Cahaya matahari mulai membuat ruang kelas menjadi tak nyaman, memaksa Shina yang duduk di sisi paling pinggir dekat jendela untuk menarik gorden guna menghalangi cahaya matahari yang membuatnya terpanggang.
"Masih pagi, tapi panasnya minta ampun. Coba aja gue duduk bareng Gio di sisi lain sebelah sana yang gak kena sinar matahari, pasti gak bakal begini jadinya," gerutu Shina sambil menopang pipinya karena sebal dengan panasnya cahaya matahari.
Ditambah lagi celotehan Pak Sejarah, begitulah para murid kelas XI IIS¹ memanggilnya. Penjelasan Pak Sejarah tentang Masuknya VOC Ke Indonesia, membuat sebagian besar murid tertidur. Pak Sejarah sudah seperti peri penghantar tidur yang membacakan dongeng dan menyiapkan susu hangat juga biskuit coklat untuk para anak-anak kecil.
"Pak! Saya gak butuh mengingat-ingat sejarah!" Sontak murid yang tertidur dan murid yang mampu bertahan hidup menoleh ke arah Jono. "Saya cuma butuh gambaran dari masa depan bangsa ini! Apakah akan terus merdeka, atau akan kembali dijajah oleh negara lain?!"
Pak Sejarah pun juga ikut menoleh ke arah aktivis muda ini.
"Kita butuh belajar dari masa lalu. Agar kita tak mengulangi kesalahan yang lalu. Kamu paham, Jono?" ucap Pak Sejarah menyanggah Jono.
"Tapi pak, apakah dengan belajar sejarah kita akan bisa maju?! Kalau kita terus melihat ke belakang, maka kita akan selalu terpuruk! Lihat Indonesia sekarang, hutang negaranya banyak! Banyak hasil laut yang dicuri oleh kapal-kapal ilegal, lalu-,"
"Cukup!" Bentakan Pak Sejarah memotong kalimat Jono. "Kita ini rakyat! Saling bergotong royong! Kita mungkin gak akan bisa apa-apa. Kalau kamu sendirian, Jono, apa yang akan kamu lakukan? Apa akan membasmi para koruptor sendirian?! Semua itu butuh proses, gak bisa kalo negara kita itu bisa langsung maju," lanjut Pak Sejarah berceloteh.
Kriiing!!!
Bel istirahat pun menghentikan peredebatan antara guru dan murid itu. Ingat, ini perdebatan guru, dan murid bukan hubungan spesial antara guru dan murid.
"Kalau begitu, bapak keluar dulu. Sampai jumpa di pertemuan berikutnya," pamit Pak Sejarah sambil melangkah ke luar kelas dan membawa tumpukan buku-buku materinya.
Kelas kembali bebas. Satu per satu siswa mulai pergi ke luar kelas. Ada yang ke kantin, ke perpustakaan, dan ada juga yang pergi ke toilet karena tak tahan dengan perdebatan di kelas tadi.
"Gue paling benci kalo udah pelajaran sejarah. Ujung-ujungnya pasti kebelet boker," gerutu Dinar, siswi yang pergi ke toilet itu sambil berlari kencang ke luar kelas.
Di kelas, sesaat setelah Pak Sejarah pergi, Gio datang menghampiri Jono.
"Jon, rencana kita sukses besar. Nih buat lo." Selembar uang bergambar Kapiten Patimura diberikan Gio.
Tak ada jawaban dari Jono. Ia hanya memandangi lembar uang itu dengan lesu. "Lo kok pelit amat?! Gue yang berjuang ngulur waktu sampe istirahat, lo malah cuma ngasih uang seribuan. Seribuan lama, juga! Mana udah lecek," celoteh Jono karena merasa dibohongi.
"Ya lo pelihara aja 'tu duit. Entar kalo lo udah tua, 'tu duit harganya bisa sampe ratusan ribu," ujar Gio santai sambil meangkahkan kakinya, meninggalkan Jono.
Pletak!
"Sakit, Bego!" Mungkin karena terlalu kesal, Jono pun menjitak kepala Gio lumayan keras.
"Ratusan ribu pale lo!" celetuk Jono. Mulutnya menyiut, meniup tinjunya. Sedangkan Gio sibuk mengelus kepalanya agar rasa sakitnya hilang.
Sedetik kemudian, Jono berjalan keluar kelas meninggalkan Gio.
"Mampus!" ketus Shina tepat di depan Gio, mengejek cowok yang masih mengelus kepalanya itu.
Tatapan sinis langsung dilemparkan Gio kepada Shina saat dia sudah beranjak pergi dari hadapannya. Namun tak berlangsung lama, pandangan Gio dialihkan kala Shina balik menatapnya dengan sinis.
•••
Di perpustakaan, Gio, Nino, dan juga Flo duduk sambil membaca jenis buku yang disukai masing-masing dari mereka. Gio dengan buku fantasi, Nino dengan buku resep masakan, dan Flo dengan buku tentang musiknya.
"Kalian baca apaan sih? Kok aneh gitu? Apalagi lo, Nino. Lo kalo laper pergi ke kantin, bukan ke perpus." celetuk Gio, terkekeh mengejek kedua temannya.
"Eh, emangnya salah ya?! Gue ini calon juru masak profesional!" timpal Nino menyanggah ucapan Gio.
Gio mengangkat alisnya. "Halah, lo itu pantesnya jadi juru makan profesional. Tiap hari lo itu kan kerjaannya cuma makan, tidur, makan, tidur doang."
"Banyak oceh! Lo sendiri baca apaan?! Buku gak jelas! Cuma kumpulan mimpi-mimpi umat manusia yang naif." Nino balas mengejek buku yang Gio baca.
"Ini bukan cuma sekedar impian. Ini itu genre cerita yang bisa nenangin gue." kilahnya membantah semua ucapan Nino.
"Lo kira pil ektasi?! Lo itu cuma otaku yang selalu ngarepin biar hidup lo bisa kayak anime-anime yang biasa lo tonton!" timpal Jono membalas.
Gio mulai merasa panas. Ia bangkit dari duduk dan berdiri tegap di hadapan Nino dengan tatapan tajam. "Lo jangan macem-macem sama wibu psikopat!"
"Psikopat ap-,"
"Berisik!" perdebatan mereka berdua akhirnya berhenti ketika Flo mulai bersuara.. "Kalian kira di sini itu comiket?! Ini itu perpustakaan. Gak boleh rib-,"
Dan teguran Flo pun terhenti oleh kedatangan Bu Penjaga Perpustakaan.
"Kalian bertiga, pergi atau mau saya habisin di sini juga?!" kata Bu Penjaga Perpustakaan sambil mengasah pisau yang ia pegang dengan gerinda.
Siswa lain yang ada di sana merasa terganggu dengan keributan itu, dan menoleh ke arah sumber keributan. Kini ketiga biang keributan tadi saling mengedarkan pandangan, risih dengan tiap pasang mata yang menatap mereka bertiga.
"Oke oke, kami bertiga keluar." Gio berjalan keluar terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh kedua orang temannya.
"Ini semua gara-gara lo, Yo!" keluh Flo dengan wajah yang merah padam.
"Sabar sabar. Mending kita pergi ke kantin aja, ya," ajak Nino sambil menarik tangan Flo.
Akhirnya Flo menuruti ajakan dari Nino.
Gio malah terkekeh kecil, dan bergumam "modus lo, No!"
▪◻⬛
Maaf deh ya kalau pendek, soalnya capek banget tadi dari sekolah (curhat, pak).
Ya udah, jangan lupa buat Vote, Comment, & Share cerita ini.Saya siap menunggu kripikan pedas, hwhwhw.
Terima Kisah, Terima Kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEBETAN
TienerfictieDi dimensi sekolah, ada satu hukum lain. Tolak, atau ditolak. Hal ini tentu bisa membuat beberapa murid menjadi gila, dan keanehan muncul di sebuah hubungan dua murid berbeda nasib yang telah menjadi sahabat, mungkin sejak. mereka lahir di rumah sak...