Setelah sampai di dalam kamar, Olive baru menyadari bahwa cengkramannya tadi cukup kasar. Membuat darah kembali keluar dari balik perban yang membelit.
"Al, Sini biar Kakak ganti perbannya."
Ale menyembunyikan tubuhnya dibalik selimut tebalnya. Menghalangi Olive melihat lukanya lebih jelas.
"Enggak. Udah enggak papa. Kak Olive keluar aja, aku masih ngantuk," alibinya. Tapi bukan Olive jika langsung mengiyakan. Anak sulung itu terus kekeuh memaksa sang adik keluar dari balik selimut.
"Kakak bakal keluar kalo tangan kamu udah diobati."
Olive makin brutal menarik selimut itu. Membuat Ale sedikit kuwalahan yang pada akhirnya kalah kuat dibanding sang kakak. Bagaimana dia bisa kuat sedangkan tangannya saja perih tak terkira.
"Sini!" Todong Olive. Namun pemuda itu masih kekeuh juga dengan pendiriannya. Menggeleng takut menatap sang kakak.
"Sini gak!" Nada Olive sedikit meninggi satu oktaf. Ale masih menggelengkan kepalanya.
Lalu dengan paksaan lagi, Olive menarik tubuh adiknya. Memposisikan tubuhnya sejajar duduk di hadapannya.
"Cepet. Sini!" Nada Olive naik satu oktaf lagi dari sebelumnya.
Untuk kali ini Ale luluh. Pada akhirnya ia mengulurkan tangannya. Membiarkan Olive mengobatinya dengan benar. Sama seperti Dinar tadi saat di UKS.
Olive buru-buru menyibak kaos lengan panjang Ale. Menampakkan perban yang sudah berbecak warna merah. Meski wajahnya kesal Olive tetap lembut mengobati Ale. Membuka perban tersebut pelan dan beberapa kali terkejut kala sang adik terlihat meringis kecil.
"Ini kenapa seperti ini? Kamu sengaja?"
"Maaf," jawabnya dengan suara penuh sesal.
"Kamu mau bunuh diri?" Tuding Olive langsung. Gadis itu tidak suka basa basi.
"Enggak!" Jawab tegas Ale seketika.
"Lalu, kalau bukan mau bunuh diri apa tujuan kamu lakuin ini semua? Apa kamu gak ngrasa sakit pas nglakuin ini?"
Ale menggeleng lemah dengan kepala menunduk.
"Apa kamu udah gila? Sejak pagi tadi kamu aneh, Al. Jadi ini yang kamu sembunyiin dari Kakak? Sejak kapan?"
"Maaf, Kak. Tapi Ale suka."
"Suka? Apa ini yang kamu bilang suka!" Dengan tidak manusiawi Olive menekan luka sang adik hingga Ale mengaduh kesakitan.
"Ampun, Kak! Sakit! Lepas," mohonnya dengan sudah berurai air mata.
"Kamu bilang kamu suka, 'kan? Kenapa waktu kamu nglakuin ini kamu gak ngrasain sakit? Sedangkan sekarang kamu baru mengaduh sakit?"
"Karna aku kacau, Kak! Setiap kali aku nglakuin ini, perasaan aku sendiri lebih sakit dari ini!" Teriaknya tegas. Sedikit menantang Olive yang memojokkannya.
"Kemana aku harus mengadu kalo bukan lewat cara seperti ini?"
"Ada Kakak, Al."
"Kakak sama kayak Mama dan juga Papa. Kalian sibuk!"
"Kamu omong apa? Kakak ada disini buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee