37. Sayonara

119 13 2
                                    

Entah berada di mana Gio sekarang. Tetapi yang pasti ia rasakan saat ini adalah panas dari cahaya matahari. Matanya pun menerima cahaya itu meskipun dalam keadaaan tertutup.

"Gue dimana, sih?!" Keluhnya merasa risih dengan cahaya matahari itu.

Tangan kanannya menghalau cahaya itu agar tak langsung mengenai matanya. Berkali-kali ia memanggil Papanya, atau seseorang yang ada di sekitarnya. Tetapi tak ada yang menjawab. Gio berusaha merubah posisinya menjadi bersandar. Kepalanya masih terasa pusing. Apa yang terjadi dengannya kemarin?

"Pa! Halo? Ada orang di luar?!" begitu panggilnya dari dalam ruangan yang ia pikir adalah kamar rumah sakit.

Mata Gio mengedarkan pandangannya. Sebuah jendela berkaca besar dengan tirai birunya yang terbuka berada di sebelah kanan Gio. Itulah yang membuat dirinya terbangun. Terlalu banyak cahaya matahari yang ia dapat.

"Udah berapa lama gue di sini?" Gumam Gio sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Ada pot bunga kecil yang terletak di atas meja di samping kanannya, berisikan bunga Tulip yang menguncup. Ruangan itu bercat putih polos, dengan beberapa hiasan yang menggantung di sisi-sisi ruangan seperti lukisan dan juga jam dinding. Ternyata sudah pukul delapan pagi.

"Gue kenapa? Kenapa gue bisa ada di rumah sakit?"

Lalu tak lama kemudian pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria berjas putih masuk, bersama seorang perawat wanita.

"Hey, kamu sudah bangun?" sapa dokter itu dengan senyuman hangat. "Biar saya periksa dulu, ya. Tolong berbaring lagi sebentar."

Gio menuruti apa kata dokter dan perlahan kembali berbaring. Bagian pertama yang dokter itu periksa adalah dada, yang mungkin bertujuan untuk mengetahui kecepatan detak jantung Gio. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lain seperti tekanan darah dan lainnya.

"Maaf, dok. Kenapa saya bisa ada di sini?" tanya Gio, menyela proses pemeriksaan.

Pandangan dokter itu hangat, dan tertuju pada wajah Gio. Ia mulai bicara. "Kalo itu, kamu pingsan. Kamu kena tifus. Udah empat hari kamu tidur. Kadang kamu juga bangun, tapi gak lama tidur lagi," paparnya.

"Kira-kira kenapa saya bisa kena tifus, dok?"

"Ya, mungkin kamu terlalu lelah, juga pola tidur kamu kurang baik. Makanya badan kamu jadi lemah, dan kamu hadi gak fit. Itu yang bikin kamu terserang tifus," papar dokter itu.

Si perawat meletakkan nampan yang terdapat beberapa jenis obat di atasnya.

"Ini ada obat untuk memulihkan kesehatan kamu. Sudah saya tuliskan resepnya di dekat obat itu. Saya rasa kamu sudah sanggup kalau hanya membaca. Entahlah, tapi kamu tau sendiri 'kan tulisan dokter itu seperti apa?" kekeh dokter itu sambil sedikit bercanda.

Gio sedikit bingung, tapi lama-lama ia paham. "Oh iya, dok. Anda tau Papa saya sekarang ada di mana?"

Dokter itu melirik heran. "Papa kamu? Um ... Kalo itu saya kurang tau jelas. Saya juga lupa yang mana orangnya," kekehnya lagi.

"Oh kalau begitu, terimakasih ya, dok."

Dokter itu tersenyum dan mengangguk pelan. Tak lama setelahnya mereka berdua beranjak dari ruangan Gio.

"Haduh, bisa-bisanya gue kena tifus. Ini pasti gara-gara gue pake aksi lari-larian malem itu," gumam Gio menggerutu.

Kemudian ia teringat dengan keputusan Shina yang ingin pergi ke Jepang dan menetap di sana. Ia terdiam sejenak, terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Di mana?" Gio bergumam. Tatapan matanya kosong, dan tangannya mengepal keras.

"Ponsel. Ponsel gue ke mana?! Gue mau ngehubungin Shina." Gio tampak gusar. Kepalanya menengok ke meja di samping kanannya berharap ponselnya terletak di sana.

GEBETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang