TUJUH tahun kemudian...
Penata rias memutar kursi hingga Siahna menghadap ke arah cermin. Dia berkaca, mendapati wajahnya sudah dirias dengan sempurna. Tidak ada kekurangan mencolok yang bisa membuatnya tidak puas.
"Ada yang mau dibenerin, Na?" tanya sang perias bernama Alya itu. Siahna berdiri, dengan mata masih tertuju ke arah cermin.
"Nggak ada. Udah oke," pujinya. Ibu jari kanannya teracung ke udara.
"Sekarang, kebayanya udah bisa dipakai, lho! Akad nikahnya sebentar lagi, kan?"
Alya pun membantu Siahna mengenakan kebaya cantik yang dipesan sang calon mempelai dalam waktu singkat. Siahna beruntung karena kebaya itu melekat cantik di tubuhnya. Perempuan itu tak bisa merasa lebih puas lagi ketika kembali berkaca.
"Na, saya permisi sebentar, ya? Mau ke kamar mandi dulu. Sambil mau ngecek kerjaan yang lain, udah kelar ngeriasnya atau belum."
"Silakan, Mbak."
Siahna berputar sekali lagi di kamar lumayan luas yang disulap menjadi ruang rias ini. Dia sedang berada di kediaman calon suaminya, Kevin Orlando. Akad nikah mereka akan dilaksanakan kurang dari satu jam lagi, dilanjutkan dengan resepsi sederhana yang hanya mengundang keluarga dekat saja.
Ralat, keluarga dekat Kevin saja. Tidak ada satu orang pun yang mewakili keluarga Siahna. Ibunya memang memiliki dua saudara kandung selain Kemala. Namun, selain mereka tinggal di luar Bogor, hubungan dengan Siahna pun membeku setelah Kemala mengusirnya.
Kevin tidak keberatan, itu untungnya. Lelaki itu turut meyakinkan keluarga besarnya untuk tidak mempermasalahkan ketiadaan kerabat calon istrinya. Permintaan itu direspons dengan positif, membuat Siahna merasa tak perlu mencemaskan apa pun lagi.
Menikah bukanlah bagian dari mimpinya. Memang, saat masih remaja, membangun keluarga adalah salah satu cita-citanya. Namun ketika usianya menginjak angka dua puluh tahun, beberapa angan-angan penting terpaksa ikut ditebas. Salah satunya adalah bersuami. Laki-laki, lebih menyerupai monster yang harus dijauhi demi alasan keselamatan.
Namun, Kevin membuat Siahna berubah pikiran. Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab Siahna mengangguk dan menyetujui pernikahan ini. Meski gamang dan awalnya ragu, perempuan itu berusaha menanamkan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja. Kevin bukanlah pria berengsek seperti Ashton atau Verdi.
Seseorang mengetuk pintu sebelum bergabung di kamar yang luas itu. Siahna berjuang agar tidak mendengkus saat melihat Petty, kakak sulung Kevin. Bukan karena dia tak menyukai Petty. Melainkan karena merasa bersalah sudah mendustai perempuan itu. Petty memiliki saudari kembar bernama Arleen. Meski sangat mirip, Siahna bisa membedakan keduanya. Petty lebih kurus dibanding sang adik.
"Kamu cantik banget lho, Na," puji Petty. Perempuan itu memperhatikan penampilan Siahna dengan saksama. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, pujian semacam itu bukan sesuatu yang mengejutkan Siahna. Pujian itu pula yang sudah merusak hidupnya di masa lalu. Karena itu, dia tak pernah lagi terpengaruh jika mendapat komplimen yang berkaitan dengan penampilan fisik yang tak bisa diubahnya.
"Makasih, Mbak. Ini karena periasnya pinter," argumen Siahna seraya tertawa kecil.
Petty maju selangkah, memegang kedua tangan Siahna dengan hangat. "Kamu nggak tau aja gimana bahagianya Mama karena akhirnya Kevin nikah. Dia udah cukup umur tapi selama ini nggak pernah nunjukin kalau tertarik punya istri. Kerja terus yang dipikirin." Petty tersenyum lembut. "Makasih ya, Na."
Siahna benar-benar tak mampu bersuara karena kosakata mendadak mengabur dari ingatannya. Sejak pertama kali bertemu dengan ibu dan kedua kakak perempuan Kevin, suasana emosional langsung menyergap Siahna. Keluarga calon suaminya menyambut rencana pernikahan mereka dengan antusiasme yang membuat mata Siahna berair.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovesick | Terbit 17 Feb 2020 |
General FictionSiahna menikahi Kevin tanpa cinta. Namun berdasarkan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Karena mereka ingin mengubur banyak kebenaran dengan pernikahan itu. Eits, sebentar! Jangan membayangkan bahwa Siahna-Kevin kelak menjadi pasangan yang sa...