"Kalau ambil minum orang lain tuh permisi dulu seenggaknya," gerutu Dion. Kontan saja Ale menghentikan aktifitas minumnya. Menatap iba pada sang sahabat kemudian mendesah keras.
"Maaf, udah haus banget. Gak kuat," jawab Ale. Menutup botol minum itu lalu mengembalikannya lagi ke sang pemilik.
Sedikit menyerngit bingung. Dion memperhatikan gerak Ale yang malah mengembalikan botol yang sudah ditenggak hingga tersisa setengah.
"Enggak. Habisin aja." Dion menggeser botol air mineral itu. Yang langsung disambut Ale tanpa basa basi. Kembali membuka botol tersebut lalu menenggaknya hingga tandas tak bersisa.
"Tumben telat?" tanya Dion membuncah kesunyian setelah beberapa menit berlalu.
"Bangun kesiangan."
"Kak Olive gak bangunin lo?"
"Gak tau. Tadi cuma Kak Sam yang tiba-tiba aja udah heboh pagi-pagi."
"Kak Sam?" Dion memutar kepalanya, menatap Ale yang sibuk dengan botol kosong ditangannya. "Kak Sam kerumah lo? Dia gak kerumah sakit?"
"Iya tadi sekalian nganter gue dia berangkat kerumah sakit."
Dion hanya ber-oh ria. Tak heran memang jika calon kakak ipar sahabatnya itu datang kerumah hanya untuk membangunkan dan mengantarkan Ale. Karna itu sudah menjadi kebiasaan meski Samuel dan Olive belum memiliki ikatan lebih selain pacaran.
*
"Ssttthh! Ale bangun," bisik Dion.Di jam pelajaran Miss Santi, guru bahasa inggris dikelasnya, sahabatnya itu justru asyik berlayar dialam mimpi. Padahal guru tersebut paling terkenal kejam dan tidak memiliki hati jika ada yang tidak memperhatikan pelajarannya.
Dengan hati-hati Dion terus berusaha membangunkan Ale namun sialnya hal itu tak berdampak sedikitpun untuk Ale.
"Sstt! Dun!" Panggilnya pada salah satu teman yang duduk tepat didepan Ale.
Gadis bernama Idun itupun hanya menaikkan dagunya sebagai jawaban lalu membalas tatap Dion yang memanggilnya.
"Itu! Bangunin, Ale."
"Apa?"
"Bangunin, Ale budeg!" masih berbisik.
"Ha? Gue gak denger." Dion mengusap wajahnya kasar. "Ba-ngu-nin, Ale." Dion menunjuk sang sahabat.
Menangkap kegaduhan kecil dari bangku salah satu muridnya, guru itupun menatap Dion intens.
"Dion! Ada apa?"
Dion tentu saja kaget. Fokusnya beralih penuh kearah guru bahasa inggris yang tengah menegurnya barusan.
"Emm anu... itu, Buk anu, emmm itu, Buk ... mmm enggak pa-pa," jawab Dion gugup.
Guru itu tidak cukup puas dengan jawaban Dion. Lebih dalam lagi guru tersebut menelisik gelagat Dion. Mata muridnya itu berkali-kali tampak gelisah dan seperti hendak menengok kebelakang bangkunya.
"Kamu kenapa, Dion? Seperti ketakutan," tanyanya.
"Enggak pa-pa kok, Buk. Saya takut sama tatapan Ibu," jawab bodoh Dion. Menggaruk tengkuk belakangnya sebab malu karna seisi kelas meneriakinya.
"Kamu pikir saya hantu?"
"Tidak, Buk. Maksud saya bukan itu. Tapi ..." Dion menjeda kalimatnya. Menatap sekeliling. Apa Buk Santi benar-benar tidak melihat Ale yang disebrang sana tengah tidur? Atau anak itu sudah bangun?
"Bicara yang benar, Dion?" intonasinya bertambah. Buk santi tidak sabar dengan pernyataan Dion yang mengambang.
"Saya cuma takut jatuh cinta sama, Ibu" jawab Dion ragu. Sebuah jitakanpun mendarat mulus tepat diubun-ubunnya yang membuat pemuda itu meringis sakit sambil cekikikan.
Kontan saja seisi kelas menjadi penuh dengan gelak tawa. Membuat Ale tersentak kaget dan terbangun. Menyadari ada sosok Buk Santi tak jauh dari tempatnya, buru-buru Ale merapikan posisinya. Berlagak seperti sedang menulis diantara temannya yang masih sibuk tertawa.
Ajaibnya mata guru tersebut menangkap hal yang janggal dari salah satu muridnya yang lain. Buk Santi baru menatap kearah Ale. Membuat Dion juga ikut menatap Ale. Ditempatnya Ale terlihat sibuk berkutat dengan pena juga bukunya.
"Diam!" teriak Buk Santi sambil menggebrak meja milik Dion. Semuanya langsung diam dan kembali rapi ditempatnya. Sedangkan Buk Santi masih tajam menatap Ale yang menurutnya aneh.
"Ale!" sang pemilik nama tersentak. Kepalanya terangkat perlahan dan langsung bertemu dengan manik tajam guru bahasa inggrisnya itu.
"Iya, Buk."
"Mata kamu merah, kamu ngantuk?" Buk Santi sedikit membungkukkan badannya dan lebih dekat melihat mata Ale yang merah karna habis bangun dari tidurnya.
"Emm... Iya kah, Buk?" jawabnya sok polos. Mengucek matanya sekilas lalu kembali menatap Buk Santi. "Sedikit, sih, Buk. Tapi masih bisa nahan." Sambungnya.
"Bagus, lanjutkan mencatatnya." guru itupun berjalan meninggalkan Ale dan kembali ke mejanya.
"Syukur," batin Ale sambil mengelus dadanya lega. Begitu pula dengan Dion yang sedari tadi sudah khawatir.
*
"Kamu kalo enggak betah sudah gak usah pulang aja kerumah! Buat apa?! Kamu senang-senang saja sana dengan selingkuhan mu!" teriak seorang wanita dari dalam rumah.
"Baik!" Jawab lain orang dengan suara bass yang mendominasi.
Belum sampai tubuhnya masuk kedalam rumah, suara gaduh sudah terlebih dahulu masuk ketelinganya. Sudah menjadi makanan sehari-hari rasanya, Ale diam mematung dibalik pintu besar rumahnya. Hingga beberapa menit kemudian seseorang muncul dari balik pintu dan terkejut akan kehadirannya.
Lagi lagi Andra dan Aini bertengkar. Mereka memang sering bertengkar jika bertemu, selalu saja ada hal yang mereka ributkan, membuat suasana rumah yang megah itu bagai penjara.
"Sayang." Senyum dan suara lembut Aini membuyarkan lamunan Ale yang masih menatap jauh mobil Andra yang sudah menghilang.
Ale menoleh, menatap mamanya sekilas lalu beranjak tanpa mengucapkan sepatah katapun. Wajahnya pun tak berekspresi. Tak ada senyum yang membalas senyum Aini.
Putranya itu kecewa padanya. Tentu bukan pertengkaran yang ia harapkan tapi suaminya selalu datang membawa emosi yang tidak beralasan. Membuat dirinya juga turut ikut meluapkan segala keegoisan juga kemarahannya.
Aini masih terdiam ditempat melihat sedih sang putra yang berjalan makin jauh. Rasa bersalah menyerbunya. Menciptakan desir hebat dalam batinnya. Untuk kesekian kalinya putra satu-satunya kecewa padanya.
Saat hendak memutar badan Aini baru sadar bahwa ada Olive juga yang sedari tadi diam memperhatikannya. Entah sejak kapan, mungkin sejak aini bertengkar dengan Andra. Sama seperti Ale, Olive langsung berlalu begitu saja tanpa menjawab atau memperdulikan Aini.
"Olive!"
Percuma. Kedua anaknya kecewa padanya. Dan itu bukan pertanda hal yang sepele.
Tbc
Lupa kapan publish. Kayaknya udah 2 tahun cerita ini nyangsak di wattpad wkwk. Yang pasti revisi tanggal 24 april 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee