[34] •Ada Apa?•

982 61 9
                                    


🍃🍃🍃

Dingin, dan gelap.

Meski terdengar suara tak jelas, namun ini sangat mencekam, ditambah semuanya terasa gelap dan menyesakkan, Isla mulai gelisah. Berteriak sekencang mungkin pun tak ada mamusia yang mendengar. Napasnya mulai memburu, dadanya pun sesak namun ia tahan sekuat mungkin.

Satu

Dua

Tiga

Empat

"HUAAAAH!" Isla dengan cepat langsung mematikan stop watch di sampingnya.

Satu menit 3 detik.

Isla tersenyum puas bisa menahan napas di dalam air selama satu menit. Kini ia memang sedang berendam di bak mandi untuk bersantai sejenak, merelaksasi tubuhnya yang lelah dengan semua pelajaran yang harus ia tampung di otak. Sepertinya ia terlalu memforsir tubuhnya. Belajar dan terus belajar juga menghafal. Bukan hanya menghafal Al-Qur'an, ia juga harus menghafal matan-matan dalam tempo cepat, tidak sedikit-sedikit menjadi bukit, namun banyak-banyak menjadi gunung. Jika dibayangkan memang memusingkan namun jika dilakukan sebenarnya biasa saja. Walau tak setiap orang bisa melakukannya.

Isla memejamkan mata sebentar, menghirup wangi sabun yang menenangkan, setelah itu membilas tubuhnya. Tak baik juga jika berlama-lama di kamar mandi.

🍃🍃🍃

Bicara tentang Karlin, kini ia sedang pulang, tentu saja ia banyak urusan.

Gadis yang terkesan galak dan tak mudah diatur itu nyatanya bisa tergerak menjadi gadis baik dan lebih menerima semuanya, entah apa motivasi yang membuat ia ingin menjadi wanita Sholihah. Ketika hati melunak dan hidayah datang, sesuatu yang tak akan pernah disangka pun pasti bisa terjadi.

"Karlin." Terdengar suara berat terkesan menyeramkan dari dekat tangga. Karlin yang baru saja pulang kuliah, dan akan masuk kamar langsung berkeringat dingin. Benarkah itu suara ayahnya? Entah sudah berapa lama ia tak mendengar suara orangtuanya di rumah besar yang tak berarti karena seperti tak berpenghuni, tak ada pula kehangatan yang seharusnya terjadi sebagai tempat yang disebut rumah tangga.

"Ibumu sedang di rumah sakit CR, jenguklah sesekali." Karlin tersenyum miring.

"Baik."

"Baguslah, Papa pergi dulu."

"Papa sama sekali tak peduli dengan perubahan ku?" Mata Karlin berkaca-kaca.

"Mau bagaimana pun penampilan mu, bukan urusan Papa." Ayah Karlin mulai mengenakan jaket dan menenteng koper, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara sesenggukan.

"Gimana bisa itu bukan urusan Papa?" Karlin berusaha berbicara dengan nada rendah. "Gimana jika Karlin nggak pernah berubah? Bagaimana jika Karlin masih seperti gadis saat itu? Apa yang akan Papa jawab di hadapan Allah kelak? Apa, Pa?! Untuk apa punya harta banyak kalau nggak bahagia, Pa? Ini tujuan Papa membangun rumah tangga, kah? Seperti ini? Hanya untuk mengejar dunia?  Semoga suami Karlin kelak nggak seperti Papa!" Karlin berlari meniti tangga menuju loteng tempat ia bersembunyi jika sedang lelah.

Di situ ia tertawa keras menahan tangis. Bersyukur lah yang masih memiliki orangtua yang menyayangi, banyak di luar sana yang membuat iri namun ternyata hidupnya tidak sebahagia yang dikira. Allah MAHA Adil.

"AHAHA, haha." Tawanya mulai melemah digantikan dengan air mata yang merembes, lalu ia membuka sebuah kotak berisi kamera. Ia mulai melihat-lihat isinya. Ada beberapa foto laki-laki yang ia tahu bernama Ilyas. Lalu terlintas dibenaknya masa-masa itu. Saat ia benar tergila-gila. Terus mengejar lelaki dingin itu, bahkan rela menunggu di depan universitas khusus laki-laki membuatnya menjadi bahan perhatian, sungguh saat itu ia tak tahu malu. Mengejar laki-laki seperti Ilyas sungguh tak semenyenangkan seperti di novel-novel. Jika di novel sang perempuan mengejar laki-laki, pada awalnya laki-laki itu akan membenci namun seiring waktu berjalan akan menumbuhkan rasa, tak seperti nasibnya yang mengejar laki-laki dingin itu, bukan perhatian yang ia dapat namun ketidak sukaan yang semakin menjadi, bahkan itu menjatuhkan wibawa dirinya.

Ada Cinta di Jalan HidayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang