BG #17

3.9K 156 8
                                    

Gelap belum berlalu tapi suara adzan sudah berkumandang. Ale masih berada di dekapan sang ayah. Dihirupnya dalam-dalam aroma tubuh sang ayah yang menenangkan baginya. Kini sudah tak ada suara kesakitannya lagi. Nafasnya terasa lebih ringan begitupun dengan tubuhnya.

"Ayah ...." Bahkan saat bersuarapun dadanya tak lagi sesak. Tapi entah mengapa tubuhnya terasa sangat lelah juga lemas.

"Ayah ..." Panggilnya lagi.

Sang ayahpun melerai dekapannya. Menatap pias wajah sang putra, memastikan bahwa suara yang memanggilnya 'ayah' adalah benar suara Ale.

"Ayah." jelas suara Ale. Ale memanggilnya lagi dan detik berikutnya senyum Andra mengembang. Sekilas didekapnya lagi sang anak dengan penuh rasa lega.

"Iya sayang."

"Al ... Sayang Ayah." lirihnya namun jelas di telingan Andra.

Andra menggangguk, airmatanya kembali membasahi pipi. Dengan enteng ale menggangkat tangannya lalu mengusap air mata sang ayah. "Jangan nangis."

"Ayah juga. Ayah sayang banget sama Ale."

Seolah mendapat kekuatan dari sang ayah hingga akhirnya Ale bisa berbicara lebih ringan dari sebelumnya. Tapi lagi-lagi sakit itu menyerang tubuhnya.

Sekuat tenaga Ale menahannya. Tetap memandang wajah sang ayah yang nampak bahagia melihatnya. Ale tak ingin membuat sang ayah khawatir lagi dengan melihatnya yang kesakitan.

"Ayah."

"Iya, Nak."

"Al ... Capek."

"Tidur, Nak."

"Boleh Al tidur dipeluk Ayah terus?"

"Tentu." Andra membawa kembali tubuh sang anak kepelukannya. Mengusap rambutnya lembut, penuh kasih sayang.

"Ayah."

"Hm?"

"Terima kasih."

Andra terdiam seketika. Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Suara Ale terasa menyayat ulu hati, membuat lidahnya kelu detik itu juga.

"Al bahagia. Makasih, Yah," lanjut Ale.

Lagi dan lagi perasaannya tak karuan. Namun, dengan perlahan ditenangkannya lagi fikirannya. Mengecup lama puncak rambut sang anak. Terdengar helaan nafas panjang dari Ale. Berdesir hati Andra saat telinganya menangkap suara tersebut.

Kedua mata sayu itupun perlahan menutup rapat. Meninggalkan senyuman manis di wajah putih pucatnya. Badannya mendingin seketika dan bibirnya membiru. Andra masih setia mengusap rambut sang anak. Dalam fikirannya sang anak sudah tenang dalam mimpinya dan dia hanya perlu terus memeluknya hingga sang anak terbangun keesokkan harinya.

*

Saat fajar telah terbit dari singga sananya terlihat Samuel juga Olive berjalan beriringan menuju kamar rawat Ale. Keduanya nampak ceria dan segar pagi ini. Olive sudah membawakan sarapan untuk sang adik, tentu saja hasil masakannya dan favoritnya Ale.

"Al, pasti suka banget. Soalnya udah jarang banget aku masakin ini buat dia," Ucap olive.

"Uh ... calon istriku jago banget sih." samuel mencubit gemas pipi sang kekasih.

Hingga keduanya tiba di depan pintu rawat Ale. Saat masuk ke dalam keduanya sedikit kaget melihat Andra yang memeluk tubuh Ale.

"Ayah ... Al kenapa?" seru Olive.

"Sssttttt ... Dia tidur," jawab sang ayah parau.

Samuel merasa aneh dengan tubuh yang masih Andra dekap itu. Diperhatikannya dada Ale terlihat tak bergerak sedikitpun. Dengan cepat Samuel meraih tangan Ale dan mengecek denyut nadinya. Detik berikutnya tubuh Samuel terasa tak berdaya untuk berdiri, matanya terbelalak saat mendapati tak ada lagi denyut di tangan yang ia pegang tersebut.

I Hope (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang