Music play: Tinnitus - Tomorrow by Together
···
Sekolah memang bukan salah satu tempat yang Eja sukai. Pasalnya ... banyak sekali makhluk tak kasatmata yang terus menyapanya. Beberapa malah menggodanya dan mengajak Eja untuk bergabung ke alam mereka. Adit yang tak kasatmata pun kini menempeli Eja bagai perangko dan surat. "Enggak sia-sia gue tempelin, banyak yang aduhai ternyata di sekolah ini." Itu suara Adit yang hanya didengar Eja.
Saat ini Eja sedang menyantap seporsi nasi goreng dan es teh manis bersama kedua kawannya. Mereka saling melontarkan guyonan mengenai gerombolan siswi yang paling dikenal di angkatan mereka. "Ja, Saski oke enggak menurut lu?"
Abian, salah satu temannya di kelas bertanya dengan kilat mata melirik ke arah gerombolan siswi yang baru saja lewat. "Saski siapa?" Eja menyahut dengan tak acuh.
"Saski, Ja. Anak basis di angkatan, masa lu enggak tau sih?"
"Wah, Ja. Saski yang paling aduhai seantero sekolah masa enggak kenal." Kali ini suara Sam si cowok blasteran yang paling mesum akhirnya angkat bicara. Abian menyikut Sam dengan keras sampai ia mengaduh. "Itu congor tolong dijaga, ya. Saski emang aduhai, cuma ini kantin, Sat! Kalau ketahuan pacarnya bisa mampus lu!"
Ejawantah hanya menyeruput es tehnya dengan suara berisik karena telah habis airnya sejak tadi. Ia benar-benar tidak peduli siapa Saski itu, atau mengapa ia tak mengenal anak terkenal di sekolah. Eja hanya ingin segera mengecup kasurnya, bergulung nyaman sambil mendengarkan suara indah milik Anne Marie sambil memandangi rumah tetangganya. Oke, sekarang ia terdnegar seperti penguntit. Atau memang iya?
Sejak mimpinya tentang perempuan bergaun putih, Eja selalu dihantui dengan wajah tetangganya—ralat, hantu yang menempeli tetangganya. Walau ia tak dapat mengingat jelas wajah perempuan di mimpinya, tetapi ia yakin perempuan yang memanggil nama belakangnya itu adalah hantu yang menempeli tetangganya. Yang membuatnya kelimpungan sejak pagi adalah bagaimana hantu tersebut mengetahui nama lengkapnya?
Mereka hanya bertemu dalam sekali pandang saja, namun wajah ayunya terus terpatri dalam ingatan Eja dan berputar-putar bagai bulan yang mengelilingi bumi. Eja bahkan tidak dapat mengingat jelas wajah tetangganya, hanya surai ungu keperakan yang terekam jelas pada memori jangka pendeknya ini.
"Woy Ja! Ditanya juga, malah ngelamun." Sam sudah menghabiskan makan siangnya dan kini menatap Eja lekat, "Lu lagi mikirin body Saski, ya? Sok-sokan gak kenal gitu."
Tawa bule sontoloyo itu jelas mengundang pukulan dari Abian yang gemas melihat tingkahnya, "Emangnya si Eja itu lu, yang jelalatan sana-sini liatin cewek random. Kita mah masih waras."
"Justru lu berdua yang sarap! Doyan laki ya berdua?" Sam memicingkan matanya yang ditertawai oleh Adit.
"Temen lu goblok apa oon sih? Tapi ada benernya juga, jangan-jangan lu doyan laki, ya?" Itu suara Adit yang kini melayang-layang memutari Eja.
"Tolol jangan dipelihara."
Eja beranjak dari tempatnya setelah menggerutu yang diiringi tawa meledak Adit yang sekali lagi hanya dapat didengar olehnya dan membikin kedua temannya terheran-heran dengan tingkah Eja.
"Si Eja PMS kali?"
"Tampang doang cakep, tapi otak lu dongo kaya kemudi kapal."
Abian menyeret tubuhnya meninggalkan Samudera yang berteriak pada mereka. "Woy! Ngatain sih ngatain, makan lu berdua belum dibayar, Nyet!"
Baik Abian atau Eja sudah tidak terlihat lagi bayangnya, menyisakan Sam yang menatap nanar bekas makan siang mereka. Bangkrut gue kalau gini ceritanya, batinnya sambil menepuk jidatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apriori: Jangan Pernah Menaruh Asa di Kepalaku
Teen FictionO N G O I N G 16+ "Mereka hidup dalam satu naungan, dilewatinya tiap musim bersama. Namun tumbuh dengan jarak di antara keduanya, hingga mendarah." Anala Wiyangka adalah seorang bungsu yang tak diberi pengharapan. Tak pula dibebani kepercayaan kare...