Karna terus mengamuk terpaksa kaki dan tangan Ale diikat pada sisi ranjang pesakitannya. Mengingat kondisi Ale yang masih sangat buruk untuk saat ini membuat Samuel sedikit khawatir kalau sadar nanti bocah itu akan mengulangi hal seperti beberapa jam yang lalu.
Matanya masih terpejam. Deru nafasnya terdengar begitu nyaman. Samuel masih senantiasa menungguinya tanpa merasa jenuh. Karna saat ini hanya ada dia, Olive sedang pulang ke rumah untuk mengambil beberapa pakaian adiknya juga dirinya. Sedangkan Andra dan Dinda pulang untuk menenangkan diri mereka masing-masing.
Begitu dalam Samuel memperhatikan setiap inci bagian tubuh Ale. Dulu tubuh itu sedikit terisi namun sekarang terlihat sedikit mengurus. Dan kagetnya lagi ternyata di lengan bocah itu begitu banyak bekas luka sayatan. Tapi mengingat self injure yang Ale alami rasanya tidak heran melihat bekas luka luka tersebut.
Naik turunnya dada Ale membuat pandangan samuel terpaku. Hingga dirasa tangan sebelah kirinya merasakan sedikit gerakan. Gerakan itu muncul dari tangan kecil yang ada dalam genggamannya. Perlahan kedua iris legam itu nampak. Mengerjap berulang kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk keretinanya.
"Hei ... akhirnya bangun juga. Butuh sesuatu?" tawar Samuel dengan senyum yang begitu cerah.
Ale menatapnya heran. Ada sedikit rasa ketakutan. Entah mengapa bagi Ale semua orang sama seperti ayahnya. Sosok yang ingin melukainya. Meskipun dia suka melukai dirinya sendiri tapi jujur dia takut akan kematian. Saat menatap Samuel bayang-bayang saat sang ayah menyiksanya spontan muncul.
Membuatnya begitu ketakutan. Namun geraknya terbatas karna kondisi tangan dan kakinya terikat. Dia hanya mampu menggeliat saat tangan Samuel terulur kearahnya. Melihat Ale yang begitu ketakutan membuat Samuel harus bisa menenangkannya.
Perlahan namun pasti tangannya terulur berniat mengusap puncak rambutnya. Menghiraukan sang calon adik iparnya gelagapan karna takut.
"Jangan," ucap Ale lirih. Meskipun rasanya sekuat tenaga Ale berteriak tetap saja terdengar lirih.
Sempat terhenti tangan Samuel namun tidak dihiraukan lagi. Setidaknya dia harus jadi seseorang yang Ale percaya untuk melindunginya sebelum membuatnya memaafkan Andra dan pulih kembali.
Jiwa bocah itu benar-benar tertekan. Dia saat ini seperti orang yang kehilangan ingatannya. Semua orang yang ia pandang seakan-akan menginginkan kematiannya lebih cepat.
"Jangan," pekik Ale disertai isak tangisnya.
"Jangan pukul aku." Bahkan Samuel belum sedikitpun menyentuhnya.
Tapi pada akhirnya tangan Samuel pun menyentuh puncak kepala Ale. Diusapnya perlahan dengan penuh kelembutan. Samuel sedikit mencondongkan badannya lebih mendekat.
"Tenang. Ini Kak Sam. Kakak gak akan pukul atau bentak Ale. Kak Sam bakalan lindungin Ale. Percaya sama Kakak," bisik Samuel lembut.
Hingga akhirnya Ale mulai merasa tenang. Tak lagi ketakutan. Merasakan ada yang peduli dan mampu melindunginya.
"Kak ... Sam?"
"Iya." Senyum jelas terpatri diwajah Samuel. Melihat Ale yang mulai mau menerima kehadirannya sedikit membuat Samuel bisa bernafas lega.
Perlahan kedua mata madu milik pemuda itu melunak. Hingga tiba-tiba setetes kristal bening jatuh begitu saja saat masih menatap Samuel. Membuat yang lebih dewasa keheranan.
"Hei, kenapa nangis? Ada yang sakit?" Ucap lembut Samuel sambil mengusap pelan puncak rambutnya.
Anak itu menggeleng lalu berucap lirih, "Takut."
"Gak usah takut. Sekarang ada Kak Sam di sini."
**//
Dilain tempat seorang pemuda tengah duduk disalah satu barisan tempat duduk siswa. Pemuda itu mengamati bangku di sebelahnya dengan tatap sendu. Sudah beberapa minggu ini sahabatnya tak pernah tampak di sekolah. Membuat Dion rindu pada sosok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hope (Tamat)
Teen FictionKetika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee