Selama di rumah sang oma kondisi psikis Ale berangsur membaik. Wajahnya tak lagi murung dengan raut kebingungan. Kini pancaran wajah pemuda itu nampak lebih ceria dari sebelumnya. Samuel sesekali mengajaknya bermain bersama, tentu saja hanya di dalam rumah itu karna Olive masih melarang Ale keluar dari rumah sang nenek.
Gadis itu masih takut bila sang adik bertemu dengan kedua orangtuanya dan memicu kembali trauma yang baru beberapa bulan ini hilang. Bahkan Olive memilih home schooling untuk sang adik.
Hari berjalan dengan baik. Sebulan lebih Ale tinggal di rumah sang oma. Dirawat hanya oleh sang oma, Olive dan Samuel. Yang Ale tau hanya mereka lah keluarganya. Dia benar-benar lupa akan kedua orangtuanya. Terutama Andra.
"Emm, Kak," panggil Ale. Hari ini Samuel tidak ada jadwal di rumah sakit dan memilih menghabiskan waktu liburnya dengan Ale seperti biasa.
"Iya."
"Pingen beli buku ini." Pemuda itu menyodorkan benda pipihnya ke arah Samuel. Menunjukkan gambar sebuah buku yang menarik baginya.
"Yaudah, Kakak pesenin dulu ya?"
"Jangan! Kita beli di luar aja. Ale bosen di rumah terus. Al pingen jalan-jalan."
"Kakakmu mana ngizinin? Udah deh Kakak pesenin lewat gosend aja."
"Ayo lah, Kak. Bentar aja. Sekalian kita jemput Kak Olive di kampus. 'Kan cuma sebentar," rengek Ale.
"Gak bisa, Al. Yang ada kakakmu nanti ngamuk, berabe urusannya. Malah kena hukuman nanti. Bukan cuma kamu tapi Kak Sam juga kena."
"Ayolah, Kak. Lagian kenapa sih Ale dikurung gini kayak kucing aja. Ale 'kan pingen kayak Dion, sekolah swasta. Nggak cuma di rumah dan di rumah terus."
Samuel terdiam. Wajah memelas Ale seolah merengkuh hati nuraninya.
"Ayolah, Kak. Ayooo pleaseeeee!" Bujuk Ale sambil menarik lengan baju Samuel.
Samuel membuang nafasnya kasar. Dan ...
"Oke! Tapi ingat sekali ini dan gak boleh lagi-lagi. Dan ingat jangan macam-macam." Samuel berucap sambil menarik tubuhnya berdiri dengan wajah yang nampak garang namun bukannya takut Ale malah terkekeh.
Ale tersenyum lebar sambil ikut berdiri dan memberi hormat mantap layaknya pasukan tentara "Siap bos!"
Samuel yang gemas mengusak rambut kepala Ale dengan kasar. "Ya udah gih ganti baju sana," titahnya dan tanpa berniat menjawab Ale pun beranjak ke kamarnya guna bersiap-siap.
*
Raut gembira terus terpancar diwajah manis pemuda berjaket hitam tersebut. Ia tak habis-habisnya terkagum-kagum dengan suasana Mall yang ia kunjungi. Sangat ramai, banyak barang-barang menarik. Entah mengapa ini layaknya kali pertama bagi Ale ke tempat seperti itu. Padahal dulu dia sering ke tempat seperti ini.
Samuel menatap heran bercampur bahagia. Ale benar-benar seperti anak kecil yang baru tahu suasana Mall. Wajahnya begitu sumringah sampai akhirnya langkahnya terhenti di sebuah kedai kecil pinggiran yang menyediakan makanan.
"Kak mau ini. Mau ini." Ale menarik lengan tangan miliknya. Samuel menggangguk lalu berucap, "Mbak satu, ya?" Katanya kepada sipedagang.
"Baik, Mas" jawab penjual tersebut.
Selang beberapa menit sang penjual menyerahkan makanan pesanannya tadi dan langsung disambar oleh Ale. Setelah membayar. Samuel mengekori Ale yang mencari tempat duduk untuk melahap makanannya tadi.
"Emmmm enak. Kak Sam mau?" Tawar Ale sambil menyodorkan sesedok cemilannya.
"Buat kamu aja. Abisin tapi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee