Terhitung sudah lebih dari 2 jam Dion dan Faris duduk di kursi halte bus tepat depan kampus Olive. Sejak pulang sekolah mereka berdua langsung meluncur ke kampus Olive guna mengikutinya.
Mata keduanya tak lepas pandang dari gerbang kampus itu. Memperhatikan satu persatu orang yang keluar gerbang kampus itu. Hingga sosok perempuan yang tak asing tertangkap oleh kedua netra milik Faris. Kedua matanya menyipit guna memperjelas sosok itu. Benarkah atau hanya halusinasi?
Setelah dirasa sosok itu benar yang mereka tunggu, buru-buru Faris menepuk pundak Dion yang duduk tepat di sebelahnya. Faris mengarahkan tangannya untuk meraih tubuh Dion tanpa berpaling dari sosok yang dilihatnya. Alhasil bukannya menepuk pundak Dion, Faris justru menampar wajah Dion.
"Yon ... Yon ... itu!" Ucap Faris.
"Ishh apaan sih elo, sakit goblok!" Dion menepis kasar tangan Faris yang masih brutal menamparinya.
"Eh. Sorry-sorry." Faris nyengir bodoh. "Gue gak sengaja. Ehh! itu Kak Olive, 'kan?" Sambungnya.
"Mana?"
"Itu pake baju abu-abu."
"Eh, iya! Ayo ikutin!" Pekik Dion yang langsung saja menarik lengan Faris membuatnya kaget lalu tersungkur dari duduknya.
"Aw," Rintih Faris. "Bego lu asli."
"Alah manja! Buruan!"
Tanpa menunggu lagi Dion langsung saja berlari mengejar Olive meninggalkan Faris begitu saja. Dion tidak mau kehilangan jejak Olive. Faris berdecak melihat Dion yang berlalu meninggalkannya. Dia lalu bangkit dari tempatnya dan meraih motor sportnya guna menyusul Dion yang masih mengikuti Olive.
Dengan hati-hati Dion mengikuti Olive. Berkali-kali dia hampir ketauan jikalau tidak dengan gesit bersembunyi. Olive masih berjalan santai hingga akhirnya langkah Olive terhenti. Beberapa menit kemudian sebuah mobil taksi berhenti tepat di hadapan Olive. Lalu langsung saja Olive masuk ke dalam taksi.
Melihat Olive yang pergi dengan menaiki taksi membuat Dion putus harapan. Dion membuang napasnya panjang "Aishhh, gagal lagi!"
Hingga suara klakson motor dari arah belakang membuatnya teringat bahwa masih ada Faris yang tadinya dia tinggal.
Dengan senyum lebar Faris berhenti lalu menyodorkan sebuah helm. "Tenang masih ada gue," ucap bangga Faris dengan angkuh menepuk dada sisi kirinya.
"Iya gue baru inget masih ada elo."
"Udah gih buruan naik, keburu jauh taksinya." Langsung saja Dion naik ke atas motor.
"Pelan-pelan aja, Ris. Bahaya!" Teriak Dion dari belakang.
"Lo tenang aja!"
"Kalo mau mati jangan ajak-ajak gue bego!"
"Berisik lo. Bikin gue gak konsen ngegas!"
"Bahaya goblok, jangan ngebut-ngebutan. Di tilang ntar!" Faris tak lagi menjawab. Menghiraukan Dion yang sepertinya ketakutan di belakangnya. Namun, saat dirasa jarak keduanya dekat Faris pun mengurangi kecepatan motornya.
"Nah, gini 'kan enak," ucap Dion penuh kelegaan. "Dari tadi tuli lo?"
"Gue pelan karna taksinya di depan kita."
**//
Langkah seorang wanita yang usai pulang menuntut ilmu itu tertuju ke sebuah rumah sakit. Wajahnya terlihat lelah. Bagaimana tidak. Dia sangat lah pusing dengan tugas sebelum wisudanya ditambah kondisi sang adik seperti saat ini.
Dengan langkah santai olive menuju ke ruangan Ale. Sedari turun dari taksi wajahnya selalu tertunduk. Banyak pikiran yang ada diotaknya sampai rasanya berat sekali untuk menampakan wajah ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee