5. Childhood

2.6K 338 3
                                    

Seharusnya Jungkook bahagia saat ini.

Seharusnya Jungkook tersenyum saat ini.

Tetapi keadaan membuat mulutnya enggan untuk tersungging walau sesenti saja.

Jungkook menerima ijazahnya dengan tampang datar. Bahkan ia tak mampu menunjukan senyum palsunya di momen bahagia ini.
Hal ini membuat kedua orang tua Jungkook mencemaskan keadaan putranya. Bahkan ketika tuan dan nyonya Jeon datang berkunjung ke rumahnya, Jungkook hanya sedikit tersenyum lalu lebih banyak terdiam.
Apa yang salah dengannya?

"Nak, selamat ya, akhirnya kau bisa menyelesaikan study-mu." Ibu Jungkook mengusap-usap kepala anaknya bangga. Lalu mengecup dahi Jungkook.

Jungkook hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan apa-apa.

"Akhirnya kita bisa berkumpul lagi di Korea. Sampai di Korea, kita adakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan kelulusan putra kebanggaan kita." Timpal ayah Jungkook.

Jungkook masih terdiam, berusaha menanggapi dengan senyum seadanya.

"Jung, ibu punya hadiah untukmu." Ibu Jungkook mengambil sekotak besar bingikisan berbalut kertas kardo bewarna biru dengan corak putih.

"Kau bisa membukanya di rumah nanti," lanjut ibu Jungkook.

"Terima kasih bu."

"Baiklah, ayo kita cepat-cepat pulang dan mengemasi barangmu Jung. Kita akan kembali ke Korea hari ini." Ayah Jungkook terlihat bersemangat. Ia memang selalu seperti itu.

"Hari ini?" Tanya Jungkook sedikit kaget. Sejujurnya ia belum siap untuk kembali ke Korea. Belum siap menghadapi kenyataan buruk yang telah menanti. Bisakah Jungkook tinggal disini lebih lama? atau mungkin selamanya?

Jungkook merasa dirinya konyol saat ini. Dulu dia ingin segera kembali ke Korea, berharap waktu bisa berjalan lebih cepat. Namun sekarang, yang terjadi justru sebaliknya, ia takut pulang ke tanah kelahirannya tersebut.

"Ada apa denganmu Jung? Apa kau tidak rindu teman-teman lamamu yang sudah kau tinggal 5 tahun?" Tanya ayah Jungkook heran. "Apalagi Hoseok dan Jisoo, mereka sangat merindukanmu. Bahkan Jisoo berulangkali menanyakan kapan kau akan pulang."

"Benar Jung, Jisoo bahkan sangat antusias mendengar bahwa hari ini ayah dan ibu akan membawamu pulang." Lanjut ibu Jungkook.

Jungkook menghela nafas kasar. Jungkook rindu teman-teman lamanya, sama seperti mereka merindukan Jungkook. Tapi keadaan membuatnya enggan kembali. Namun, Jungkook hanya bisa pasrah. Mau bagaimanapun, Korea adalah rumahnya.

"Baik. Ayo kita pulang. Aku akan segera bersiap," ucap Jungkook sembari melangkah meninggalkan kedua orang tuanya di belakang.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jungkook telah menyiapkan semua barang-barangnya. Koper-koper telah tertata rapi di dalam bagasi mobil. Rumah telah ia bereskan sedemikian rupa. Namun ada satu yang belum Jungkook persiapkan—yaitu hatinya.
Sungguh, ia belum siap.

Apakah Jungkook memerlukan waktu berpuluh-puluh tahun agar hatinya siap? Jungkook rasa itu berlebihan.

Jungkook masuk kedalam mobil diikuti kedua orang tuanya. Menyetir dengan iris mata yang kosong dan bibir melengkung ke bawah. Ia harap perjalanan menuju bandara bisa menempuh waktu satu tahun.

"Nak, ibu lihat kau terlihat murung hari ini, ada apa?"

"Aku juga berpikir begitu." Timpal ayah Jungkook.

Masih dengan menyetir, Jungkook membalas dengan suara kecil. "Tidak apa-apa. Tak usah kalian pikirkan."

Ibu dan ayah Jungkook akhirnya memilih untuk diam. Percuma memaksa anaknya bercerita. Itu sama saja seperti menunggu sapi bertelur.
Mustahil.

LISTEN TO ME | RoseKook ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang