Pagi hari yang begitu cerah. Kicauan burung riang saling bersahutan dengan semilir angin yang begitu sejuk. Membawa beberapa butir embun untuk meenghilang dari tempat singgahnya.
Tepat pukul 6.30 seorang pemuda tampak masih bergumul dibalik selimut. Masih asyik mengarungi alam mimpi dengan ditemani belaian kasur empuknya.
Jinandra Aleandro, kerap disapa Ale. Pemuda berumur 16 tahun yang tengah menyandang sebagai seorang murid disebuah SMA di Jakarta. Pemuda dengan sejuta binar diwajah.
Sampai tiba tiba ada seseorang yang masuk kekamarnya dan membuka paksa selimut yang masih melindunginya.
"Bangun Al ... Udah siang," ucap gaduh seseorang itu sambil membuka kain hordeng dalam kamarnya.
Untuk sejenak Ale terjaga, namun kembali menutup mata setelah merenggangkan tubuhnya singkat. Sungguh sangat malas. Kendati sengat matahari pagi yang menembus jendela mengusiknya.
Sosok yang masuk tadi tampak geram dengan Ale yang tidak mendengarkannya. Mengeram pelan lalu bergerak mendekat. Menarik paksa bahu Ale dan memposisikannya agar terduduk.
"Al! Bangun! Nanti kamu telat."
Beberapa menit kemudian Ale membuka mata. Sesekali ia mengerjap guna menyesuaikan sinar yang masuk keiris kopinya. Sosok tadi sudah hilang ditelan daun pintu sebelum Ale melihat siapa orang berisik tadi.
Dengan semangat yang belum terkumpul, Ale beranjak dari kasur. Menyeret kakinya malas menuju kamar mandi.
Setiap pagi rumah itu selalu berawal dengan kesunyian. Mungkin hanya suara denting alat-alat dapur dari bawah sana saja yang mengisi. Siapa lagi kalau bukan Olive. Anak pertama dari pasangan Andra dan Aini.
Dua orang ternama di Jakarta. Sepasang suami-istri yang masing-masing memiliki karir sangat bagus. Aini seorang designer baju juga pemilik butik terbesar di Jakarta sedangkan Hendra pemilik perusahaan batu bara di Jakarta.
Kendati karir yang cemerlang sampai digadang-gadang harta keduanya tidak akan habis tujuh turunanpun, Aini juga Hendra tak memiliki waktu banyak untuk kedua buah hatinya. Termasuk Ale. Anak kedua mereka.
Diumur Ale sekarang ini harusnya banyak pengawasan. Bagaimana frontalnya anak yang masih dalam masa mencari jati diri. Namun Ale terbiasa sendiri. Hanya bersama sang kakak ia menjalani hari-hari.
"Ale udah bangun?" tanya Olive sesaat setelah mendapati sang kekasih sudah ada diujung tangga.
Tak menghentikan langkahnya, Samuel mengangguk sembari tersenyum hangat.
"Udah bangun dari tadi?" lanjut Olive.
"Baru bangun." Duduk dikursi lalu menyantap roti selai yang sebelumnya sudah Olive siapkan.
"Kamu shif pagi?" tanya Olive lagi, tapi kini ia kembali sibuk didepan kompor.
"Iya. Kamu kuliah pagi atau siang?"
"Aku kuliah siang."
Samuel—kekasih Olive—itu hanya mengangguk paham. Melahap habis dua roti diatas piring.
Samuel dan Olive pacaran sejak 3 tahun yang lalu. Dengan jarak umur 2 tahun Samuel lebih dulu lulus kuliah dan sekarang menjabat sebagai salah satu dokter psikolog rumah sakit di Jakarta. Sedangkan Olive masih berstatus mahasiswa semester akhir.
Pagi Samuel memang seperti ini. Sebelum ketempat kerja, ia selalu berlabuh dulu kerumah sang kekasih. Sedikit membantu meski tidak berarti. Yang terpenting adalah mengantarkan Ale ke sekolah dijadwal kuliah siang Olive.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee