Andra merutuki dirinya. Dia benar-benar merasa bersalah. Kini di atap rumah sakit Andra berada. Menangis sepuasnya sambil mendudukan tubuhnya di pinggir pagar atap rumah sakit tersebut. Wajahnya tenggelam diantara kedua lututnya. Isakan tangis masih terdengar jelas. Namun, tidak ada seorangpun pelipurnya. Hanya angin yang membawa suara itu pergi.
Perlahan wajahnya terangkat, ditatapnya lekat telapak tangannya. Bajunya tak kalah kacau. Entah sudah berapa lama dia berada di sini. Bahkan baju yang dulunya basah telah mengering karna terpaan angin.
Sungguh apa yang sudah Andra lakukan pada Ale. Sebegitu bodohnya dia menyiksa Ale hanya karna tak rela Dinda, wanita yang amat ia sayangi direndahkan oleh Ale.
Ingatannya masih merekam jelas wajah Ale yang sayu dan pucat. Bibir keringnya mengucap kata 'maaf' kala ia mengangkat kepala putranya itu. Juga Olive, mata merahnya begitu jelas terlihat olehnya. Juga kalimat 'Papa jahat' makin menambah buruknya Andra menjadi seorang ayah untuk keduanya.
"Aku?" gumamnya sembari menatap telapak tangannya. "Tangan ini?"
Tangannya pun bergetar saat mengingat begitu ringannya tangan itu menyiksa putranya yang bahkan masih sakit. Dia benar benar bodoh. Sesal, emosi yang tak terkendali membuatnya buta. Benar-benar lupa diri.
Kembali Andra menenggelamkan wajahnya diantara kedua kakinya kemudian menangis. Dan tidak menyadari ada seorang pemuda dengan jas putih menatapnya dari kejauhan.
Perlahan langkah itu tergerak menuju ke arahnya. Suara hentakan sepatu dari sana membuat Andra seketika berhenti menangis dan perlahan mengangkat kepalanya.
Samuel, dia berjongkok tepat di hadapan Andra. Memegang pundak Andra dan berucap, "Ale butuh, Om."
Senyum mengembang diwajah tampan Samuel. Seolah memberi semangat baru bagi Andra. Membuat hati Andra menghangat.
Tapi tunggu ...
Ale membutuhkannya?
Setelah apa yang ia lakukan pada sang putra beberapa jam yang lalu?Apa mungkin? Ale pasti saat ini membencinya.
Segera andra menggelengkan kepalanya. "Tidak. Om Papa yang jahat."
"Semua belum terlambat, Om. Aku tahu tadi Om secara gak sadar bertindak kasar sama Ale. Dia memang anak yang nakal. Kadang juga Samuel rasanya pingin jitak anak itu. Tapi dia terlalu berharga buat, Sam. Jadi aku enggak akan biarin Om selaku orangtuanya justru musuhan sama Ale."
Andra menggelengkan kepalanya lagi. Wajahnya menunduk.
"Om tenang. Sam bakal bantuin, Om."
**//
Di tempat lain, terdapat dua perempuan tengah menunggui seorang pemuda yang masih terlelap dalam tidurnya. Setelah ditangani oleh dokter beberapa jam yang lalu Ale masih terlelap di atas brangkarnya lagi.
Wajahnya semakin terlihat putih pucat. Ditambah selang bening kecil bertengger manis di bawah hidungnya. Dalam hati Olive sangat marah tidak hanya kepada Andra tapi juga Dinda. Namun, melihat raut wajah kecemasan Dinda akan kondisi Ale saat ini, rasanya ini bukan salah sang ibu tiri. Meskipun ibu tiri tapi Dinda tetap lah seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya.
Andra dan Samuel berjalan berdua. Saat ini Andra sudah jauh lebih tenang dari sebelumnya. Tekadnya bulat untuk meluruskan semua masalahnya hari ini. Dengan perasaan gugup Andra terus berjalan beriringan dengan Samuel menuju kembali ke ruang rawat putranya.
Lorong yang panjang terasa sunyi dan hanya terdengar derap langkah suara sepatu dengan lantai. Setelah jarak antara keduanya dengan kamar ruang rawat Ale dekat, terdengar suara gaduh dari dalam kamar. Keduanya saling tatap pandang, penuh tanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/164036893-288-k611129.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee