[7] •Adik Tersayang•

1K 58 18
                                    


-
-
-

Isla tidur di kasur Zayyan. Ia tertidur setelah lelah berbicara. Zayyan memperhatikan Adik satu-satunya itu, lalu memegang kening Isla sekali lagi.

Panas.

Deru nafas Isla juga tidak teratur dan hembusan nafasnya terasa panas. Zayyan menghela nafas, lalu kembali duduk didepan komputer meneruskan skripsinya. Namun ia terdiam, dan berdiri– urung melanjutkan tugasnya, kemudian berjalan mengambil handuk kecil dan merendamnya dengan air hangat, memeras, lalu menempelkan ke kening Isla. Wajah putih Isla terlihat memerah, polos seperti anak kecil.

Setelah mengompres adiknya, Zayyan kembali mengerjakan tugas. Sesekali menoleh ke arah Isla yang tertidur pulas. Memastikan adiknya baik-baik saja.

Dan malam itu Zayyan membiarkan Isla tidur di kamarnya. Lagi-lagi Zayyan harus tidur di sofa.

***

Hari sudah berganti. Pukul lima pagi, Isla masih terbaring di kasur. Sudah bangun, namun berat rasanya untuk berdiri sekedar cuci muka. Tubuhnya semakin panas, Isla menoleh ke setiap sudut kamar dan tidak menemukan kakaknya. Ia pun memaksa dirinya untuk turun dari kasur.

Sejenak ia menutup mata sambil berpegangan pada dinding, ruangan ini seolah-olah berputar. Ingin pingsan rasanya.

Tak peduli, Isla tetap memaksakan diri berjalan menuju kamar mandi. Pintu kamar mandi tertutup. Isla lemas dan tubuhnya lunglai bersandar di pintu kamar mandi.

Hah? Dengan mata berkunang-kunang Isla merasa pintu kamar mandinya terbuka. Isla berbalik, sedikit tidak jelas terlihat seseorang panik menggunakan handuk menutupi badannya yang tidak menggunakan baju.

"Kak Zayyan kok nggak pakai baju, ha?" Isla berbicara dengan suara sedikit tidak jelas. Zayyan langsung mendekati Isla.

"Kamu tuh yang ngapain masuk-masuk kamar mandi yang jelas ada orangnya." Wajah Zayyan terlihat kesal.

"Ya salah kakak, kenapa nggak  dikunci. Ah Pusing."

Bruk!

Dengan wajah tanpa dosa, Isla menjatuhkan dirinya di dada Zayyan. Itu membuat handuk yang menutupi tubuh Zayyan terlepas. Alhamdulillah ia baru lepas baju, dan belum melepas semua pakaiannya. Kesal, sekaligus bersyukur.

Tolong Zayyan ya Allah.

Zayyan langsung memapah Isla menuju kasur. Papahan yang terkesan menyeret.

"Panas banget kamu, Dek." Setelah menaruh tubuh Isla ke kasur, Zayyan bergegas mengambil baju dengan asal-asalan dan menggunakannya.

"Isla tuh mau cuci muka, kenapa ditaruh kasur lagi sih? Ih! Nggak peka banget jadi kakak." Isla malah ngelantur.

"Iya udah diem aja di sini, kakak ambilkan air. Cuman mau cuci muka kan?"

"Cepetan!"

"Astaghfirullah." Zayyan menghela napas.

Lalu Zayyan mengambil kain halus dan air dingin, setelah itu menuju tempat Isla dan ia membasuh wajah adiknya dengan pelan.

"Kakak jerawatan ya?" Isla malah mengomentari wajah Zayyan karena jarak mereka yang berdekatan.

"Iya."

"Ih nggak dirawat wajahnya." Isla bergidik.

"Dek, ini jerawat cuman satu, dan ini kecil juga. Nggak usah jijik gitu, okay?"

Isla malah menunduk dengan mata menatap jerawat Zayyan, sambil berkata "Hiiiii." Membuat Zayyan hanya berusah sabar dan menghela napas.

"Hii jerawatan Hiiiii. Ih pusing." Isla terus bergidik yang kemudian memegang kepalanya.

"Nggak usah kayak gitu La, nggak baik kalau–"

"Anterin ke kamar ku!" Isla memotong ucapan Zayyan. Zayyan cuman tersenyum menahan kesal. Ia pun memapah adiknya itu menuju kamar.

"Diem! Diem di situ, jangan keluar." Setelah Isla tiduran di kasur, ia menyuruh Zayyan yang mau keluar untuk diam.

"Apalagi? Kakak mau mandi dulu, nanti biar kakak bilangin Ilyas, biar dia yang nemenin Isla, okay?"

"Ambilkan cream yang di laci Isla situ dulu. Yang warnanya putih."

Setelah sedikit berdebat, akhirnya Zayyan mengalah mengabilkan cream apalah itu.

"Ini." Zayyan menyodorkan cream itu.

"Kakak duduk di sini." Isla menepuk-nepuk kasur disampingnya, bertanda Zayyan suruh duduk di situ.

"Ngapain adek ku sayang? Kakak mau mandi. Serius nih." Zayyan mulai kesal, gemas, juga gregetan dengan tingkah laku adiknya itu.

"Sini duduk pokonya. Cepetan."

Lagi-lagi Zayyan mengalah. Lalu Isla langsung membuka tutup botol cream itu, dan mendekati wajah Zayyan.

"Mana tadi jerawatnya?" Hembusan napas yang panas sangat terasa di wajah Zayyan.

"Oh ini!" Isla langsung mengolesi cream ke wajah Zayyan.
Posisinya sangat sangat dekat.

Zayyan mundur, Isla mendekat.

"Isla jangan gini lah, kalau mau kayak gini sama suami mu aja sana. Uda kakak mau mandi." Zayyan langsung berdiri meninggalkan Isla.

"Ih cuman dikasih obat jerawatnya aja, BaPer! Lagipula Isla belum punya suami issh!" Isla kesal, lalu tiduran.

Kalau orang sakit anehnya biasanya kumat. Terkadang juga tidak sadar dengan apa yang dilakukan.

Sedangkan Zayyan mengelus dadanya sambil bilang, "Alhamdulillah itu adek, coba kalau bukan. Astaghfirullah," Dalam hati.

***

Isla tidur-tiduran dengan tenang. Ada Ilyas yang menemani. Isla tidak berani banyak bertingkah jika sedang bersama Ilyas.
Jadi ia terus diam. Namun ia mulai kepikiran tentang ibunya. Ibunya masih belum tahu jika Isla sakit. Isla mulai berpikiran macam-macam dan kembali sedih. Namun kemudian ada suara notifikasi gawainya. Ia pun membuka gawainya setelah meminta tolong Ilyas untuk mengambilkan.

Ada pesan dari Asma'. Banyak sekali. Pesan terakhir berisi.

Asma': Isla Afwan akhirnya nomor Anti ana berikan ke kakak ana. Ini penting Isla. Kakak ana hanya mau mengkonfirmasi sesuatu. Afwan ana ndak bisa ikut campur.

Lalu Isla beralih kepada pesan dari nomor tak dikenal.

Artinya Ini dari Rafael ? Seriously?

Dada Isla bergemuruh seketika.

***

Bersambung.





Ada Cinta di Jalan HidayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang