Bagian - 9

64.9K 4.2K 244
                                    

Medan diguyur hujan dari pagi hingga malam. Irfan, Arfan dan Rega membatalkan rencana jalan-jalan mereka. Padahal bersenang-senang yang mereka gadang-gadang akan dilakukan hari ini, hari kedua Eben di Kalimantan. Rega tidak ingin mengulur waktu karena punya firasat kalau Eben akan segera pulang. Biasanya Eben pergi minimal satu minggu jika sudah keluar kota, tapi kali ini sepertinya tidak, entah kenapa Rega berfirasat seperti itu. Namun rencana tinggalah rencana, langit membasahi bumi dengan air yang seakan tiada habisnya. Kalau sudah begitu Rega paling tidak suka keluar rumah. Jalanan pasti banjir dan macet. Irfan dan Arfan pun setuju untuk menunda rencana mereka.

"Terus sekarang bagaimana?" tanya Irfan yang telah bosan memainkan game di ponselnya. Dia meletakkan benda pipih tersebut di atas meja kaca lantas melirik Rega.

Rega merenggangkan kakinya. "Kita minum saja," ujarnya sedikit ragu. Eben punya beberapa botol anggur di gudang minuman, kalau dia mengambilnya semoga Eben tidak tahu.

"Di rumah?" Arfan menaikkan alisnya. Karena dinginnya cuaca dia sampai memakai celana panjang dan kaos kaki. Irfan sempat mengejeknya 'balita' tapi Arfan tidak peduli.

"Mau gimana lagi," Rega mengangkat bahu. "Kita nggak mungkin pergi ke luar. Lalu lintas pasti mengerikan. Aku nggak mau mati kebosanan di dalam mobil.''

"Kita minum apa?" Irfan bertanya.

''Bang Eben punya anggur, kita---"

''Nggak. Nggak." Arfan menggeleng. "Kalau itu aku nggak berani, Ga. Kita minum anggurnya tapi nggak ijin?"

''Kalau kita ijin dulu sudah pasti nggak dikasih, oon." Seru Irfan pada kembarannya. "Satu. Dua botol bang Eben nggak bakalan tahu itu."

"Kalau ketahuan kau yang tanggung jawab?" tantang Arfan. Arfan kesal pada Irfan yang selalu menganggap enteng segalanya. Karena ulahnya Arfan sering terkena sial.

"Hehe," Irfan nyengir. "Kan Rega yang nawarin, berarti dia yang tanggung jawab dong."

"Kalian sebenarnya laki-laki apa perempuan setengah jadi? Mulut kalian malah lebih lebar dari mamak-mamak tukang jual sayur." Sentak Rega. Dia berdiri kemudian menatap bergantian kedua temannya itu. "Yang ikut minum harus ikut tanggung jawab, adil kan?"

"Luar biasa adil, Ga." Irfan ikut berdiri. ''Aku nggak keberatan ikut tanggung jawab.''

"Kita lihat aja nanti kalau bang Eben marah, kau masih bisa bicara atau nggak." Cibir Arfan.

"Tanggung jawab kan nggak mesti bicara, paok."

"Terus tanggung jawabmu apa kalau gitu?"

"Yang penting aku nggak menyangkal ikut minum anggurnya."

"Itu aja?" tanya Rega ikut kesal.

"Jadi maksudmu apa lagi?"

"Oh, Tuhan." Rega menatap ke atas. "Kamu yang nggak waras atau aku yang gila karena punya teman macam kau."

****

Mey baru saja menyetrika pakaian. Dia dengan senang hati mengerjakan semua pekerjaan rumah. Mulai dari memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, dia melakukannya sendiri. Apalagi bagian merapikan barang-barang Eben, dia tidak merasa repot sama sekali. Justru dia bahagia. Mey membuat pakaian Eben sampai licin sekali. Sudah dua hari Eben pergi, Mey merindukan Eben. Mey ingin mendengar suara pria itu. Ciuman terakhir kemarin masih membekas di bibirnya. Mey merasa baru beberapa saat lalu Eben menciumnya.

Mey pergi ke ruang tamu, di sana Arfan, Irfan dan Rega sedang bermain kartu sambil meminum anggur. Mey menghampiri mereka, duduk di samping Rega.

"Kalian sedang apa?" tanyanya sambil lalu.

Mine (Play Store)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang