Mey duduk di ujung tempat tidur Eben sementara pria itu sedang bersiap-siap untuk ke bandara. Mey menimbang-nimbang perkataan Rega di pikirannya. Rega memang usil tapi yang dikatakannya ada benarnya juga. Eben itu tampan dan mapan secara finansial, pasti banyak yang suka pada pria itu.
"Ben?" serunya setelah berdebat dengan hatinya yang tak keruan. Ia tidak dapat berbohong bahwa apa yang dikatakan Rega memengaruhinya.
"Hhmm," Eben menyisir rambutnya dengan tangan. Pria itu sudah rapi dengan kaos dan celana jeansnya. Eben mendekati gadis itu, perasaannya berat meninggalkan Mey. Mey bersikeras membantunya berkemas, Eben dengan senang hati menerima bantuannya. Mey dengan teliti menyiapkan semua yang dia butuhkan, Mey persis seorang istri yang akan memberangkatkan suaminya pergi kerja.
"Kamu nggak mau bermesraan dulu sebelum kamu pergi? Maksudku," Mey terdiam satu detik. "Kita kan baru---"
Eben meletakkan telunjuknya di bibir Mey. "Rega bicara denganmu?" Eben langsung tahu ini rencana Rega, adiknya itu sepertinya tidak ada kerjaan selain mencampuri hubungannya.
Mey mengangguk pelan. "Tapi---"
"Apa yang dia katakan?" Potong Eben.
"Bukan seperti itu, Ben. Aku---"
"Apa Yang dia bilang, Mey? Rega menyuruhmu mengajakku bermesraan?"
"Iya."
"Supaya apa?" Demi apapun, Eben tidak tahan dengan tingkah adiknya itu.
"Supaya kalau ada gadis lain yang merayumu kamu nggak termakan rayuannya."
"Itu ide paling konyol yang pernah kudengar. Dan kau melakukan ide itu."
"Aku hanya---"
"Tidak percaya padaku."
"Aku percaya, tapi---''
''Kamu tidak percaya, Mey."
"Berhentilah memotongku, aku juga perlu bicara."
"Cukup," Eben memegang tengkuk Mey. "Kamu tidak sadar Rega sengaja memberimu ide-ide konyol? Kopi tadi pun bukan aku yang minta, Rega berbohong."
"Tapi untuk apa?"
"Hanya dia yang tahu," seru Eben. "Oleh sebab itu jangan dengarkan dia!" diciumnya gadis itu lama dan dalam. "Aku akan membelikanmu ponsel, mungkin besok pagi baru sampai. Pakai itu untuk meneleponku, dan ingat jangan ikut-ikut dengan Rega."
Mey membuka mulutnya tapi tidak mengatakan apapun, Eben sudah berbalik dan mengambil tasnya. Mey menghembuskan napas, memang tidak seharusnya dirinya menaruh curiga pada Eben. Apalagi hanya karena hasutan Rega.
Mey mengantar Eben sampai ke pintu, ketiga penghuni lain rumah itu tidak ada yang berani keluar. Apalagi Rega.
Eben mengecup kening Mey. "Aku pergi, ingat apa yang kukatakan."
Mey mengangguk, sedikit tidak rela berpisah dengan Eben walau hanya sementara. "Berapa lama kamu di Kalimantan?"
"Tergantung kapan pekerjaanku selesai, kuusahakan pulang secepatnya."
Mey melambaikan tangannya ke arah mobil Eben yang menjauh. Setelah Mobil Eben tidak terlihat lagi ia masuk ke rumah. Di balik pintu sudah berkumpul tiga lelaki muda itu.
"Kalian ngapain di sini?" tanya Mey terkejut.
"Tadi kami akan keluar tapi nggak jadi karena takut mengganggu kalian," kata Rega.
"Bohong," timpal Irfan. "Kami sedang mengintip kalian aaww.'' Ia meringis karena kepalanya dipukul Arfan.
''Kenapa mulutmu bocor sekali? Bocor halus tapi keliling."

KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (Play Store)
RomanceNovel dewasa Everything about love... Meylan & Eben Diranta Love Story