Rasanya seperti terbakar, tali itu melilit kulit pergelangan tangannya sampai terasa perih. Dari dua jam yang lalu, atau mungkin tiga, ia tidak mengingat jelas sudah berapa lama dirinya berada di dalam kamar itu. Dalam keadaan tangan terikat dan mulut disumpal lakban, tak banyak yang bisa dilakukan Mey. Penyekapnya mendorong tubuhnya begitu saja lantas pergi, menguncinya dari luar. Mey nyaris pingsan kehabisan tenaga karena mengetuk pintu tebal tersebut, yang kini disadarinya adalah upaya bodoh.
Mana mungkin mereka melepaskannya setelah membelinya. Dia akan dijadikan pelayan tanpa bayaran. Tidak, itu masih lebih baik, Mey bersyukur jika itu yang terjadi. Bila dilihat dari bagaimana cara salah seorang penyekap tadi penatapnya, dan bos mereka berbisik diam-diam, Mey punya firasat bahwa nasibnya akan lebih buruk dari sekedar menjadi pelayan tanpa upah.
Mey yakin dirinya dibeli untuk bekerja sebagai perempuan panggilan. Yang dibayar untuk menjajahkan tubuhnya. Mey menggeleng, dia tidak mau melakukan pekerjaan kotor itu. Menjaga toko dengan upah kecil ditambah bos yang cerewet akan terasa seperti surga jika dibandingkan dengan disentuh banyak lelaki.
Kamar itu kecil tapi bersih, ada lemari usang yang catnya telah pudar. Seprei dengan kasurnya yang kasar, bantalnya keras, ada meja dan kursi kayu di sana, di atasnya hanya ada bunga palsu dan pot yang tak kalah usangnya dari lemari kayu tak berkunci itu.
Air mata putus asa membasahi pipinya. Tak ada jendela di kamar tersebut, dan menemukan benda tajam yang bisa digunakannya untuk melepas tali di tangannya adalah hal yang mustahil. Pantas saja orang-orang itu tidak mengikat kakinya juga, mereka tahu Mey takkan bisa pergi ke mana-mana.
Sampai berapa lama dirinya berada di sana? Walau tidak bisa melihat ke luar ia yakin hari sudah malam. Ketika dia diseret masuk ke rumah bordil itu matahari hampir tenggelam. Sudah berjam-jam berlalu sejak saat itu. Mey mulai lapar, air matanya semakin deras melewati sudut-sudut matanya.
Semua ini terjadi karena Mey pulang ke tempat penampungan. Seharusnya dia tidak kembali ke sana, hingga membuat dirinya berakhir seperti ini. Rere sudah memberitahunya tentang niat Nick---bos tempat penampungan---yang ingin menjualnya. Mey sebenarnya hanya ingin mengucapkan perpisahan pada adik-adiknya di sana, adik-adik yang sangat disayanginya meski tak ada ikatan darah di antara mereka. Ia berniat tinggal hanya beberapa menit saja, tapi kesialan seolah mengikutinya ke tempat itu, Nick pulang cepat dan melihatnya.
Semuanya terjadi begitu cepat, Mey mencoba kabur namun Nick berhasil menangkapnya. Tidak ada yang berani melawan Nick, apalagi usia anak-anak itu masih muda. Sepuluh tahun adalah usia tertua. Hanya Mey yang berusia dewasa, 20 tahun. Nick kalah berjudi, utangnya menumpuk dan terancam masuk penjara. Nick melihat Mey sebagai tambang emasnya, bahkan tanpa membicarakannya dengan Mey pria itu menghubungi germo. Dia menjual Mey, tak peduli pada nasib gadis muda tersebut. Dengan memberikan Mey pada germo Nick mendapat banyak uang.
Mey memejamkan mata, mencoba bernapas tenang. Dia harus tenang jika ingin melepaskan dirinya. Tidak ada jendela untuk kabur, tidak ada benda tajam yang bisa melepas ikatan tangannya, lalu apa?
"Berpikir, Mey," ia membatin. Pasti ada jalan keluar.
Mey terperanjat ketika terdengar suara kunci, lalu kenop pintu ditekan kemudian pintu terbuka. Seorang pria, berperut buncit dan mabuk berdiri di depan pintu, memandangnya seraya tersenyum.
Kumis tebalnya sangat menjijikan. "Kenapa mereka mengikatmu, sayang," pria itu menutup pintu dengan kakinya, kedua tangannya mengusap perut besarnya dalam gerakan melingkar, dia berjalan terseok-seok ke arah Mey.
Mey diam di tempatnya, ranjang kecil berseprei katun kasar. Tangannya di pangkuan saling meremas, ia ketakutan. Apa yang ditakutkannya terjadi. Pria ini pastilah akan memerkosanya. Mey ingin menjerit tapi mulutnya yang tertutup menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (Play Store)
RomanceNovel dewasa Everything about love... Meylan & Eben Diranta Love Story