan. Jadi wajar saja kalau Gio merasa heran.

"Gue di sini itu laper, mau makan," jawab Shina dengan entengnya.

"Oh, kalo gitu nasi di belakang ada banyak, tinggal ngambil. Ada Ind*mie goreng rasa rendang juga  di dalem tudung saji." kata Gio cuek.

"Bukan gitu!" Tangan Shina memukul-mukul lengan kanan Gio lembut, mungkin karena kesal. "Gue mau ngajak lo buat makan di luar. Lo mau gak?"

"Di halaman rumah siapa? Gue apa lo?"

"Bego!" Pukulan Shina semakin keras sampai Gio harus menangkis semua pukulan dari Shina. "Makan di kafe, lah! Mau gak?!" Shina menawarkannya kembali kepada Gio.

Gio hanya mengangguk, kemudian merogoh saku celananya dan mengambil dompetnya. Matanya dengan jeli melihat sisa uang yang dia miliki di dalam dompet agar nanti ia tidak perlu pusing saat harus membayar tagihan dari Mbak Kasir. Tetapi yang ia lihat hanyalah selembar kartu pelajar, dan kartu bergambar Succubus.

"Duh, sorry ya. Kayaknya gue gak ikut deh." kata Gio menolak dengan lesu.

Shina terkejut, kemudian menanyai alasan Gio. "Kok gak ikut? Lo masih mau makan Ind*mie goreng rasa rendang yang ada di tudung saji di dapur lo itu?"

GEBETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang