Chapter 14

13.6K 2.4K 104
                                    

Renard berdiri dari sofa saat melihat betapa pucat wajah Siahna. Perempuan itu mematung sambil menatap nanar ke satu arah, mengabaikan Gwen yang sedang memeluk pinggangnya. Renard mendapati bahwa Siahna sedang menatap Bella dengan sorot mata yang tak pernah dilihatnya. Dia juga tersadar, Siahna akhirnya bertemu dengan Bella, hal yang sesungguhnya lebih ingin dihindari lelaki itu. Fakta itu terlupakan untuk sesaat tadi karena Renard terlalu gembira melihat Siahna pulang

"Na," panggil Renard setelah dia berdiri di depan perempuan itu. Siahna akhirnya mengerjap, menatap Renard dengan bibir gemetar. Kepucatannya tidak berkurang. "Kamu kenapa?" tanya lelaki itu dengan suara lembut. Gwen mendongak mendengar ucapan ayahnya dan berhenti menyebut nama Siahna.

"Aku..." Siahna kesulitan bicara. Air mata menggenang di pelupuk perempuan itu.

Panik melihat kondisi Siahna, Renard buru-buru memegang kedua tangan perempuan itu yang sedingin es. "Gwen, tunggu dulu di sini sama Mama, ya? Papa mau nganterin Tante Nana ke kamar. Kayaknya Tante Nana sakit," ucap Renard pada putrinya. Untung saja kali ini Gwen tidak mengajukan protes sama sekali. Anak itu menyingkir, memberi jalan pada Renard untuk menuntun Siahna ke kamarnya.

"Oh, jadi ini istrinya Kevin, ya?" Bella tahu-tahu sudah berdiri di depan Renard dan Siahna. "Halo. Siahna kan, ya?" Perempuan itu mengulurkan tangan dengan mata menyipit.

Siahna sama sekali tidak merespons, hanya menatap Bella dengan pupil melebar. Renard yang bingung, meminta Bella menyingkir. "Nanti-nanti aja kenalannya. Siahna kayaknya lagi nggak sehat. Kamu jagain Gwen dulu, aku mau nganterin Siahna ke kamarnya."

"Kok kamu yang nganterin, sih? Kan bisa nyuruh Riris atau yang lain. Masa iya kamu masuk ke kamarnya? Itu kan nggak pantas banget, tau!"

Renard sedang tidak memiliki kesabaran dan waktu untuk menghadapi komplain Bella. Karena itu dia menyergah dengan suara tajam. "Tolong, nggak usah repot-repot mikirin pantas atau nggak. Siahna lagi nggak sehat dan aku harus bawa dia ke kamarnya. Minggir, Bel!"

Riris muncul dari arah dapur. Tanpa ragu, Renard meneriakkan perintahnya. "Ris, tolong bikinin teh manis untuk Siahna."

Kedua tangan Siahna masih berada di genggamannya. Perempuan itu masih mematung dengan ekspresi hampa yang membuat jantung Renard seolah menciut. "Na, bisa jalan, kan? Yuk, aku anterin ke kamar," ucap Renard dengan nada membujuk.

Siahna akhirnya mengerjap, lalu menatap Renard. Perempuan itu tidak langsung menjawab, tapi air matanya kemudian tumpah. "Re..." ucapnya lirih, nyaris tak terdeteksi oleh telinga Renard. Tanpa berpikir dua kali, Renard akhirnya membopong Siahna. Bella memaki, tapi Renard sama sekali tidak peduli. Langkah panjang Renard langsung tertuju ke kamar yang ditempati Kevin sejak kecil. Lelaki itu hanya berharap semoga Miriam tidak mendengar apa pun.

Renard membaringkan Siahna di ranjang. Dia sempat membenahi posisi bantal perempuan itu. Siahna mirip orang yang mengalami kelumpuhan di sekujur tubuh. Rasa takut mencengkeram Renard, membuatnya terpikir untuk membawa Siahna ke dokter. Apalagi saat Gwen yang mengekorinya pun mulai bersuara.

"Pa, Tante Nana kenapa? Sakit, ya?" Gwen memegang tangan kanan Siahna dengan ekspresi cemas yang membuat Renard makin kalut. Lelaki itu membungkuk di tepi ranjang, tepat di belakang putrinya.

"Na, kita ke dokter, ya?" ujarnya, tanpa menyembunyikan kecemasan yang begitu kental. Dia mengelus pipi Siahna yang juga begitu dingin.

"Nggak usah..."

Siahna pasti tidak tahu betapa leganya Renard saat mendengar perempuan itu bersuara dengan jelas. Air matanya mengalir lagi. Renard pun buru-buru mengusapnya dengan tangan kanan. Gerakannya begitu hati-hati. Sementara Gwen malah mulai menangis.

Lovesick | Terbit 17 Feb 2020 |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang