Kriing ....
Lama suara itu mencoba membangunkan Shina. Di tubuhnya sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, seharusnya ini adalah waktunya bagi Flo untuk bangun. Tetapi cewek itu sudah menyiapkan dirinya terlebih dahulu, dan sekarang berada di dapur, duduk di meja, dan menyantap sarapan. Berbeda dengan Shina yang masih berada di atas kasur.
"Goten morgan," sapa Flo ketika melihat Gio terbangun dari tidurnya.
Gio masih memanaskan otaknya sambil mengedarkan pandangan. Dilihatnya sesosok cewek yang tengah duduk di hadapannya sambil menyeruput secangkir kopi. Tak butuh waktu lama bagi Gio untuk mengenali sosok itu. Karena satu-satunya cewek yang memakai kacamata di rumah ini adalah Flo.
"Shina ke mana?" tanyanya masih dengan wajah lusuh.
"Shina masih tidur. Biarin aja dulu. Mungkin dia kecapean."
Tak lama setelah mendengar ucapan Flo, Gio kembali menundukkan kepalanya.
Brak!
Flo sukses membuat Gio terperanjat dengan gebrakannya. Kopi yang ia minum tadi saja hampir tumpah.
"Lo, kayaknya gak seneng kalo gue tidur nyenyak!" bentak Gio. Tetapi tak membuat Flo gentar. Itu karena wajah Gio yang masih terlihat sangat mengantuk.
Seruputan keras kembali terdengar. Kali ini Flo tampak tak peduli.
"Hoy!" Gio menyentak sekali lagi.
"Lo ngapain tidur di dapur? Nungguin sarapan?"
Seketika Gio terdiam. Ia baru sadar bahwa semalam dirinya tertidur tak lama setelah ia mengirim pesan singkat kepada Harto dan Donna. Ponselnya pun utuh, tak disentuh dan tak dipindahkan oleh siapapun.
"Lo enggak ngebajak ponsel gue, 'kan?!" tanya Gio curiga.
Flo menghela napas panjang, mencoba bersikap ramah kepada Gio. "Saya ... tidak ... mau ... menyentuh ... ponsel ... Anda."
Akhirnya Gio menutup rapat bibirnya. Tak mau lagi neladeni orang seperti Flo. Kepalanya kembali ia tundukkan.
Flo sudah tak tahan lagi. Ia menyerah. Lantas meninggalkan Gio sendirian dan memulai perjalanannya ke sekolah. "Yo, nanti kalo lo pulang kunci rumahnya taruh di bawah pot bunga kamboja yang ada di depan, ya." Langkahnya pun kembali ia lanjutkan setelah berpesan kepada Gio.
Selang beberapa menit, Shina datang ke dapur hendak minum segelas air putih. Matanya mengedarkan pandangan, mencari wadah yang berisi air putih.
Mungkin karena masih mengantuk, jadi Shina tak sadar atau bahkan tak peduli dengan Gio yang tidur sambil menundukkan kepalanya di meja makan. Ia masih saja fokus menuang air dari dalam teko ke gelas yang sudah ia siapkan.
Suara dengkuran kecil akhirnya menggugah hati Shina untuk menoleh ke arah Gio. Sambil menenggak air putih, Shina berjalan ke arah Gio. Tangannya mengelus pelan kepala Gio saat ia sudah berada di sampingnya. Membuat Gio semakin menikmati waktu tidurnya.
"Dia gak pegel apa tidur sambil duduk begini?" batin Shina. Tangannya masih mengelus lembut kepala Gio.
"Kamu gak berangkat sekolah?" Gio bertanya. Kepalanya masih tertunduk lemas. Kali ini karena Shina yang mendorongnya.
"Kamu kalo udah bangun, jangan ngagetin gitu, dong," keluh Shina. Ia kemudian melirik ponsel Gio yang menyala. Satu pesan singkat diterima.
Saat tangan Shina hendak mengambil ponsel itu, cepat-cepat Gio mencegahnya.
"Yo, kamu jangan bikin kaget gitu, dong, ah! Aku 'kan cuma mau liat pesan singkat yang kamu terima!" Shina merajuk. Wajah lusuhnya kini sudah hilang, meski masih ada sedikit liur kering di sudut bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEBETAN
Teen FictionDi dimensi sekolah, ada satu hukum lain. Tolak, atau ditolak. Hal ini tentu bisa membuat beberapa murid menjadi gila, dan keanehan muncul di sebuah hubungan dua murid berbeda nasib yang telah menjadi sahabat, mungkin sejak. mereka lahir di rumah sak...